p-Index From 2020 - 2025
1.037
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Borobudur Janus Amerta
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Representasi Dewa Surya dalam Bentuk Arca di Jawa Surya, Pratama Dharma
JANUS Vol 2 No 2 (2024): Edition 2
Publisher : Department of Archaeology, Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/janus.13222

Abstract

The depiction of the deities in sculptural form was an important aspect of Hindu-Buddha cultural development in the Nusantara from the fifth to the sixteenth centuries. Sculptures of the Surya deity are among the archaeological finds reflecting this cultural influence, especially in Java. This study explores the representation of the Surya deity through a literature review, observations, and descriptive-comparative analysis of seven sculptures found in the administrative regions of East Java, Central Java, and the Special Region of Yogyakarta. This study uses iconographic approach, and the results show that sculptures of Surya deity are characterized by distinctive iconographic features, such as hands in varadahastamudra and/or holding lotus flowers, sitting cross-legged on a lotus pedestal, or standing/sitting on a chariot drawn by seven horses. These representations reflect symbolic concepts associated with fertility, health, and balance in the lives of past societies. This study highlights the iconographic features and symbolic role of Surya deity sculptures as an integral part of Java’s archaeological landscape. === Penggambaran tokoh dewata dalam bentuk arca merupakan bagian penting dari perkembangan kebudayaan Hindu-Buddha di Nusantara pada abad ke-5 hingga ke-16 Masehi. Arca Dewa Surya merupakan salah satu temuan arkeologis yang mencerminkan pengaruh kebudayaan tersebut, terutama di Jawa. Penelitian ini membahas representasi Dewa Surya berdasarkan studi pustaka, observasi, dan analisis deskriptif-komparatif terhadap tujuh arca yang ditemukan di wilayah administratif Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan ikonografis dan hasilnya menunjukkan bahwa arca Dewa Surya digambarkan dengan ciri ikonografis khas, seperti tangan bersikap varadahastamudra dan/atau memegang bunga teratai, sikap duduk bersila di atas teratai, atau sikap berdiri/duduk di atas kereta yang ditarik oleh tujuh ekor kuda. Representasi ini mencerminkan konsep simbolis yang terkait dengan kesuburan, kesehatan, dan keseimbangan dalam kehidupan masyarakat masa lalu. Penelitian ini memberikan gambaran tentang ciri ikonografis arca Dewa Surya dan peran simbolisnya di Jawa.
Strategi Komunikasi dan Promosi Wisata Edukasi untuk Pengelolaan Candi Muara Takus Surya, Pratama Dharma
Jurnal Konservasi Cagar Budaya Vol. 18 No. 2 (2024): Jurnal Konservasi Cagar Budaya
Publisher : Balai Konservasi Borobudur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v18i2.338

Abstract

Komunikasi dan promosi warisan budaya menjadi salah satu bentuk manajemen warisan budaya yang penting saat ini. Rancangan dan penerapannya perlu dipersiapkan dan diimplementasikan dengan baik agar membawa dampak positif bagi objek arkeologis yang dikelola. Salah satu bentuk manajemen yang dapat diajukan adalah merancang kegiatan wisata edukasi di Candi Muara Takus. Kajian ini bertujuan untuk memberikan opsi manajemen komunikasi dan promosi warisan budaya yang dapat diterapkan di Indonesia. Kajian ini menggunakan pendekatan interdisipliner yang menggabungkan prinsip-prinsip komunikasi, pemasaran, dan pendidikan. Proses perancangan kajian ini mempertimbangkan multiple intelligence, generic learning outcomes, dan pendekatan 7 Ps sebagai landasan dasar untuk mempersiapkan segala bentuk kegiatan dan elemen-elemen terkait lainnya. Hasil kajian menunjukkan bahwa rancangan wisata edukasi di Candi Muara Takus berpotensi untuk dikembangkan agar dapat menumbuhkan minat pengunjung dalam memahami dan menghargai warisan budaya Indonesia secara langsung. Rancangan ini juga menjadi upaya yang komprehensif dan berkelanjutan dalam mengenalkan serta memperkuat kesadaran akan pentingnya warisan budaya dan keberagaman budaya Indonesia di kalangan generasi muda. Dengan demikian, penerapan kegiatan wisata edukasi ini dapat menjadi salah satu strategi efektif dalam manajemen komunikasi dan promosi warisan budaya, yang tidak hanya memberikan pengalaman edukatif bagi pengunjung, tetapi juga mendukung pelestarian dan peningkatan apresiasi terhadap warisan budaya bangsa.
Pemanfaatan Konsep Pentahelix dan Pengoptimalan Sistem Drainase sebagai Upaya Penanganan Banjir di Situs Keraton Kaibon Surya, Pratama Dharma; Nabila, Kharisma; Nisa, Resty Khairul; Zein, Yasmin Shafitri
JANUS Vol 1 No 2 (2023): Edition 2
Publisher : Department of Archaeology, Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/janus.10128

