Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Evolusi Estetika Dalam Seni Kuda Lumping: Studi Lapangan Kelompok Kesenian Jurang Blimbing Mukafi, Muhammad Hamdan; Prawita, Sasa Aqila Cahya
Anuva: Jurnal Kajian Budaya, Perpustakaan, dan Informasi Vol 8, No 3 (2024): September
Publisher : Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/anuva.8.3.313-326

Abstract

Kuda Lumping merupakan kesenian tradisional Nusantara yang menggabungkan antara tari, musik, dan unsur-unsur ritual dalam sebuah pertunjukkan yang khas dari masyarakat Jawa. Berkaitan dengan itu, terdapat sebuah transformasi yang menggabungkan unsur tradisi dan modernisasi oleh kelompok kesenian Kuda Lumping di Jurang Blimbing. Transformasi itu memantik lahirnya rumusan masalah yang perlu dikaji, yakni berkaitan dengan evolusi estetika yang dilakukan oleh kelompok kesenian Kuda Lumping du Jurang Blimbing. Penelitian ini bertujuan untuk mengulas evolusi estetika seni Kuda Lumping dari segi gerakan, tata rias, kostum, dan musik dalam konteks perkembangan zaman dan pengaruh globalisasi dengan melakukan studi lapangan di Kelompok Kesenian Jurang Blimbing. Untuk mengetahui hal itu, penelitian ini menggunakan metode observasi lapangan dan kajian pustaka berdasarkan perkembangan kesenian Kuda Lumping. Dengan metode tersebut, penelitian ini menggunakan analisis deskriptif-kualitatif dan mendapati perkembangan unsur-unsur estetika dari objek kajian. Ditemukanlah hasil yang menunjukkan bahwa gerakan dalam Kuda Lumping tidak hanya mengeksplorasi kekuatan fisik tetapi juga mengandung makna simbolis dalam maksud untuk menjaga nilai-nilai budaya dengan menyesuaikan ekspektasi penonton di zaman modern ini. Tata rias dan kostum telah mengalami perubahan desain yang lebih fleksibel guna meningkatkan performa penari dan memperluas apresiasi terhadap keindahan nilai kesenian ini. Musik dalam Kuda Lumping tetap menjadi jiwa pertunjukan terlepas adanya inovasi teknologi yang menghadirkan nuansa musik modern di dalamnya. Dengan demikian, evolusi estetik dalam Tari Kuda Lumping di Kelompok Kesenian Jurang Blimbing adalah sebuah usaha untuk mendekatkan diri pada semangat hati zaman tanpa menghilangkan representasi kultural dalamnya.
Cultural Acculturation and Sexual Education Reflections of Ketupat Jembut in Tegalsari City Semarang Mukafi, Muhammad Hamdan; Gwyneth Velodyne, Abigail Clarence
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 19, No 1: 2024
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.19.1.11-22

Abstract

It is common to hear the word Ketupat, especially when celebrating Eid al-Fitir after a month of fasting during Ramadan. In the Javanese Islamic tradition, Ketupat is often interpreted as a symbol of acknowledging mistakes and asking for forgiveness. Related to this, the people of Semarang City, especially the Tegalsari area, expanded the meaning of the Ketupat by giving birth to Ketupat Jembut. Looking at the name, previous studies on Ketupat that interpret it as a sacred and holy tradition also require further understanding, especially in finding the relationship between the sacred context and the taboo and vulgar in people's views. However, this study looks at how Muslim communities in various regions perform cultural acculturation and allow a positive view of it. By conducting interviews and direct observations of the Tegalsari community, this research found several positive perspectives on the birth and running of the Ketupat Jembut tradition. The meaning of these observations relates elements of myth, arbitrary, and epistemes that arise from something vulgar, but are related to the context of sexual education and sufism. The normalization of the word jembut leads to peace of heart and purity of soul as explained about the function of sufism in sexual education. Moreover, the finding of the name Ketupat jembut also intersects with the understanding of the honor of sexuality for women as subjects and men as participants. Keywords: Ketupat jembut,myths, arbitrary, epistemes, tasawuf, sexual education
Modal Kapital Pimpinan CV. Penerbit Lakeisha terhadap Terbitan Genre Buku Fiksi Tahun 2023 (Arena Produksi Kultural) Sholekah, Saskia Hasri; Mukafi, Muhammad Hamdan
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 19, No 2: 2024
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.19.2.18-26

