Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PENGARUH DURASI DUDUK DAN AKTIVITAS FISIK KARYAWAN PERKANTORAN JAKARTA TERHADAP KEJADIAN LOW BACK PAIN Tanujaya, Cyntia; Wahyuni, Octavia Dwi
Jurnal Medika Malahayati Vol 8, No 1 (2024): Volume 8 Nomor 1
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jmm.v8i1.12859

Abstract

Abstrak: Pengaruh Durasi Duduk Dan Aktivitas Fisik Karyawan Perkantoran Jakarta Terhadap Kejadian Low back pain. Nyeri punggung bawah ialah penyakit muskuloskeletal dengan rasa sakit dan ketidaknyamanan yang terlokalisasi di daerah punggung dan dapat berlangsung kornis hingga menyebabkan disabilitas. Persentase kejadian karyawan Jakarta yang mengalami low back pain  di studi sebelumnya mencapai 63,93%. Tingginya kejadian tersebut akibat berbagai faktor penyebab, antara lain durasi kerja, postur kerja serta gaya hidup. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pengaruh durasi bekerja dan aktivitas fisik terhadap kejadian LBP pada pekerja kantoran. Penelitian terhadap 279 responden yang merupakan karyawan perkantoran di DKI Jakarta ini bersifat analitik observasional dengan metode penelitian cross sectional. Pemilihan responden menggunakan teknik consecutive non-random sampling. Instrumen yang digunakan untuk penentuan LBP ialah Oswestry disability index, sedangkan aktivitas fisik menggunakan guideline dari WHO. Data yang terkumpul dianalisis dan diuji korelasi antar variabel menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian ini menunjukkan responden yang mengalami LBP sebesar 65,6%  dengan rerata durasi duduk tanpa peregangan sebesar 96,62 menit/hari dan rerata durasi aktivitas fisik sebesar 103,11 menit/minggu. Hasil penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna antara durasi duduk yang lama dengan kejadian LBP (p value = 0,000; PRR = 3,068) dan juga antara kurangnya aktivitas fisik dengan kejadian LBP (p value = 0,000; PRR = 2,188).
EFEK RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN RERATA SKOR KECEMASAN PELAJAR SMA REGINA PACIS JAKARTA Damanik, Theresia Nova Citra; Wahyuni, Octavia Dwi
Jurnal Kesehatan Tambusai Vol. 5 No. 4 (2024): DESEMBER 2024
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jkt.v5i4.36476

Abstract

Kecemasan merupakan masalah gangguan mental yang paling umum terjadi pada kelompok remaja usia 10-17 tahun dan berjenis kelamin perempuan. Persentase siswa sekolah menengah atas yang mengalami kecemasan tergolong cukup tinggi dan akan memengaruhi hasil ujian mereka. Relaksasi otot progresif dikatakan salah satu metode non farmakologi yang dapat mengurangi kecemasan dengan cara mengaktivasi saraf parasimpatis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh relaksasi otot progresif untuk menurunkan rerata skor kecemasan pada siswa-siswi sekolah menengah Regina Pacis di Jakarta. Desain penelitian ini bersifat kuasi eksperimental analitik cohort prospektif yang terdiri dari 70 orang mengalami minimal kecemasan ringan. Penelitian dilakukan selama bulan Maret hingga bulan Mei. Alat yang digunakan untuk menilai skor kecemasan yaitu kuesioner HARS yang dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi otot progresif. Data dianalisis dengan paired samples T-Test.Skor kecemasan baik pada sebelum dan sesudah relaksasi lebih tinggi pada jenis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki. Penurunan kecemasan juga lebih rendah didapatkan pada Perempuan dibandingkan laki-laki (3,95 vs 5,43). Rerata skor kecemasan sebelum melakukan relaksasi otot progresif sebesar 19,67 dan sesudahnya sebesar 15,09. Penelitian ini didapatkan hasil yang signifikan yaitu terdapat penurunan rerata skor kecemasan sebesar 4,58 (nilai p = 0,001). Relaksasi otot progresif secara signifikan berpengaruh menurunkan rerata skor kecemasan siswa-siswi SMA Regina Pacis Jakarta. Berdasarkan hasil positif tersebut, teknik relaksasi otot progresif dapat diterapkan untuk menurunkan kecemasan terutama dalam menghadapi ujian sekolah.
HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN ANKLE BRACHIAL INDEX (ABI) PADA WARGA ≥50 TAHUN KELURAHAN JATIRASA BEKASI Tarcisia, Twidy; Siswoto, Kevin Pratama Diliano; Wahyuni, Octavia Dwi
Jurnal Kesehatan Tambusai Vol. 6 No. 2 (2025): JUNI 2025
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jkt.v6i2.44202

