Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Kesenjangan Hukum Perkawinan Beda Agama Pasca SEMA Nomor 2 Tahun 2023 (Studi Kasus Penetapan Nomor 423.Pdt.P/2023/PN.Jkt.Utr.) Darma Suputra, Gede Ngurah; Dewi, Vidia Nastiti; Maharani, Putu Arbi Regina; Rahmadani, Firdausi Nuzula; Damayanti, Silvia
Belom Bahadat Vol 14 No 2 (2024): Jurnal Belom Bahadat Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/bb.v14i2.1214

Abstract

Abstrak Perkawinan merupakan ikatan antara seorang pria dan seorang wanita yang bertujuan membentuk sebuah rumah tangga yang bahagia, harmonis, saling mendukung, dan melengkapi satu sama lain. Di Indonesia, pernikahan bisa menjadi kompleks ketika pasangan berasal dari agama atau keyakinan yang berbeda. Pada 17 Juli 2023, Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2023 yang melarang pengadilan untuk menyetujui permohonan pencatatan pernikahan antar-umat yang berbeda agama. Namun, Pengadilan Negeri Jakarta Utara justru menerima permohonan tersebut dalam register perkara nomor 423/Pdt.P/2023/Pn Jkt.Utr. Hal tersebut menunjukkan kesenjangan antara apa yang seharusnya terjadi (das sollen) dan kenyataan yang ada (das sein). Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif, mengkaji teori-teori, konsep-konsep, serta peraturan perundang-undangan terkait. SEMA sebenarnya ditujukan untuk mengawasi hakim, namun kekuatannya dalam konteks spesifik suatu kasus bisa berbeda. Hakim tetap memiliki wewenang untuk menafsirkan SEMA sesuai dengan konteks kasus yang dihadapi. Penetapan Pengadilan, seperti dalam kasus nomor 423/Pdt.P/2023/Pn Jkt.Utr., dapat dianggap sebagai putusan pengadilan yang bersifat final. Dalam kasus tersebut, para pemohon diberikan izin untuk mencatatkan pernikahan beda agama di kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jakarta Utara. Kata Kunci: Kesenjangan Hukum, Perkawinan, Beda Agama
Political Exclusion and Disenfranchisement in the Electoral Systems of India and Israel under International Human Rights Standards Rahmadani, Firdausi Nuzula; Jumantoro, Tegar Raffi Putra
Journal of Progressive Law and Legal Studies Том 3 № 03 (2025): Journal of Progressive Law and Legal Studies
Publisher : PT. Riset Press International

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59653/jplls.v3i03.1816

Abstract

This study investigates the institutionalization of political exclusion and electoral disenfranchisement in India and Israel, two states that claim adherence to democratic norms while systematically excluding specific populations from political participation. Drawing on a normative legal approach, this paper analyzes how domestic legislation, particularly India's Citizenship Amendment Act (CAA) and National Register of Citizens (NRC), as well as Israel's Nation-State Law, creates legal frameworks that contradict international human rights standards. Using statute, conceptual, and comparative approaches, the research evaluates the extent to which these legal instruments undermine the principles of universal suffrage and non-discrimination as outlined in the ICCPR and UDHR. The findings reveal that both states employ legalistic mechanisms, whether through administrative verification processes or territorial segmentation, to disenfranchise ethnic and religious minorities under the guise of lawful governance. This practice not only erodes the integrity of electoral democracy but also highlights a legitimacy gap between national legal systems and international normative expectations. The study emphasizes the urgency of confronting “authoritarian legalism” in democratic regimes, which often escape international accountability. Although limited by its reliance on secondary data and absence of empirical fieldwork, this paper contributes to the global discourse on electoral justice by exposing how law can be weaponized to suppress political inclusion. Future research should explore the lived impacts of disenfranchisement and assess how international bodies can strengthen enforcement of electoral rights. Ultimately, genuine democracy cannot exist where the right to vote is selectively granted, and legal systems are used to sustain structural exclusion.
Analisis Kerangka Regulasi Asset Forfeiture dalam Mengakhiri Praktik Impunitas Korupsi: Studi Komparasi dengan Negara Singapura, Inggris, dan Thailand Jumantoro, Tegar Raffi Putra; Satya, Renhaddwi Mahadana; Rahmadani, Firdausi Nuzula
Jurnal Inspektorat Vol. 1 No. 1 (2025): Jurnal Inspektorat
Publisher : Inspektorat Kabupaten Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.64527/inspektorat.v1i1.10

Abstract

Permasalahan pemberantasan korupsi di Indonesia masih dihadapkan pada lemahnya efektivitas regulasi dan penegakan hukum, khususnya dalam pemulihan aset hasil korupsi. Meskipun Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PERAMPASAN ASET) telah lama diusulkan sebagai instrumen hukum untuk mengatasi persoalan ini, hingga kini regulasi tersebut belum disahkan. Ketidakpastian hukum ini menghambat upaya pemulihan aset negara dan memperlemah efek jera bagi pelaku korupsi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan komparatif. Data dikumpulkan melalui studi pustaka terhadap regulasi, doktrin hukum, dan penelitian terdahulu. Analisis dilakukan secara kualitatif dengan metode induktif untuk mengidentifikasi tantangan serta peluang penerapan regulasi ini di Indonesia. Temuan penelitian menunjukkan bahwa absennya peraturan khusus perampasan aset tanpa pemidanaan di Indonesia menjadi kendala utama dalam efektivitas pengembalian aset negara. Penelitian ini merekomendasikan pengesahan regulasi yang memungkinkan perampasan aset tanpa putusan pidana, penguatan kerja sama internasional dalam pemulihan aset, serta pembentukan lembaga khusus untuk mengelola aset hasil kejahatan. Rekomendasi ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi dan pemulihan keuangan negara secara lebih optimal.