Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

ANALISIS KADAR NITRIT, NITRAT, DAN FOSFAT BERDASARKAN VARIASI JARAK PENGUKURAN SAMPEL PADA PULAU APUNG DENGAN RUMPUT VETIVER Ma'rufatin, Anies; Dewanti, Dian P
Jurnal Rekayasa Lingkungan Vol 12, No 1 (2019): JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (623.527 KB)

Abstract

Kualitas air sungai harus tetap dijaga dari pencemaran dengan pengelolaan dan pengendalian yang bijak. Beberapa zat pencemar di sungai yang harus dikendalikan adalah nitrit, nitrat dan fosfat. Jumlah nitrit, nitrat, dan fosfat yang berlebihan akan merugikan karena berpengaruh terhadap kesehatan dan biodiversitas ekosistem perairan tersebut. Salah satu upaya pengendalian pencemaran zat pecemar tersebut adalah fitoremediasi menggunakan rumput vetiver dengan sistem pulau apung. Vetiver ditumbuhkan pada tiga pulau apung yang berbentuk persegi panjang dengan panjang masing-masing 4,5 m. Pulau apung ditempatkan pada badan sungai. Akar vetiver yang tumbuh dibawah permukaan air sungai akan menyerap berbagai bahan pencemar. Pengambilan sampel air dilakukan pada ketiga ujung awal dan akhir pulau apung (inflow dan outflow) untuk mengetahui perubahan kadar nitrit, nitrat, dan fosfat yang dipengaruhi oleh akar vetiver. Jarak pengambilan sampel adalah 4,5 m, 9 m, dan 13,5 m. Pulau apung dengan rumput vetiver yang diujicoba mampu menurunkan jumlah nitrit, nitrat dan fosfat. Penurunan optimum terjadi pada nitrat yang mencapai 18% dengan jarak pengambilan sampel pulau apung 9 meter. Tiga jarak pengambilan sampel awal dan akhir pulau apung yang berbeda efektif untuk menurunkan fosfat.Kata kunci: nitrit, nitrat, fosfat, pulau apung, rumput vetiver
ANALISIS KADAR NITRIT, NITRAT, DAN FOSFAT BERDASARKAN VARIASI JARAK PENGUKURAN SAMPEL PADA PULAU APUNG DENGAN RUMPUT VETIVER Ma'rufatin, Anies; Dewanti, Dian P
Jurnal Rekayasa Lingkungan Vol 12, No 1 (2019): JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (623.527 KB)

Abstract

Kualitas air sungai harus tetap dijaga dari pencemaran dengan pengelolaan dan pengendalian yang bijak. Beberapa zat pencemar di sungai yang harus dikendalikan adalah nitrit, nitrat dan fosfat. Jumlah nitrit, nitrat, dan fosfat yang berlebihan akan merugikan karena berpengaruh terhadap kesehatan dan biodiversitas ekosistem perairan tersebut. Salah satu upaya pengendalian pencemaran zat pecemar tersebut adalah fitoremediasi menggunakan rumput vetiver dengan sistem pulau apung. Vetiver ditumbuhkan pada tiga pulau apung yang berbentuk persegi panjang dengan panjang masing-masing 4,5 m. Pulau apung ditempatkan pada badan sungai. Akar vetiver yang tumbuh dibawah permukaan air sungai akan menyerap berbagai bahan pencemar. Pengambilan sampel air dilakukan pada ketiga ujung awal dan akhir pulau apung (inflow dan outflow) untuk mengetahui perubahan kadar nitrit, nitrat, dan fosfat yang dipengaruhi oleh akar vetiver. Jarak pengambilan sampel adalah 4,5 m, 9 m, dan 13,5 m. Pulau apung dengan rumput vetiver yang diujicoba mampu menurunkan jumlah nitrit, nitrat dan fosfat. Penurunan optimum terjadi pada nitrat yang mencapai 18% dengan jarak pengambilan sampel pulau apung 9 meter. Tiga jarak pengambilan sampel awal dan akhir pulau apung yang berbeda efektif untuk menurunkan fosfat.Kata kunci: nitrit, nitrat, fosfat, pulau apung, rumput vetiver
EFFECT OF HARVESTING MICROALGAE (CHLORELLA SP.) CONTINUOUSLY TO ITS GROWTH IN THE FOTOBIOREAKTOR Ma'rufatin, Anies
Jurnal Rekayasa Lingkungan Vol 9, No 1 (2016): Jurnal Rekayasa Lingkungan
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (590.528 KB)

