Hazairin adalah pembaru hukum Islam di Indonesia yang memadukan antropologi dengan teori fikih klasik untuk memahami hukum Islam. Dia telah memberikan terobosan baru bagi pembentukan dan pengembangan hukum Islam sesuai dengan transformasi sosial, nilai keadilan, dan budaya masyarakat Indonesia terutama dalam hal Kewarisan. Hazairin menyatakan bahwa system kemasyarakatan yang terkandung dalam Alqur’an adalah sistem kemasyarakatan bilateral, dan karenanya sistem kewarisannya pun bercorak bilateral juga. Penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah penelitian hukum normatif (normative law research) yaitu menggunakan studi kasus hukum normatif berupa produk perilaku hukum, mengkaji hukum terkait sehingga terfokus pada inventarisasi hukum islam di Indonesia yaitu Pemikiran Hazairin Tentang Kewarisan. Hasil penelitian menunjukan bahwa Menurut Hazairin terdapat landasan telogis normatif yang menyatakan bahwa system kekeluargaan yang diinginkan Alquran adalah sistem bilateral, seperti dalam Alqur’an Surah An-Nisa ayat 22-24 bahwa tidak ada larangan melakukan perkawinan endogami, yakni kemungkinan menikah dengan satu klan atau satu marga (saudara sepupu), baik dari garis laki-laki maupun garis perempuan. Rujukan Hazairin dalam menetapkan ahli waris pengganti tidak lepas dari al-Qur‟an. Dimana beliau menetapkan ahli waris pengganti atau yang biasa dikenal dengan istilah mawali yaitu al-Qur’an surah An-Nisa ayat 33. Kalalah merupakan suatu keadaan kewarisan di mana seorang meninggal dan tidak ada baginya al-walad (anak atauketurunannya). Anak di sini berarti baik anak laki-laki atau anak perempuan dan mawali mereka.