Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Pengembangan Sektor Transportasi yang Ramah Lingkungan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Setiastuti, Nugraheni; Apriyanto, Heri; Sugarmansyah, Ugay; Heldini, Noorish; Ayu Pradnyapasa, Dhita; Suhendra, Aphang; Wiratmoko, Agung; Dani Soewargono, Binuko; Dwi Tamtomo, Taufiq; Ardiana, Citra; Pratama Putera, Irfan; Lusia, Akira
Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 25 No. 2 (2024)
Publisher : BRIN Publishing (Penerbit BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55981/jtl.2024.1750

Abstract

The development of an environmentally friendly transportation sector is a sustainable development effort that has a significant role in regional economic growth and reducing greenhouse gas (GHG) emissions. This research aims to identify the transportation subsector that has the strongest backward and forward linkages as a key regional economic subsector and analyze the economic and environmental impacts, mainly the increase in carbon emissions in the transportation sector due to an increase in final demand. This research uses an environmentally extended input-output (EEIO) analysis approach, with a case study of this research in the Yogyakarta Special Region Province (D.I. Yogyakarta). The primary data used is the Input-Output (I-O) table for D.I. Yogyakarta Province, which includes 52 sectors in 2016, and inventory data for D.I. Yogyakarta Province's greenhouse gas (GHG) emissions. Results of the simulation carried out show an increase in final demand by 25%, which will provide three impacts, namely direct impacts, indirect impacts, and induced effects on the transportation sector by creating a gross added value (NTB) of IDR 4,528,778.968 million, but at the same time, greenhouse gas emissions of 618.091 GgCO2e were also produced. The air transportation subsector is a subsector that has relatively strong direct and indirect backward and forward linkages, with a contribution to NTB of IDR 3,000,696.019 million and GHG emissions released by this subsector of 461.669 GgCO2e. Efforts to mitigate these emissions need to be made in stages by diffusing clean technology, and an effective, efficient, and sustainable transportation system.   Abstrak Pengembangan sektor transportasi yang ramah lingkungan merupakan upaya pembangunan berkelanjutan yang memiliki peran signifikan dalam pertumbuhan ekonomi wilayah dan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi subsektor transportasi yang memiliki keterkaitan ke belakang dan ke depan yang paling kuat sebagai subsektor ekonomi kunci wilayah, dan menganalisis dampak ekonomi dan lingkungan khususnya kenaikan emisi GRK terhadap sektor transportasi yang disebabkan adanya peningkatan permintaan akhir (final demand). Kajian ini menggunakan pendekatan analisis environmentally extended input-output (EEIO), dengan studi kasus penelitian ini di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I. Yogyakarta). Data utama yang digunakan adalah Tabel Input-Output (I-O) Provinsi D.I. Yogyakarta yang meliputi 52 sektor tahun 2016 dan data inventarisasi emisi gas rumah kaca (GRK) Provinsi D.I. Yogyakarta. Hasil simulasi yang dilakukan adanya peningkatan permintaan akhir sebesar 25%, yang akan memberikan tiga dampak, yaitu dampak langsung, dampak tidak langsung, dan dampak imbasan (induced effects) terhadap sektor transportasi dengan menciptakan nilai tambah bruto (NTB) sebesar Rp4.528.778,968 juta, namun pada saat bersamaan dihasilkan pula emisi gas rumah kaca sebesar 618,091 GgCO2e. Subsektor transportasi udara merupakan subsektor yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang dan ke depan yang relatif kuat dengan kontribusi terhadap NTB sebesar Rp3.000.696,019 juta dan emisi GRK yang dikeluarkan oleh subsektor ini sebesar 461,669 GgCO2e. Upaya memitigasi emisi ini perlu dilakukan secara bertahap dengan mendifusikan teknologi bersih dan sistem transportasi yang efektif, efisien dan berkelanjutan.
Air Quality Assessment Based on Real-Time Continuous Monitoring: Particulate and Nitrogen Dioxide Concentrations in South Tangerang Ihsan, Iif Miftahul; Ma'rufatin, Anies; Zahroh, Nyayu Fatimah; Ikhsan, Iik Nurul; Suwedi, Nawa; Pratama, Reba Anindyajati; Adhi, Rizky Pratama; Handika, Rendi; Lusia, Akira; Nishihashi, Masahide; Terao, Yukio; Hashimoto, Shigeru; Nara, Hideki; Mukai, Hitoshi
Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 26 No. 1 (2025)
Publisher : BRIN Publishing (Penerbit BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55981/jtl.2025.2887