Abstract

Currently, the photobioreactor (FBR) has been developed and utilized to investigate (knowing in detail) the metabolic processes of cells of microorganisms, such as microalgae. FBR technology MTAP (Multi Tubular Photobioreactor Airlift) is a continuous system that is closed and controled for the growth. Then, this technology conducted continuous harvesting trial. Continuous harvesting system is cultivated by reducing of microalgae solution volume then is added by new solution of FBR MTAP system in operation. The number of reactors in the FBR MTAP are two reactors were used that Reactor 1 and Reactor 2. Microalgae was grown in 21 DAP (Days After Planting) and then harvested by reducing the volume 16.7% in each reactor in DAP 12. Based on the results of cells density, harvesting in the first phase, the optimum growth occurred at DAP 7 for Reactor 1 and Reactor 2, while harvesting their optimum growth phase II DAP 16 for Reactor 1 and DAP 19 for Reactor 2. Comparison of cell density on both reactors FBR MTAP conducted trial period of harvesting microalgae Chlorella sp. freshwater DAP 12 and DAP 21 are optimal to be done continuously without dewatering and sterilization performed the FBR system MTAP.Key words: photobioreactor, continuous harvesting, microalgae growth, cell density, Chlorella sp.
UJI KAPASITAS ABSORPSI AIR OLEH SELULOSA DARI TANDAN SAWIT SEBAGAI BAHAN SUPER ABSORBENT POLYMER (SAP) PADA POPOK SEKALI PAKAI Dewanti, Dian Purwitasari; Ma'rufatin, Anies; Nugroho, Rudi
Jurnal Rekayasa Lingkungan Vol 12, No 2 (2019): JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (661.211 KB)

Abstract

Selulosa tandan kosong kelapa sawit merupakan bahan yang potensial untuk dijadikan produk lain yang bernilai yang salah satunya adalah super absorbent polymer (SAP). Keunggulannya dibandingkan dengan selulosa sintetik karena mudah didapat dan mudah terurai secara alami oleh lingkungan. Penggunaan selulosa sebagai bahan SAP diarahkan untuk diaplikasikan pada popok sekali pakai. Hal ini karena permintaan terhadap popok sekali pakai sudah sangat besar dan menimbulkan permasalahan lingkungan karena limbah habis pakainya. Sehingga, tujuan penelitian ini adalah menguji kemampuan penyerapan air oleh selulosa dan dibandingkan dengan SAP yang sudah diaplikasikan pada popok sekali pakai. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah selulosa yang diekstraksi dari tandan kosong kelapa sawit dan serat dalam popok sekali pakai. Ekstraksi dilakukan dengan proses pemurnian dalam larutan NaOH dan dilanjutkan dengan pemutihan menggunakan H2O2. Selulosa kering yang didapat selanjutnya diuji penyerapannya terhadap air. SAP dalam popok sekali pakai juga mengalami perlakuan sama untuk mengetahui kemampuan penyerapannya. Dari hasil pengujian, didapatkan bahwa selama 4 jam, selulosa mampu menyerap air sebanyak 7 kali berat selulosa awal. Sedangkan untuk SAP memiliki kemampuan penyerapan hingga 200 kali berat asal. Diharapkan dipenelitian berikutnya bisa dilakukan proses polimerisasi selulosa menjadi SAP sehingga bisa menggantikan SAP sintesis. Kata kunci : SAP, selulosa, popok sekali pakai, tandan kelapa sawit, polimerisasi 
KEBUTUHAN KARBON AKTIF UNTUK PENGURANGAN DIOKSIN PADA GAS BUANG CEROBONG INSINERATOR PENGOLAHAN SAMPAH DOMESTIK Dewanti, Dian Purwitasari; Ma'rufatin, Anies; Oktivia, Ressy; Pratama, Reba Anindyajati
Jurnal Rekayasa Lingkungan Vol. 13 No. 1 (2020): JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29122/jrl.v13i1.4292

