Andrean, Muhammad Fadhil
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENGARUH PENUNDAAN PERSIDANGAN TERHADAP KEADILAN RESTORATIF DALAM KASUS PIDANA RINGAN Andrean, Muhammad Fadhil
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 9 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v6i9.6374

Abstract

Trial delays are one of the most common issues in the Indonesian criminal justice system. In the context of minor criminal cases, these delays often impact the rights of defendants and victims, as well as affecting the achievement of restorative justice which aims to restore relations between the parties involved. This article aims to analyze the effect of trial delays on efforts to achieve restorative justice in minor criminal cases. The method used in this writing is the normative juridical method, namely by analyzing applicable legal rules, legal doctrines, and related court decisions relating to restorative justice and trial postponement procedures in the Criminal Procedure Code. The analysis shows that the postponement of trial in minor criminal cases often hampers the achievement of restorative justice. This is due to the disruption of the mediation and reconciliation process between defendants and victims, as well as increased legal uncertainty for the parties. This article concludes that there is a need to improve regulations and implement the principles of speedy and efficient trials to ensure the implementation of restorative justice in minor criminal cases. Penundaan persidangan merupakan salah satu isu yang sering terjadi dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Dalam konteks kasus pidana ringan, penundaan ini sering kali berdampak pada hak-hak terdakwa dan korban, serta mempengaruhi pencapaian keadilan restoratif yang bertujuan untuk memulihkan hubungan antara pihak-pihak yang terlibat. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penundaan persidangan terhadap upaya pencapaian keadilan restoratif dalam kasus pidana ringan. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis normatif, yaitu dengan menganalisis aturan hukum yang berlaku, doktrin hukum, serta putusan pengadilan terkait yang berkaitan dengan keadilan restoratif dan prosedur penundaan persidangan dalam KUHAP. Hasil analisis menunjukkan bahwa penundaan persidangan dalam kasus pidana ringan sering kali menghambat tercapainya keadilan restoratif. Hal ini disebabkan oleh terganggunya proses mediasi dan rekonsiliasi antara terdakwa dan korban, serta meningkatnya ketidakpastian hukum bagi para pihak. Artikel ini menyimpulkan bahwa diperlukan perbaikan regulasi dan penerapan prinsip persidangan yang cepat dan efisien guna memastikan terlaksananya keadilan restoratif dalam kasus pidana ringan.
ANALISIS KASUS PENGAKUAN CHINA ATAS WILAYAH LAUT CHINA SELATAN MENURUT UNCLOS 1982 YANG MELIBATKAN HUKUM INTERNASIONAL DAN NASIONAL Andini, Mutiara Nefa; Ridev, Ghania Khalisa; Putri, Rachelya; Henandi, Aqilla Nada; Vesca H., Lusya Najwa; Andrean, Muhammad Fadhil; Putra, Dhaffa Hosya; Septaria, Ema
Jurnal Hukum Ius Publicum Vol 6 No 1 (2025): Jurnal Hukum Ius Publicum
Publisher : LPPM Universitas Doktor Husni Ingratubun Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55551/jip.v6i1.270

Abstract

Penelitian ini menganalisis pengakuan Tiongkok atas wilayah Laut China Selatan dalam konteks hukum internasional dan hukum nasional, khususnya mengacu pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982). Metodologi yang digunakan meliputi analisis hukum, studi kasus, dan studi literatur, dengan fokus pada dokumen hukum utama seperti UNCLOS 1982 dan putusan Mahkamah Arbitrase dalam sengketa Filipina vs. Tiongkok. Temuan penelitian menunjukkan bahwa Sengketa Laut Natuna antara Indonesia dan China, yang didorong oleh klaim sepihak China atas wilayah tersebut dalam "Nine Dash Line," Indonesia, sebagai negara yang telah meratifikasi UNCLOS melalui Undang-Undang No. 17 Tahun 1985. Dalam beberapa kasus, Filipina memilih untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Arbitrase Internasional (Permanent Court of Arbitration), yang menghasilkan putusan yang mendukung Filipina dan menolak klaim China berdasarkan "nine-dash line" sebagai tidak sah menurut UNCLOS. Sebaliknya, Indonesia tidak membawa sengketanya ke pengadilan internasional, melainkan lebih memilih penyelesaian damai melalui mediasi sambil tetap menolak klaim China secara sepihak. Negara-negara yang terlibat dalam sengketa maritim harus memperkuat kerangka hukum nasional mereka agar sejalan dengan kewajiban internasional, terutama dalam mematuhi ketentuan UNCLOS.