Tourism in the Parangkusumo Beach area of Yogyakarta presents positive opportunities and negative social challenges. This study reviews how the growth of tourism, alongside local cultural practices, has coincided with the emergence of prostitution in the area, creating a complex dilemma for the community and policymakers. Using a qualitative descriptive approach, the research draws on literature, observation, and documentation to examine the interplay between tourism development, local regulations enforcement, and various actors' political interests. The findings indicate that while prostitution provides economic benefits for marginalized local people, it also conflicts with legal norms and is influenced by political dynamics and law enforcement practices. This paper discusses the implications of these findings for regional policy and community welfare. Pengembangan pariwisata di kawasan Pantai Parangkusumo, Yogyakarta, tidak hanya menawarkan peluang positif, tetapi juga memunculkan tantangan sosial yang signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah bagaimana pertumbuhan sektor pariwisata yang berdampingan dengan praktik budaya lokal turut berkontribusi pada munculnya praktik prostitusi di wilayah tersebut, sehingga menimbulkan dilema kompleks bagi masyarakat dan pembuat kebijakan. Dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, penelitian ini mengandalkan studi literatur, observasi, dan dokumentasi untuk mengungkap dinamika antara pembangunan pariwisata, penegakan peraturan daerah, serta kepentingan politik berbagai aktor terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun praktik prostitusi memberikan keuntungan ekonomi bagi kelompok masyarakat lokal yang terpinggirkan, keberadaannya bertentangan dengan norma hukum dan dipengaruhi oleh dinamika politik serta efektivitas penegakan hukum. Temuan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perumusan kebijakan daerah yang lebih responsif dan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.