ABSTRAK Inisiatif pengabdian masyarakat ini dilakukan di Desa Kamasan, Klungkung, Bali, yang terkenal dengan kerajinan uang kepeng namun menghadapi tantangan terhadap keberlanjutan dan infrastruktur kewirausahaan yang terbatas. Program ini bertujuan mengembangkan entrepreneurial behavior di kalangan pengrajin uang kepeng melalui peningkatan kapasitas inovasi, respons terhadap pasar, dan praktik bisnis berkelanjutan. Dengan menggunakan model penelitian tindakan partisipatif pada 11 pengrajin, program ini melibatkan mereka dalam semua tahap identifikasi masalah, pengembangan solusi, dan evaluasi perilaku. Tiga tahap implementasi, yakni penilaian awal, lokakarya peningkatan kapasitas, dan penilaian akhir, dirancang untuk membangun kompetensi kewirausahaan. Pelatihan terstruktur berfokus pada pengembangan ide, promosi, dan realisasi, dengan umpan balik berkelanjutan untuk perbaikan iteratif. Hasilnya menunjukkan peningkatan signifikan dalam enam indikator kewirausahaan, terutama dalam menghasilkan ide hijau baru yang menandakan peningkatan inovasi dan kesadaran lingkungan. Meskipun ada sedikit variabilitas pada skor promosi ide, data mengonfirmasi efektivitas program. Analisis demografis menunjukkan dominasi peserta pria yang lebih tua, menyoroti kesenjangan generasi dan gender. Program ini berkontribusi pada pemberdayaan masyarakat dan pengembangan teori kewirausahaan yang berakar pada budaya. Kata kunci: Membangun; entrepreneurial behavior; uang kepeng; pengrajin; kamasan. ABSTRACTThis community service initiative was conducted in Kamasan Village, Klungkung, Bali, which is renowned for its uang kepeng craft but faces challenges regarding sustainability and limited entrepreneurial infrastructure. The program aimed to develop entrepreneurial behavior among uang kepeng craftsmen through enhancing their capacity for innovation, market responsiveness, and sustainable business practices. Using a participatory action research model with 11 craftsmen, the program involved them in all stages of problem identification, solution development, and behavioral evaluation. Three implementation stages—pre-assessment, capacity-building workshops, and post-assessment—were designed to build entrepreneurial competencies. Structured training focused on idea development, promotion, and realization, with continuous feedback for iterative improvements. The results showed a significant improvement in six entrepreneurial indicators, particularly in generating new green ideas, indicating increased innovation and environmental awareness. Although there was slight variability in idea promotion scores, the data confirmed the program's effectiveness. The demographic analysis showed the dominance of older male participants, highlighting generational and gender gaps. This program contributed to community empowerment and the development of entrepreneurship theory rooted in culture. Keywords: Constructing; entrepreneurial behavior; uang kepeng; craftsmen; kamasan.