Perkembangan teknologi informasi, terutama melalui platform e-commerce, telah mengubah cara manusia bertansaksi dengan memungkinkan terjadinya transaksi lintas batas negara. Fenomena ini menciptakan paradigm baru dalam perdagangan global, di mana batasan geografis tidak lagi menjadi hambatan utama. Berdasarkan sata UNCTAD, transaksi elektronik lintas batas negara pada 2019 mencapai US$ 26,7 triliun, sekitar 30% dari PDB dunia, dengan pertumbuhan signifikan di Indonesia. Pertumbuhan ini didorong oleh penetrasi internet yang semakin luas, peningkatan literasi digital, dan kemudahan akses terhadap platform perdagangan elektronik, yang didukung oleh inovasi dalam sistem pembayaran digital dan logistic internasional. Namun, dinamika ini juga menghadirkan berbagai model bisnis baru yang semakin kompleks, seperti marketplace global, dropshipping, dan sistem fulfillment lintas negara, yang memelurkan regulasi yang adaptif. Meski membawa kemudahan, transaksi elektronik lintas batas negara menimbulkan tantangan hukum yang signifirikan, termasuk perbedaan sistem hukum antar negara, ketidak pastian yurisdiksi, dan kesulitan dalam penegakan hukum. perlindungan konsumen dalam konteks ini menjadi sangat penting, mengingat posisi konsumen yang lebih lemah dalam transaksi internasional. Di Indonesia, meskipun telah ada kerangka hukum speerti UU ITE, implementasinya masih menghadapi kendala, terutama terkait harmonisasi dengan hukum internasional dan penegakan hukum lintas batas, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perlindungan konsumen dalam transaksi e-commerce lintas batas negara dengan pendekatan yuridis normative, mengindentifikasi kesenjangan dalam sistem perlindungan yang ada, serta merumuskan rekomendasi untuk penguatan kerangka hukum yang lebih efektif dan adaptif.