Abstract

The Kaibon Palace Cultural Heritage Site is one of the palaces built during the Kesultanan Banten era. It was constructed in 1815 AD. In 1832 AD, the palacewas destroyed by the Dutch East Indies government However, the remains of the palace buildings still exist. These relics have significant value as witnesses of cultural development and the history of Islam in Banten. The purpose of this study is to identify the causes of flooding at the Kaibon Palace and find solutions to these problems. The research method is conducted online through literature study, virtual observation, and qualitative data analysis. The results show that the flooding problem is caused by the process of shallowing of canals and rivers. This occurs, among other things, a lack of concern for the situation of the various stakeholders. this study recommends that the flood problems in the Kaibon Palace can be overcome by utilizing the pentahelix concept and optimizing the drainage system. Utilization of the pentahelix concept is carried out through an active role of the government, academics, business people, community, and media. Optimization of the drainage system is carried out by revitalising the old drainage system and building a new proper drainage system. These recommendations have the potential to be implemented as a consideration in maintaining and preserving the Kaibon Palace in order to create a site area and surrounding environment that is free from the threat of flood disasters and is beneficial for the community. === Situs Cagar Budaya Keraton Kaibon merupakan salah satu keraton peninggalan masa Kesultanan Banten yang dibangun pada tahun 1815 M. Kompleks bangunan ini dihancurkan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1832 M. Meskipun demikian, masih ditemukan sisa-sisa bangunan keraton yang memiliki nilai penting sebagai bukti perkembangan kebudayaan dan pengaruh Islam di Banten. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab banjir pada Keraton Kaibon dan mencari solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pengeumpulan data dilakukan secara daring melalui studi literatur dan observasi virtual, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan masalah banjir lebih disebabkan oleh proses pendangkalan kanal dan sungai. Keadaan ini diakibatkan antara lain sikap kurang peduli dari berbagai pihak pengampu kepentingan. Hasil analisis data merekomendasikan penanganan permasalahan banjir di Keraton Kaibon dapat diatasi dengan pemanfaatan konsep pentahelix dalam pengoptimalan sistem drainase. Pemanfaatan konsep pentahelix dilakukan melalui peran aktif antara pihak pemerintah, akademisi, pelaku bisnis, komunitas, dan media. Pengoptimalan sistem drainase dilakukan dengan memperbarui dan membangun sistem drainase yang layak guna. Rekomendasi tersebut berpotensi diterapkan sebagai pertimbangan dalam menjaga dan melestarikan Keraton Kaibon guna menciptakan kawasan situs dan lingkungan sekitarnya yang bebas dari ancaman bencana banjir dan bermanfaat bagi masyarakat.
Konsep Arkeologi Eksperimental sebagai Opsi Rencana Pengelolaan Warisan Budaya Berbasis Masyarakat: Studi Kasus Candi Morangan Surya, Pratama Dharma
AMERTA Vol. 43 No. 1 (2025)
Publisher : Penerbit BRIN (BRIN Publishing)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55981/amt.2025.5747