Abstract

ABSTRACTThe object of this research is CV. Penerbit Lakeisha which was studied using 2 theories. Robert Escarpit's literary sociology theory as an umbrella theory in research and Bourdieu's cultural production arena theory as the core theory of analysis. This research is a qualitative method with data obtained through field research in the form of interviews, observation, and documentation. This research yields at least 3 results. First, the “power” arena of CV. Penerbit Lakeisha in the scope of Klaten district is one of the productive arenas in fighting over the legitimacy of works from writer agents. Second, the head of CV. Penerbit Lakeisha as the holder of power over all systems, has an accumulation of capital that will determine the decision to publish fiction books.Keywords: Arena of Cultural Production, Sociology of Literature, Distribution System, Capital, CV. Penerbit Lakeisha.
Post-Realitas dalam Perspektif Lokalitas Naratif Serta Mulia dan Catatan Tentang Ayah Mukafi, Muhammad Hamdan; Bela, Sofi Esa
Proceedings Series on Social Sciences & Humanities Vol. 20 (2024): Prosiding Pertemuan Ilmiah Bahasa & Sastra Indonesia (PIBSI XLVI) Universitas Muhamm
Publisher : UM Purwokerto Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/pssh.v20i.1378

Abstract

Karya sastra nyatanya tidak bisa lepas dari usaha untuk mempersepsikan pengetahun realitas ke dalam susunan narasinya. Hanya saja, usaha menarasikan ini kemudian menciptakan ruang ilusi yang muncul karena disebabkan oleh konstruksi imajinatif dari karya sastra itu sendiri. Adanya percepatan teknologi informasi yang membersamai proses dan publikasi kreatif kemudian menjadi awal kemunculan kompleksitas tentang bagaimana sastra mendefinisikan ulang suatu realitas untuk melahirkan konstruksi realitas baru. Kelahiran baru ini bersinggungan dengan ilusi yang kemudian melahirkan sebuah perspektif yang mempertanyakan kebenaran realitas kolektif, situasi post dalam narasi. Penelitian ini secara teoritis dan metodologis bermula pada pandangan Piliang tentang potret dunia yang dilahirkan oleh pengalaman manusia. Nietzcshe juga memandangnya sebagai kelahiran perspektif ilusi melalui narasi-narasinya. Temuan-temuan itu bermula dari usaha memandang post-realitas dalam lagu berjudul Serta Mulia karya Sal Priadi dan sebuah narasi puitik di kanal TikTok Ank dengan judul Catatan Tentang Ayah. Dengan melakukan observasi kontekstual, karya-karya tersebut mengindikasikan adanya konstruksi realita dari pengetahuan religius dan lokalitas yang dipercaya masyarakat secara kolektif. Karya-karya tersebut juga mengindikasikan adanya penciptaan realitas dari pengalaman imajinatif dan rangkaian ilusi. Kedua kelahiran baru ini sama-sama bertemu di sebuah persimpangan penciptaan kreasi sastra yang merefleksikan perspektif lokalitas melalui sarana penciptaan dan publikasi digital.
Problem Hierarki Kebutuhan pada Tokoh Agung dalam Novel Ingkar Karya Boy Candra: Kajian Psikologi Humanistik Abraham Maslow Prakoso, Rosaria Arum; Widyatwati, Ken; Mukafi, Muhammad Hamdan
Wicara: Jurnal Sastra, Bahasa, dan Budaya Vol 3, No 2: Oktober 2024
Publisher : Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/wjsbb.2024.24525

