Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Ambivalensi Ketakutan dalam Film Incantation, The Medium, dan Keramat: Kajian Penyimpangan Kenikmatan dan Korelasi Pada Abjek Profan Angesty, Chintya; Mukafi, Muhammad Hamdan
SAWERIGADING Vol 30, No 2 (2024): Sawerigading, Edisi Desember 2024
Publisher : Balai Bahasa Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/sawer.v30i2.1374

Abstract

Fear is a human mental experience often enjoyed as a release of adrenaline. People do not avoid horrors initially objectified as profane. Although this view persists, they are often unaware that they derive pleasure from what is considered “abnormal.” This study aims to explore the power of narrative in folk horror films, which plays a pivotal role in enabling audiences to derive aberrant pleasure from fear. Using a qualitative descriptive method, the research applies Julia Kristeva’s The Power of Horror and Adam Scovell’s folk horror theory. The formal object of analysis is abjection, while the material objects are three Asian folk horror films: Incantation (2022), The Medium (2021), and Keramat (2009). The findings reveal that these films allow viewers to experience horror and cruelty as something awe-inspiring. The admiration for fear, evoked by recollections of folk narratives, leaves a profound impression, making folk horror a medium that satisfies the human desire for superiority in mastering cruelty and fear. This study contributes to understanding Asian folk horror films, which are currently thriving in production due to their broad market appeal, rooted in Asia's rich mysticism.
Perspektif Utilitas Teknologi Digital dalam Ruang-Ruang Kebudayaan Kasepuhan Ciptagelar Dibandingkan dengan Perspektif Ruang Dunia Konvensional Angesty, Chintya; Mukafi, Muhammad Hamdan
Sosio-Didaktika: Social Science Education Journal Vol 11, No 2 (2024)
Publisher : Faculty of Education and Teacher Training, UIN (State Islamic University) Syarif Hidayatul

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sd.v11i2.40029

Abstract

Masyarakat adat seringkali dikaitkan dengan ketakutan terhadap teknologi dengan pandangan bahwa mereka merupakan sebuah komunitas yang berperan sebagai tonggak utama pelestari tradisi dan adat istiadat. Ketakutan tersebut datang karena mereka khawatir dengan datangnya teknologi akan membuat mereka melupakan kewajibannya untuk melestarikan tradisi. Di sisi lain, masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar telah berinovasi mengenai teknologi di lingkungan mereka. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis definisi teknologi sebagai budaya massa yang bergeser menjadi sebuah budaya yang justru dianggap adilihung bagi masyarakat adat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif-deskriptif dengan pendekatan teori ruang Sarah Upstone dan relativisme budaya Franz Boas. Penelitian dilakukan melalui sistem wawancara terbuka, studi pustaka terhadap kajian literatur mengenai Ciptagelar, dan menyaksikan video dokumenter. Hasil dari penelitian ini terbukti bahwa perspektif manusia dalam ruang yang berbeda dapat mengubah suatu definisi atau indikator tertentu yang diyakini sebagai inovasi budaya dan reduplikasi budaya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman empirik dan linimasa yang tidak sama dalam mengenal perkembangan teknologi yang dianggap sebagai budaya massa. Ketidakterukuran indikator mengenai inovasi itu sendiri menjadi sebuah bukti bahwa budaya tidak dapat dikarakterisasi dengan hanya menggunakan sudut pandang satu dunia, misal dunia konvensional saja. Karena suatu kebudayaan harus dilihat menggunakan konteks kebudayaan yang tepat berdasarkan di mana ruang tersebut berada dan seperti apa karakteristiknya. 
Sengkarut kemiskinan masyarakat desa dalam novel Aib dan Nasib karya Minanto Angesty, Chintya; Nurulhady, Eta Farmacelia; Waluyo, Sukarjo
Diglosia: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Vol 7 No 1 (2024)
Publisher : Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/diglosia.v7i1.914

Abstract

This research was carried out with the aim of analyzing (1) the structure of “Aib dan Nasib” with heuristic reding, (2) the village and its chaos in poverty according to Robert Chambers' view, and (3) the reasons why the village community experiences a chaotic life. This research was carried out using the literary sociology method with the help of the theory of poverty put forward by Robert Chambers and presented in a qualitative descriptive manner. This research is in the form of a literature study with the novel “Aib dan Nasib” as the main source or object of research. The results of this research prove that people in rural areas tend to experience poverty due to various factors such as proper poverty, helplessness, vulnerability in facing emergency situations, dependency, and alienation. People in villages also experience a messy life caused by the shackles of poverty that never escape. The tangled threads between events make their lives even more complicated because there is no way out that can be taken because of the limitations they have.
Perspektif Utilitas Teknologi Digital dalam Ruang-Ruang Kebudayaan Kasepuhan Ciptagelar Dibandingkan dengan Perspektif Ruang Dunia Konvensional Angesty, Chintya; Mukafi, Muhammad Hamdan
Sosio-Didaktika: Social Science Education Journal Vol. 11 No. 2 (2024)
Publisher : Sosio-Didaktika: Social Science Education Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sd.v11i2.40029

Abstract

Masyarakat adat seringkali dikaitkan dengan ketakutan terhadap teknologi dengan pandangan bahwa mereka merupakan sebuah komunitas yang berperan sebagai tonggak utama pelestari tradisi dan adat istiadat. Ketakutan tersebut datang karena mereka khawatir dengan datangnya teknologi akan membuat mereka melupakan kewajibannya untuk melestarikan tradisi. Di sisi lain, masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar telah berinovasi mengenai teknologi di lingkungan mereka. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis definisi teknologi sebagai budaya massa yang bergeser menjadi sebuah budaya yang justru dianggap adilihung bagi masyarakat adat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif-deskriptif dengan pendekatan teori ruang Sarah Upstone dan relativisme budaya Franz Boas. Penelitian dilakukan melalui sistem wawancara terbuka, studi pustaka terhadap kajian literatur mengenai Ciptagelar, dan menyaksikan video dokumenter. Hasil dari penelitian ini terbukti bahwa perspektif manusia dalam ruang yang berbeda dapat mengubah suatu definisi atau indikator tertentu yang diyakini sebagai inovasi budaya dan reduplikasi budaya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman empirik dan linimasa yang tidak sama dalam mengenal perkembangan teknologi yang dianggap sebagai budaya massa. Ketidakterukuran indikator mengenai inovasi itu sendiri menjadi sebuah bukti bahwa budaya tidak dapat dikarakterisasi dengan hanya menggunakan sudut pandang satu dunia, misal dunia konvensional saja. Karena suatu kebudayaan harus dilihat menggunakan konteks kebudayaan yang tepat berdasarkan di mana ruang tersebut berada dan seperti apa karakteristiknya.