Abstract

Beberapa tahun terakhir angka kejadian obesitas di Indonesia meningkat dari 10,5% (2017) menjadi 21,8% (2018). Obesitas sebagai major modifiable risk factor penyakit kardiovaskuler memegang peranan dalam meningkatkan angka kejadian penyakit kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskular adalah penyakit jantung-pembuluh darah dengan patofisiologi utama penyumbatan pembuluh darah (aterosklerosis). Aterosklerosis adalah deposit lemak, fibrin, platelet, kalsium dan debris seluler pada endotel pembuluh darah yang dapat menyumbat lumen pembuluh darah sehingga menyebabkan kematian. Aterosklerosis merupakan penyebab tersering kematian dengan peningkatan angka kejadian pada usia ≥ 50 tahun. Indikator untuk menilai adanya aterosklerosis pada individu adalah menilai ada tidaknya PAP pada individu tersebut. Pemeriksaan yang digunakan untuk melihat adanya PAP adalah pemeriksaan ABI, sedangkan pemeriksaan untuk menilai status obesitas individu adalah pemeriksaan IMT. Maka dari itu kami ingin meneliti hubungan IMT dan ABI pada warga ≥50 Tahun Kelurahan Jatirasa Bekasi. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan teknik non-randomized consecutive sampling. Data yang terkumpul di uji normalitas dengan analisis hubungan antar variabel menggunakan uji Fisher. Hasil penelitian kami menunjukkan tingginya angka kejadian IMT tidak diikuti dengan tingginya angka kejadian ABI tidak normal. Ditemukan hubungan tidak bermakna antara nilai IMT dan ABI (p value 1,84). Hal ini terjadi karena peranan ABI dalam menentukan resiko penyakit kardiovaskular lebih dikaitkan dengan status lemak viseral (CI) dibandingkan status obesitas (IMT).
HUBUNGAN ANTARA DURASI MENGEMUDI TERHADAP KELELAHAN AWAK MOBIL TANGKI BBM PT. PERTAMINA TANJUNG GEREM MERAK BANTEN Mufadhdhal, Raihan Adham; Tirtasari, Silviana; Wahyuni, Octavia Dwi
Ebers Papyrus Vol. 28 No. 1 (2022): EBERS PAPYRUS
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/ep.v28i1.19420

Abstract

Lamanya durasi mengemudi akan menyebabkan kelelahan dan menjadi faktor resiko utama dari kecelakaan lalu lintas. Regulasi tersebut sudah diatur dalam UU no.22 Tahun 2009 bahwa durasi mengemudi maksimal 8 jam per hari. Hasil studi sebelumnya, didapatkan durasi mengemudi >8 jam dan rata-rata mencapai 11-12 jam, 68 awak mobil tangki (AMT) sebanyak 47 orang (69,1%) mengalami kelelahan tingkat sedang. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara durasi mengemudi terhadap kelelahan pada awak mobil tangki (AMT) BBM PT. Pertamina (Persero) Tanjung Gerem Merak Banten. Studi ini bersifat analitik dengan desain cross sectional. Sample dalam studi ini adalah 151 awak mobil tangki I (sopir) yang bekerja di Terminal Bahan Bakar di Tanjung Gerem Merak Banten yang diambil menggunakan quota population sampling. Tingkat kelelahan dinilai menggunakan kuesioner subjective self rating test dan data dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil studi menunjukkan bahwa proporsi AMT Terminal BBM PT. Pertamina (Persero) Tanjung Gerem Merak Banten mengalami kelelahan sebesar 65,6%, para AMT Terminal BBM PT. Pertamina (Persero) Tanjung Gerem Merak Banten mayoritas bekerja >8 jam (79,5%), dan terdapat hubungan yang bermakna antara durasi mengemudi terhadap kelelahan pada AMT BBM PT. Pertamina (Persero) Tanjung Gerem Merak Banten dengan nilai p = 0,001 (p<0,05) dan pada asosiasi epidemiologis didapatkan PR 2,58 (1,47-4,52), artinya orang yang bekerja >8 jam memiliki resiko kelelahan 2,58 kali lebih besar dibandingkan yang bekerja ?8 jam.
HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) TERHADAP FLAT FOOT PADA MAHASISWA UNIVERSITAS TARUMANAGARA Adiputra, Rana; Wahyuni, Octavia Dwi
Ebers Papyrus Vol. 28 No. 1 (2022): EBERS PAPYRUS
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/ep.v28i1.19421

Abstract

Flat foot (Pes planus, latin) yang dikenal sebagai "kaki datar" adalah kelainan bentuk kaki yang relatif umum terjadi. Secara khusus, ini mengacu pada hilangnya lengkung longitudinal medial kaki sehingga sisi medial telapak kaki hampir atau sampai menyentuh tanah. Flat foot dapat menyebabkan efek samping seperti ketidak stabilan pada kaki sebagai penyangga tubuh dan akhirnya berpengaruh pada gerakan berjalan normal yang menimbulkan rasa kelelahan, nyeri, dan keterbatasan gerak. Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya flat foot. Berat badan berlebih menyebabkan tekanan yang lebih besar pada kaki sebagai penumpu tubuh ketika berdiri dan mengakibatkan arkus longitudinal medialis kaki menjadi makin rendah (flat foot). Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh IMT terhadap kejadian flat foot pada mahasiswa Universitas Tarumanagara. Desain penelitian ini yang dilakukan adalah analitic, dengan metode crossectional dan teknik pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 114 mahasiswa yang dilakukan di Universitas Tarumanagara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna pada Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap Flat foot dengan nilai p = 0,0001 (p<0,05) dan didapatkan PRR 23.116, artinya semakin berlebihnya berat badan memiliki resiko flat foot 23,116 lebih besar dibandingkan berat badan normal atau kurang.
ABSES BEZOLD AKIBAT OTITIS MEDIA DENGAN MASTOIDEKTOMI RADIKAL DAN INSISI DRAINASE : SEBUAH LAPORAN KASUS Tanujaya, Cyntia; Santiago, Ivan; Surya, Guntur; Wahyuni, Octavia Dwi
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 9 No. 3 (2025): DESEMBER 2025
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v9i3.51357