Abstract

Novel Ingkar karya Boy Candra mengangkat isu perselingkuhan dan pengkhianatan sebagai konflik utama. Agung sebagai salah satu tokoh utama digambarkan terjerumus dalam tindakan amoral. Kondisi ini diasumsikan terjadi karena adanya problem dalam memenuhi sejumlah kebutuhan dasar sehingga tidak mampu mencapai aktualisasi diri dalam hidupnya. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan struktur novel Ingkar dan problem pemenuhan hierarki kebutuhan yang dialami tokoh Agung. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan psikologi sastra. Teori yang digunakan adalah teori struktural dan teori psikologi humanistik Abraham Maslow. Hasil penelitian ini berupa (1) analisis struktur dalam novel Ingkar karya Boy Candra yang terdiri atas tema, tokoh dan penokohan, alur dan latar; dan 2) hierarki kebutuhan pada tokoh Agung menunjukkan bahwa meskipun kebutuhan fisiologis telah terpenuhi dengan baik, ditemukan adanya problem dalam pemenuhan kebutuhan di tingkat atasnya. Problem pemenuhan kebutuhan rasa aman disebabkan oleh perasaan cemas dan terancam akibat perundungan yang pernah dialami tokoh Agung dan pola asuh otoriter sang ibu yang terlalu mendominasi kehidupannya. Kebutuhan rasa cinta dan memiliki juga tidak terpenuhi karena ia dikucilkan oleh teman-temannya dan hubungan asmaranya tidak direstui. Kebutuhan akan penghargaan juga sulit terpenuhi karena adanya pandangan buruk dan kebencian sehingga ia selalu merasa rendah diri. Problem dalam pemenuhan kebutuhan dasar ini membuat tokoh Agung tidak dapat mengaktualisasikan dirinya sehingga kehidupannya mengarah pada pengambilan keputusan negatif dan tindakan amoral yang berujung pada penyesalan.
Perspektif Utilitas Teknologi Digital dalam Ruang-Ruang Kebudayaan Kasepuhan Ciptagelar Dibandingkan dengan Perspektif Ruang Dunia Konvensional Angesty, Chintya; Mukafi, Muhammad Hamdan
Sosio-Didaktika: Social Science Education Journal Vol 11, No 2 (2024)
Publisher : Faculty of Education and Teacher Training, UIN (State Islamic University) Syarif Hidayatul

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sd.v11i2.40029

Abstract

Masyarakat adat seringkali dikaitkan dengan ketakutan terhadap teknologi dengan pandangan bahwa mereka merupakan sebuah komunitas yang berperan sebagai tonggak utama pelestari tradisi dan adat istiadat. Ketakutan tersebut datang karena mereka khawatir dengan datangnya teknologi akan membuat mereka melupakan kewajibannya untuk melestarikan tradisi. Di sisi lain, masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar telah berinovasi mengenai teknologi di lingkungan mereka. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis definisi teknologi sebagai budaya massa yang bergeser menjadi sebuah budaya yang justru dianggap adilihung bagi masyarakat adat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif-deskriptif dengan pendekatan teori ruang Sarah Upstone dan relativisme budaya Franz Boas. Penelitian dilakukan melalui sistem wawancara terbuka, studi pustaka terhadap kajian literatur mengenai Ciptagelar, dan menyaksikan video dokumenter. Hasil dari penelitian ini terbukti bahwa perspektif manusia dalam ruang yang berbeda dapat mengubah suatu definisi atau indikator tertentu yang diyakini sebagai inovasi budaya dan reduplikasi budaya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman empirik dan linimasa yang tidak sama dalam mengenal perkembangan teknologi yang dianggap sebagai budaya massa. Ketidakterukuran indikator mengenai inovasi itu sendiri menjadi sebuah bukti bahwa budaya tidak dapat dikarakterisasi dengan hanya menggunakan sudut pandang satu dunia, misal dunia konvensional saja. Karena suatu kebudayaan harus dilihat menggunakan konteks kebudayaan yang tepat berdasarkan di mana ruang tersebut berada dan seperti apa karakteristiknya. 
Struktur Puisi dan Makna Kesempurnaan dalam Lirik Lagu “Pelukku Untuk Pelikmu” karya Fiersa Besari dan “Sempurna” karya Andra and The Backbone Roy, Arya; Purnomo, Mulyo Hadi; Mukafi, Muhammad Hamdan
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 20, No 1 (2025)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.20.1.69-79