Abstract

The increasing concentration of PM2.5, PM10, and NO2 in urban areas will impact human health. Measuring and calculating the concentration of PM2.5, PM10, and NO2 is one of the efforts to control pollution because it can obtain information on the status or category of these air pollutants. Therefore, this study aims to analyze air quality, including PM2.5, PM10, and NO2 particulates calculated based on the Air Quality Index. Pollutant measurements are carried out continuously and in real-time for 24 hours. Pollutant measurements use a continuous dichotomous aerosol chemical speciation analyzer (ACSA-14) tool placed in the BJ Habibie Science and Technology Area, Serpong, South Tangerang. Analysis of PM2.5, PM10, and NO2 concentrations were analyzed to obtain the average daily concentration during the measurement period and the ISPU method was regulated in the Regulation of the Minister of Environment and Forestry Number 14 of 2020. During the measurement period, the daily average concentrations of PM2.5, PM10, and NO2 were 40.0 μg/m3, 60.4 μg/m3, and 37.4 μg/m3, respectively, with the highest concentrations of 170.8 μg/m3, 336.0 μg/m3, 647.5 μg/m3. The moderate and unhealthy categories dominated the results of the ISPU PM2.5 analysis during the measurement period, respectively, at 55.5% and 23.0%. The good and moderate categories dominate the ISPU PM10 and NO2 analysis results, namely 38.0% and 52.2% for PM10 and 82.5% and 7.5% for NO2, respectively.
A Systematic Analysis of GIS as a Decision Support Tool for the Sustainable Management of Floating Net Cages in Lake Batur, Bali, Indonesia: Analisis Sistematik SIG sebagai Alat Pendukung Keputusan untuk Pengelolaan Keramba Jaring Apung yang Berkelanjutan di Danau Batur, Bali, Indonesia Yustiati, Ayi; Lusia, Akira
Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 26 No. 2 (2025)
Publisher : BRIN Publishing (Penerbit BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55981/jtl.2025.11386

Abstract

Abstrak Perluasan budidaya ikan menggunakan sistem keramba jaring apung (KJA) di Danau Batur, Bali telah menimbulkan berbagai tantangan lingkungan, antara lain eutrofikasi, sedimentasi, penurunan kualitas air, serta konflik dengan sektor pariwisata dan pemangku kepentingan budaya. Studi ini bertujuan untuk menganalisis secara sistematis potensi sistem informasi geografis (SIG) sebagai alat bantu pengambilan keputusan dalam pengelolaan KJA yang berkelanjutan di Danau Batur, Bali, Indonesia. Dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang terstruktur, studi ini mengevaluasi penerapan SIG dalam penataan ruang budidaya perairan pada berbagai sistem perairan tawar di Indonesia dan wilayah internasional yang sebanding. Analisis mengidentifikasi variabel biofisik dan sosio-spasial utama yang penting untuk penempatan KJA secara optimal, seperti kedalaman air, kadar oksigen terlarut, arus perairan, kedekatan dengan zona sensitif, serta akses terhadap infrastruktur. Studi kasus dari Danau Toba, Danau Maninjau, dan Waduk Cirata menunjukkan efektivitas SIG dalam menentukan zona budidaya yang sesuai, mengevaluasi daya dukung lingkungan, dan mengurangi konflik pemanfaatan ruang. Meskipun memiliki potensi tinggi, pemanfaatan SIG di Danau Batur masih terbatas akibat lemahnya koordinasi kelembagaan, kurangnya integrasi data spasial, dan rendahnya keterlibatan pemangku kepentingan. Studi ini menyimpulkan bahwa SIG, jika dipadukan dengan pemetaan partisipatif dan selaras dengan kerangka regulasi, dapat mendukung tata kelola budidaya yang transparan, ekologis, dan sensitif terhadap nilai budaya. Artikel ini juga memberikan rekomendasi untuk membangun sistem zonasi berbasis SIG, meningkatkan mekanisme perizinan dan pengawasan, serta mengintegrasikan data lingkungan dan sosial-budaya dalam pengambilan keputusan spasial. Temuan ini berkontribusi pada penguatan perencanaan budidaya berkelanjutan di Danau Batur dan danau-danau dataran tinggi lainnya di Indonesia.   Abstract The rapid expansion of fish farming using the floating net cage (FNC) system in Lake Batur, Bali, has given rise to various environmental challenges, including eutrophication, sedimentation, declining water quality, and conflicts with the tourism sector and cultural stakeholders. This study aims to systematically analyze the potential of Geographic Information Systems (GIS) as a decision support tool for sustainable FNC management in Lake Batur. The study uses a systematic literature review to examine relevant GIS applications in aquaculture zoning across freshwater systems in Indonesia and comparable international contexts. The analysis identifies key biophysical and socio-spatial variables essential for optimal cage placement, such as water depth, dissolved oxygen, current flow, proximity to sensitive zones, and infrastructure access. Case studies from Lake Toba, Lake Maninjau, and the Cirata Reservoir demonstrate the effectiveness of GIS in delineating suitable aquaculture zones, evaluating environmental carrying capacity, and reducing spatial conflicts. Despite its high potential, the use of GIS in Lake Batur remains limited due to weak institutional coordination, a lack of integrated spatial datasets, and minimal stakeholder engagement. This study concludes that when coupled with participatory mapping and aligned with regulatory frameworks, GIS can support transparent, ecologically sound, and culturally sensitive aquaculture governance. The paper recommends establishing GIS-based zoning, improving licensing and monitoring systems, and integrating environmental and socio-cultural data into spatial decision-making. These findings contribute to advancing sustainable aquaculture planning in Lake Batur and other highland lake systems in Indonesia.