Abstract

Pembentukan dioksin dalam flue gas suatu insinerator untuk pembakaran sampah perkotaan hanya bisa dihilangkan dengan Activated Carbon (AC) atau karbon aktif. Tujuan penelitian ini yaitu menghitung kebutuhan maksimum dan minimum karbon aktif untuk mengendalikan emisi dioksin dalam flue gas suatu insinerator berkapasitas 100  ton/hari. Metode yang digunakan yaitu menghitung potensi flue gas dari pembakaran. Dari flue gas yang didapatkan, kebutuhan maksimum AC ditetapkan sebesar 200 mg/Nm3 flue gas, dan untuk kebutuhan minimum dihitung berdasarkan efisiensi penyerapan dioksin/furan oleh AC pada berbagai variasi efisiensi absorpsi. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan kebutuhan maksimum AC adalah 249,41 kg per hari dan kebutuhan minimum untuk efisiensi absorpsi 90%, 95%, dan 100% masing-masing adalah 8,89 kg, 11,40 kg, dan 215, 47 kg. Apabila dioksin yang dilepas ke udara dengan efisiensi 95% masih berada di bawah baku mutu WHO, maka kebutuhan AC dapat diminimalisir. Jika pada efisiensi absopsi 95% masih belum mencapai baku mutu, maka jumlah AC yang dibutuhkan untuk efiensi 100% menjadi 18,9 kali lebih banyak. Perhitungan kebutuhan AC tersebut akan berlaku apabila kondisi semua peralatan pada sistem Air Pollution Control (APC) dalam insinerator mampu beroperasi secara optimal. Kata kunci: karbon aktif, dioksin, insinerator, sampah domestik
PENERAPAN SISTEM PEMANTAUAN KUALITAS AIR DAN UDARA TERPADU DI SUNGAI CISADANE Anggraeni, Karina; Wahjono, Heru Dwi; Salim, Muhammad Agus; Kustianto, Irwan; Ma'rufatin, Anies; Miranda, muhammad
Jurnal Rekayasa Lingkungan Vol. 14 No. 2 (2021): JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemantauan kualitas air dan udara merupakan salah satu kegiatan pengendalian lingkungan. Air Quality Monitoring System (AQMS) dan Water Quality Monitoring System (WQMS) merupakan salah satu teknologi pelaporan kualitas udara dan air secara kontinu tanpa pengambilan sampel secara manual. Kebutuhan monitoring kualitas air dan udara di Indonesia di berbagai daerah maka diperlukan suatu inovasi dengan dibuatnya integrasi pemantauan kualitas air dan udara untuk pelaporan kualitas lingkungan. Integrasi dilakukan dengan meletakkan alat pemantauan kualitas air (Onlimo) dan alat pemantauan kualitas udara (Sipaku) secara berdekatan di dalam 1 stasiun yang sudah diterapkan di Pos Pemantauan Sungai Cisadane Tangerang. Adanya integrasi ini diharapkan dapat menghemat biaya maintenance alat Onlimo dan Sipaku dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan Onlimo dan Sipaku untuk pemantauan kualitas lingkungan secara realtime. Sistem integrasi Onlimo dan Sipaku dimulai dengan perancangan dan perakitan Sistem Onlimo dan Sipaku, uji coba peralatan Sistem Onlimo dan Sipaku, pemasangan Sistem Onlimo dan Sipaku di Pos Pemantauan Sungai Cisadane Tangerang dan evaluasi pengukuran kualitias air dan udara yang diukur oleh Alat Onlimo dan Sipaku. Sistem integrasi pemantauan kualitas air dan udara di Sungai Cisadane dapat diterapkan dengan baik tetapi perlu adanya peningkatan keandalan dan kestabilan alat Onlimo dan Sipaku.
Peran Regulasi Pemerintah Dalam Pengelolaan Risiko Bencana: Evaluasi Atas Kebijakan Peraturan Daerah Dalam Pengurangan Risiko Bencana Tsunami di Kota Ambon Akhirianto, Novian Andri; Ma'rufatin, Anies; Wardani, Khusnul Setia; Kongko, Widjo; Kayadoe, Fretha Julian
Jurnal Kawistara Vol 14, No 3 (2024)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/kawistara.89353

Abstract

Regulasi pemerintah yang efektif dianggap sebagai kunci dalam manajemen risiko bencana. Regulasi yang efektif dapat menciptakan kepastian dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana tak terduga seperti tsunami. Namun, keberadaan regulasi tidak selalu diikuti dengan implementasi yang efektif. Masalah ini juga terjadi pada penilaian risiko bencana di Kota Ambon yang termasuk dalam kelas bahaya tsunami tinggi. Pemerintah Kota Ambon melakukan upaya pengurangan risiko bencana (PRB) tsunami dengan menerbitkan kebijakan berupa peraturan daerah. Akan tetapi, efektivitas dari regulasi ini masih perlu dievaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis peluang perbaikan kebijakan peraturan daerah terkait PRB tsunami di Kota Ambon. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data primer melalui Focus Group Discussion (FGD), serta data sekunder dari studi literatur dan tinjauan regulasi yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Kota Ambon. Analisis data dilakukan menggunakan analisis konten dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua aspek kebijakan peraturan daerah terkait PRB tsunami di Kota Ambon, yaitu aspek tata ruang dan kelembagaan. Pemerintah Kota Ambon telah menerbitkan beberapa kebijakan peraturan daerah terkait PRB tsunami yang mencakup perencanaan tata ruang dan kelembagaan. Akan tetapi, masih terdapat peluang perbaikan yang dapat dilakukan untuk memperkuat kebijakan peraturan daerah terkait PRB tsunami di Kota Ambon. Studi ini menyoroti pentingnya berbagai tindakan untuk menciptakan regulasi yang efektif dalam manajemen risiko bencana, termasuk pendidikan, pengawasan, dan penegakan hukum di bidang pemanfaatan ruang serta penguatan struktur kelembagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Peran Regulasi Pemerintah Dalam Pengelolaan Risiko Bencana: Evaluasi Atas Kebijakan Peraturan Daerah Dalam Pengurangan Risiko Bencana Tsunami di Kota Ambon Akhirianto, Novian Andri; Ma'rufatin, Anies; Wardani, Khusnul Setia; Kongko, Widjo; Kayadoe, Fretha Julian
Jurnal Kawistara Vol 14, No 3 (2024)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/kawistara.89353

