Artikel ini mengeksplorasi resiliensi anak dalam menghadapi dinamika keluarga yang tidak harmonis, seperti konflik berkepanjangan, perceraian, dan kurangnya dukungan emosional. Anak-anak yang berada dalam situasi ini rentan mengalami stres, kecemasan, hingga gangguan perilaku yang dapat menghambat perkembangan sosial dan emosional mereka. Studi literatur ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana resiliensi berperan sebagai mekanisme bertahan anak dalam menghadapi tekanan akibat ketidakharmonisan keluarga, serta mengidentifikasi strategi adaptasi yang digunakan anak dalam situasi tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur dengan menganalisis 30 literatur relevan. Hasil penelitian ini menemukan bahwa resiliensi berfungsi sebagai pelindung psikologis (psychological buffer) yang membantu anak mengelola tekanan, mempertahankan citra diri positif, serta tetap berfungsi secara sosial dan akademik. Selain itu, strategi koping aktif, dukungan sosial, regulasi emosi, dan pencarian makna melalui spiritualitas menjadi faktor kunci dalam memperkuat resiliensi anak. Kesimpulannya, resiliensi merupakan aspek penting yang memungkinkan anak tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang meski berada dalam lingkungan keluarga yang disfungsional. Temuan ini menekankan pentingnya penguatan resiliensi melalui intervensi berbasis keluarga, pendidikan, dan komunitas.