Abstract

Abscess Bezold, pertama kali dijelaskan pada tahun 1881 oleh Dr. Friedrich Bezold, merupakan komplikasi langka namun serius dari otitis media kronis yang terjadi akibat perforasi dan infeksi prosesus mastoideus, umumnya disebabkan oleh bakteri aerob dan anaerob. Kondisi ini ditandai dengan gejala nyeri leher, otalgia, otore, kehilangan pendengaran, dan pembengkakan di sekitar mastoid. Pengenalan dini dan penanganan cepat sangat penting untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa, seperti mediastinitis dan infeksi intrakranial. Laporan ini memaparkan kasus seorang anak laki-laki berusia 7 tahun yang mengembangkan abses Bezold setelah mengalami riwayat keluarnya cairan telinga kronis dan gangguan pendengaran selama satu tahun akibat trauma dengan cotton bud. Pasien hadir dengan pembengkakan yang membesar dan nyeri di belakang telinga kanan serta leher lateral, disertai otore berbau tidak sedap. Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda peradangan, kerak, nyeri tekan, serta membran timpani yang perforasi. Pemeriksaan computed tomography (CT) menunjukkan destruksi tulang mastoid dengan pembentukan abses yang meluas ke daerah leher. Kasus ini menekankan pentingnya mempertimbangkan abses Bezold sebagai diagnosis diferensial pada pasien otitis media kronis yang disertai pembengkakan dan nyeri leher. Pencitraan, khususnya CT scan, berperan penting dalam memastikan diagnosis dan menilai luasnya infeksi. Drainase bedah dini dikombinasikan dengan terapi antibiotik yang tepat sangat penting untuk mencegah komplikasi berat dan mencapai hasil yang baik.
BEDAH FLAP KONJUNGTIVA SEBAGAI TATALAKSANA ALTERNATIF PADA PERFORASI ULKUS KORNEA : LAPORAN KASUS Santiago, Ivan; Tanujaya, Cyntia; Juwita, Oktarina Nila; Wahyuni, Octavia Dwi
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 9 No. 3 (2025): DESEMBER 2025
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v9i3.51363

Abstract

Secara global, sekitar 39 juta orang mengalami kebutaan dan 246 juta mengalami gangguan penglihatan sedang hingga berat, dengan sekitar 80% kasus sebenarnya dapat dicegah. Kelainan kornea menyumbang sekitar 5,1% penyebab kebutaan di dunia, dan salah satu penyebab tersering adalah ulkus kornea infeksius yang memerlukan penanganan cepat dan tepat untuk mencegah komplikasi serius. Prosedur conjunctival flap (Gundersen) merupakan salah satu pilihan bedah untuk ulkus yang tidak responsif terhadap terapi medis karena mampu melindungi permukaan kornea dan mendukung penyembuhan. Seorang laki-laki Jawa berusia 59 tahun datang dengan keluhan nyeri hebat, fotofobia, dan discharge purulen pada mata kiri setelah trauma okular satu bulan sebelumnya, dengan riwayat diabetes melitus tidak terkontrol, hipertensi, serta operasi katarak. Pemeriksaan menunjukkan ulkus kornea perforasi sentral berukuran besar dengan dasar nekrotik dan kekeruhan kornea, sehingga dilakukan total conjunctival flap. Perbaikan awal tampak pascaoperasi, namun pada kontrol lanjutan terjadi pelepasan flap yang menyebabkan kekambuhan gejala dan akhirnya memerlukan tindakan eviserasi karena prognosis visual yang buruk. Ulkus kornea sendiri ditandai oleh defek epitel yang menyebabkan nekrosis stroma, umumnya akibat infeksi bakteri, dan prosedur conjunctival flap diindikasikan pada ulkus yang tidak sembuh atau mengalami perforasi karena dapat memberikan perlindungan permukaan serta mengurangi nyeri, meskipun komplikasi seperti pelepasan flap dapat terjadi. Walaupun penatalaksanaan pada kasus ini tidak berhasil, berbagai studi melaporkan tingkat keberhasilan anatomi lebih dari 70% pada tindakan conjunctival flap. Secara keseluruhan, conjunctival flap tetap menjadi pilihan terapi yang sederhana, efektif, dan ekonomis untuk menangani ulkus kornea refrakter, terutama di daerah dengan keterbatasan sumber daya.