Abstract

Abstract This study analyzes the structure and the meaning of perfection in the song lyrics “Pelukku untuk Pelikmu” by Fiersa Besari and “Sempurna” by Andra and the Backbone. The aim of this research is to reveal how the lyrical elements reflect the concept of perfection. The research approach employs Roman Ingarden's theory of normative strata, which consists of five layers: the sound layer, the meaning layer, the object layer, the world layer, and the metaphysical layer. In addition to Ingarden's theory, this study also applies Hewitt and Flett’s theory of perfectionism, which includes three dimensions: self-oriented, other-oriented, and socially prescribed perfectionism. The analysis shows that “Pelukku untuk Pelikmu” emphasizes acceptance of human imperfections through self-acceptance of one's partner. In contrast, “Sempurna” portrays an idealized view of a partner as a perfect figure, strengthening the emotional bond within the relationship. Both songs present different interpretations of perfection, yet both focus on the value of appreciation in human relationships. This study is expected to enrich the understanding of how perfection is perceived in literary works, particularly in song lyrics, and to contribute to the study of Roman Ingarden's normative strata analysis and the concept of perfectionism. Keywords: song lyrics, structural, perfection, perfectionism
Perspektif Utilitas Teknologi Digital dalam Ruang-Ruang Kebudayaan Kasepuhan Ciptagelar Dibandingkan dengan Perspektif Ruang Dunia Konvensional Angesty, Chintya; Mukafi, Muhammad Hamdan
Sosio-Didaktika: Social Science Education Journal Vol. 11 No. 2 (2024)
Publisher : Sosio-Didaktika: Social Science Education Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sd.v11i2.40029

Abstract

Masyarakat adat seringkali dikaitkan dengan ketakutan terhadap teknologi dengan pandangan bahwa mereka merupakan sebuah komunitas yang berperan sebagai tonggak utama pelestari tradisi dan adat istiadat. Ketakutan tersebut datang karena mereka khawatir dengan datangnya teknologi akan membuat mereka melupakan kewajibannya untuk melestarikan tradisi. Di sisi lain, masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar telah berinovasi mengenai teknologi di lingkungan mereka. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis definisi teknologi sebagai budaya massa yang bergeser menjadi sebuah budaya yang justru dianggap adilihung bagi masyarakat adat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif-deskriptif dengan pendekatan teori ruang Sarah Upstone dan relativisme budaya Franz Boas. Penelitian dilakukan melalui sistem wawancara terbuka, studi pustaka terhadap kajian literatur mengenai Ciptagelar, dan menyaksikan video dokumenter. Hasil dari penelitian ini terbukti bahwa perspektif manusia dalam ruang yang berbeda dapat mengubah suatu definisi atau indikator tertentu yang diyakini sebagai inovasi budaya dan reduplikasi budaya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman empirik dan linimasa yang tidak sama dalam mengenal perkembangan teknologi yang dianggap sebagai budaya massa. Ketidakterukuran indikator mengenai inovasi itu sendiri menjadi sebuah bukti bahwa budaya tidak dapat dikarakterisasi dengan hanya menggunakan sudut pandang satu dunia, misal dunia konvensional saja. Karena suatu kebudayaan harus dilihat menggunakan konteks kebudayaan yang tepat berdasarkan di mana ruang tersebut berada dan seperti apa karakteristiknya. 
Reinterpretasi "Sajak Anak Muda" Karya W.S.Rendra dalam Pementasan Lintasmedia Mukafi, Muhammad Hamdan; Al Faqih, Dinar Rizqy
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 18, No 2: 2023
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.18.2.44-59