Abstract

Abstract.Experimental Archaeology Concept in the Cultural Heritage Management of Morangan Temple Site in Sleman Regency. Cultural heritage holds significant value that must be managed properly to benefit current society and be passed on to future generations. Morangan Temple, located in Sleman Regency, has great potential to be developed into an attractive educational tourism destination. This study aims to design a cultural heritage management plan by adopting an experimental archaeology approach. Experimental archaeology involves reconstructing and testing buildings, technologies, artifacts, and past environmental contexts based on archaeological evidence to understand their structures, functions and uses in the past. Integrating experimental archaeology into the community-based management model can broaden perspectives, enrich educational experiences, and ensure meaningful community involvement in cultural preservation. The research methods include field observation at the Candi Morangan Temple site and surrounding areas, literature review on cultural heritage management and experimental archaeology, and analysis of secondary data related to the site. The results indicate that incorporating experimental archaeology can enhance public understanding of history and culture while promoting active participation in heritage conservation. The proposed management plan involves developing an interactive interpretation center, utilizing digital technologies, and creating educational tourism routes. It also includes hands-on visitor activities such as structure reconstruction, excavation simulations, and artifact observation. This integration is expected to transform Morangan Temple into a sustainable center for learning and tourism, reinforcing local cultural identity and supporting community economic growth. Keywords: Morangan Temple, Experimental Archaeology, Cultural Heritage Management, Educational Tourism, Sleman Regency   Abstrak. Warisan budaya memiliki nilai penting yang perlu dikelola dengan tepat agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat saat ini dan diwariskan kepada generasi mendatang. Candi Morangan yang berada di Kabupaten Sleman memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata edukasi yang menarik. Tujuan penelitian ini adalah merancang pengelolaan warisan budaya dengan mengadopsi pendekatan arkeologi eksperimental. Arkeologi eksperimental merupakan pendekatan arkeologi melalui rekonstruksi dan pengujian bangunan, teknologi, benda, dan konteks lingkungan masa lalu berdasarkan bukti arkeologi untuk memahami struktur, fungsi, dan penggunaannya di masa lalu. Pengintegrasian arkeologi eksperimental dalam rencana pengelolaan warisan budaya berbasis masyarakat dapat menjadi langkah penting untuk memperluas wawasan, memperkaya pengalaman, dan menjaga keterlibatan masyarakat dalam upaya melestarikan warisan budaya yang dimiliki. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi observasi terhadap Candi Morangan dan lingkungannya, studi literatur terkait pengelolaan warisan budaya dan arkeologi eksperimental, dan dilanjutkan analisis data sekunder yang berhubungan dengan Candi Morangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengintegrasian arkeologi eksperimental dalam pengelolaan Candi Morangan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap sejarah dan budaya, serta mendorong partisipasi aktif mereka dalam pelestarian warisan budaya. Rencana pengelolaan yang diusulkan mencakup pengembangan pusat interpretasi interaktif, pemanfaatan teknologi, dan jalur wisata edukatif. Selain itu, kegiatan arkeologi eksperimental seperti rekonstruksi struktur, simulasi penggalian, dan observasi artefak akan menjadi bagian dari pengalaman wisata. Integrasi ini diharapkan dapat menjadikan Candi Morangan sebagai pusat pembelajaran dan wisata berkelanjutan yang memperkuat identitas budaya lokal dan mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat. Kata Kunci: Candi Morangan, Arkeologi Eksperimental, Pengelolaan Warisan Budaya, Wisata Edukasi, Kabupaten Sleman
RELIEF DAN STRUKTUR STUPA CANDI BOROBUDUR DITINJAU SECARA ARKEOASTRONOMI Nabila, Kharisma; Surya, Pratama Dharma; Wirawan, Mahbubi Satria Agusti; Nisa, Resty Khairul; Nugrahani, Djaliati Sri
AMERTA Vol. 40 No. 2 (2022)
Publisher : Penerbit BRIN (BRIN Publishing)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55981/amt.2022.42

Abstract

Relationship between components of the Borobudur Temple and relative position of the stars in the universe. Archeoastronomy is a multidisciplinary study of the understanding of astronomical objects in the sky based on cultural relics. This article aims to understand the relationship between Borobudur Temple and archeoastronomy aspects. This study uses an archeoastronomical approach by calculating astronomical data related to star clusters and constellations. Research methods are carried out offline and online through literature studies, observations, and data analysis. The results of this study show that the reliefs of Borobudur Temple based on the Sudhana story on the Gandavyuha reliefs have a relationship with the relative position of the stars in the universe. This is shown through the depiction of seven small spheres interpreted as the pleiades star cluster. Another component relationship, is therelationship between the 72 stupas of Borobudur Temple and the solstice and the use of the Pleiades star cluster by the ancient people of Borobudur as a marker of the seasonal system.