Abstract

Regulasi pemerintah yang efektif dianggap sebagai kunci dalam manajemen risiko bencana. Regulasi yang efektif dapat menciptakan kepastian dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana tak terduga seperti tsunami. Namun, keberadaan regulasi tidak selalu diikuti dengan implementasi yang efektif. Masalah ini juga terjadi pada penilaian risiko bencana di Kota Ambon yang termasuk dalam kelas bahaya tsunami tinggi. Pemerintah Kota Ambon melakukan upaya pengurangan risiko bencana (PRB) tsunami dengan menerbitkan kebijakan berupa peraturan daerah. Akan tetapi, efektivitas dari regulasi ini masih perlu dievaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis peluang perbaikan kebijakan peraturan daerah terkait PRB tsunami di Kota Ambon. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data primer melalui Focus Group Discussion (FGD), serta data sekunder dari studi literatur dan tinjauan regulasi yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Kota Ambon. Analisis data dilakukan menggunakan analisis konten dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua aspek kebijakan peraturan daerah terkait PRB tsunami di Kota Ambon, yaitu aspek tata ruang dan kelembagaan. Pemerintah Kota Ambon telah menerbitkan beberapa kebijakan peraturan daerah terkait PRB tsunami yang mencakup perencanaan tata ruang dan kelembagaan. Akan tetapi, masih terdapat peluang perbaikan yang dapat dilakukan untuk memperkuat kebijakan peraturan daerah terkait PRB tsunami di Kota Ambon. Studi ini menyoroti pentingnya berbagai tindakan untuk menciptakan regulasi yang efektif dalam manajemen risiko bencana, termasuk pendidikan, pengawasan, dan penegakan hukum di bidang pemanfaatan ruang serta penguatan struktur kelembagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Air Quality Assessment Based on Real-Time Continuous Monitoring: Particulate and Nitrogen Dioxide Concentrations in South Tangerang Ihsan, Iif Miftahul; Ma'rufatin, Anies; Zahroh, Nyayu Fatimah; Ikhsan, Iik Nurul; Suwedi, Nawa; Pratama, Reba Anindyajati; Adhi, Rizky Pratama; Handika, Rendi; Lusia, Akira; Nishihashi, Masahide; Terao, Yukio; Hashimoto, Shigeru; Nara, Hideki; Mukai, Hitoshi
Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 26 No. 1 (2025)
Publisher : BRIN Publishing (Penerbit BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55981/jtl.2025.2887

Abstract

The increasing concentration of PM2.5, PM10, and NO2 in urban areas will impact human health. Measuring and calculating the concentration of PM2.5, PM10, and NO2 is one of the efforts to control pollution because it can obtain information on the status or category of these air pollutants. Therefore, this study aims to analyze air quality, including PM2.5, PM10, and NO2 particulates calculated based on the Air Quality Index. Pollutant measurements are carried out continuously and in real-time for 24 hours. Pollutant measurements use a continuous dichotomous aerosol chemical speciation analyzer (ACSA-14) tool placed in the BJ Habibie Science and Technology Area, Serpong, South Tangerang. Analysis of PM2.5, PM10, and NO2 concentrations were analyzed to obtain the average daily concentration during the measurement period and the ISPU method was regulated in the Regulation of the Minister of Environment and Forestry Number 14 of 2020. During the measurement period, the daily average concentrations of PM2.5, PM10, and NO2 were 40.0 μg/m3, 60.4 μg/m3, and 37.4 μg/m3, respectively, with the highest concentrations of 170.8 μg/m3, 336.0 μg/m3, 647.5 μg/m3. The moderate and unhealthy categories dominated the results of the ISPU PM2.5 analysis during the measurement period, respectively, at 55.5% and 23.0%. The good and moderate categories dominate the ISPU PM10 and NO2 analysis results, namely 38.0% and 52.2% for PM10 and 82.5% and 7.5% for NO2, respectively.