Abstract

Literature is not always related to aesthetic texts only. In fact, literary texts are capable of transformation as a reinterpretation process is carried out on a work, such as the process of reinterpretation of a work, such as the performances that inspired the poem "Sajak Anak Muda" written by by W.S. Rendra. As a poet, Rendra has already interpreted the poem in the form of performance of his poem. Because of the ability of the poem to an era beyond the time it was written, it is not surprising that Emhaf and Gazebo Theater also reinterpreted and created new nuances to the poem. The new nuances that are present are questioned as a reception that is realized in the form of a theatrical performance. Furthermore, the ability of reception that presents a new interpretation is also examined to what extent it is able to be present in the space and time of the poem. Also, to what extent it is able to exist in a time and space that exceeds the time when the poem was written. Thus, a continuous effect is born that looks at how the poem is perceived. Emhaf and Gazebo Theater re-represent the educational context that developed from the poem of the poem "Sajak Anak Muda" by W.S. Rendra.Sastra tidak selalu berkaitan dengan teks estetik saja. Nyatanya, teks sastra mampu bertransformasi sebagaimana proses reinterpretasi dilakukan terhadap suatu karya, seperti pertunjukan-pertunjukan yang mengilhami puisi “Sajak Anak Muda” yang ditulis oleh W.S. Rendra. Sebagai penyair, Rendra sudah pernah melakukan interpretasi dalam bentuk pementasan terhadap puisi karyanya tersebut. Oleh sebab kemampuan puisi tersebut untuk pada zaman yang melebihi waktu ditulisnya, tidak mengherankan apabila Emhaf dan Teater Gazebo pun melakukan reinterpretasi dan menciptakan nuansa baru terhadap puisi tersebut. Nuansa baru yang hadir dipersoalkan sebagai resepsi yang diwujudkan dalam bentuk pementasan teaterikal. Lebih lanjut, kemampuan meresepsi yang menghadirkan interpretasi baru itu pun dikaji sejauhmana mampu hadir dalam ruang dan waktu yang melebihi zaman ketika puisi tersebut ditulis. Hingga lahirlah efek yang berkesinambungan melihat bagaimana Emhaf dan Teater Gazebo merepresentasikank embali konteks pendidikan yang berkembang dari puisi “Sajak Anak Muda” karya W.S. Rendra.
"Menelusuri Pergolakan Emosional pada Puisi “Tentang Mahasiswa yang Mati, 1996” Mukafi, Muhammad Hamdan; Putra, Wahyu Kartika
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 17, No 1: 2022
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.17.1.33-42

Abstract

The poem "About Students Who Died in 1996" was included in Sapardi Djoko Damono's poetry anthology Ayat-Ayat Api. The anthology illustrates the atmosphere of the new order environment in Indonesia so that the poems contained therein carry an emotional message in the struggle for democracy. This research will focus on tracing the creation of emotional turmoil created in the poems. Thus, the purpose of this research is to (1) present a review of the development of empathetic emotions in poetry to create an aesthetic understanding, and (2) present a review of the relevance of poetry to its visualization (image 1). As the basis of analysis, the method used is descriptive qualitative method, with critical discourse analysis technique supported by empathy theory by Titchener and cognitive & affective empathy theory by Hoffman. The theory of empathy is used to determine the construction of cognitive empathy knowledge narratives that later lead to affective empathy and finally lead to intact knowledge about the aesthetics of the poems and images analyzed. The theory attempts to answer the mobilization and development of cognitive and affective empathy for the poem based on the events of Kudatuli 1996. The reader is also directed to know about the event in order to bring out the aesthetic understanding. With the visualization of images taken in the 20s, this research tries to construct the emotion of the poem's content.