Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Lidocaine 2% and Xylocaine Spray as A Combination in Successful Awake Intubation in Difficult Airway: How to Do it? Murti, Dede Taruna Kreisnna; Senapathi, Tjokorda Gde Agung; Pradhana, Adinda Putra; Labobar, Otniel Adrians
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v10i1.56380

Abstract

Awake intubation is a technique used to insert an endotracheal tube while maintaining the patient's consciousness. It is particularly beneficial for patients with difficult airway anatomy, as it allows better visualization using a fiber optic bronchoscope, reduces discomfort with local anesthesia, and ensures the preservation of spontaneous breathing. This approach is critical in high-risk procedures such as total thyroidectomy. This case report aims to describe the application of awake intubation in a high-risk patient undergoing total thyroidectomy due to a thyroid mass causing tracheal narrowing. A 47-year-old female with airway management difficulties (LEMON 3/10, MOANS 0/5) was scheduled for a 3–4-hour total thyroidectomy. Preoperative preparation included fasting, informed consent, and ensuring complete anesthesia equipment. Airway preparation involved Xylocaine spray and Lidocaine nebulization, followed by premedication with Dexamethasone, Diphenhydramine, and Midazolam. Induction was achieved using Propofol, and intubation was performed with an endotracheal tube guided by a fiber optic bronchoscope. Maintenance of anesthesia utilized Oxygen, Sevoflurane, and Atracurium. The results show the patient tolerated the awake intubation procedure well, with no episodes of desaturation or significant bleeding during surgery. Postoperative management included analgesia with Fentanyl and Ketamine, as well as respiratory therapy intervention (RTI) during recovery. Awake intubation, combined with effective airway preparation and anesthesia protocols, provides a safe and reliable approach for managing patients with difficult airways, particularly in high-risk procedures like total thyroidectomy. The technique ensured patient comfort, maintained oxygenation, and minimized perioperative complications.
Tatalaksana Anestesi Pada Pasien Dengan Severe Aortic Stenosis Dengan Tindakan Hemicolectomy Dextra Putu Diah Virayanti, Luh; Labobar, Otniel Adrians; Ryalino, Christopher; Agung Senapathi, Tjokorda Gede
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v10i1.56469

Abstract

Pada pasien dengan gangguan katup jantung yang akan dilakukan operasi non kardiak memiliki beberapa potensi masalah selama operasi, sehingga diperlukan pemeriksaan, persiapan dan tatalaksana yang baik. Pasien dengan severe aortic stenosismemiliki permasalahan fixed cardiac output yang berarti cardiac output sangat ditentukan oleh laju jantung. Pemilihan modalitas anestesi sangat penting dilakukan untuk menjaga respons simpatis sehingga tidak terjadi takikardia ataupun bradikardia pada pasien dengan severe aortic stenosis. Pemilihan teknik anestesi, termasuk penghindaran neuroaxial anesthesia, serta penggunaan epidural untuk analgesi dan pemantauan yang cermat terhadap tekanan intratorakal saat ekstubasi. Pada pasien ini dilakukan anestesi umum dengan Midazolam, remifentanyl TCI Mode Minto target effect 3 – 4 mcg/ml, Rocuronium 30 mg IV, dan pemeliharaan dengan udara: O2: sevoflurane. Pemasangan epidural setinggi L2-L3, target tip T10, kateter masuk 6 cm di dalam ruang epidural, target dermatom T6-T10, target viscerotom T6-L2. Dilanjutkan dengan pemberian regimen Bupivacaine 0,0625% plain 10 ml sebagai agen analgesia. Selain itu dilakukan pemasangan akses vena sentral untuk mengetahui volume vena sentral, akses obat dan nutrisi parenteral paska operasi. Durante pasien stabil, dan dilakukan ekstubasi paska operasi dengan agen reversal berupa neostigmine dan sulfas atropine. Pasien dirawat diruang intensif paska operasi selama 2 hari.
ANESTHETIC MANAGEMENT OF A PREGNANT PATIENT WITH WOLFF PARKINSON WHITE SYNDROME UNDERGOING CAESARIAN SECTION Wirahadi, Dhanu Enggar; EM, Tjahya Aryasa; Labobar, Otniel Adrians
HEARTY Vol 13 No 5 (2025): OKTOBER
Publisher : Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Ibn Khaldun, Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/hearty.v13i5.20442

Abstract

Abnormal electrical conduction via an auxiliary channel (Kent's Bundle) causes Wolff-Parkinson-White (WPW) syndrome, a congenital cardiac preexcitation disease that can result in symptomatic and sometimes fatal arrhythmias. It occurs in 0.9-3% of the general population. Because of changes in hemodynamics, hormones, the autonomic nervous system, and emotions, pregnancy raises the risk of supraventricular tachycardia (SVT). A 29-year-old woman with G2P1001 gestational age 39 weeks, history of Caesarean Section (C-Section) 1 time with WPW Syndrome and history of SVT underwent C-Section and tubectomy with low dose spinal anesthesia. The patient has a history of palpitations and the EKG shows WPW pattern. Vital signs, physical examinations and laboratorium findings within normal limits. Echocardiography with the results of normal cardiac chamber dimensions, global normokinetic, Ejection Fraction 68%, normal diastolic function, normal right ventricle contractility TAPSE 2.0 Cm, valves within normal limits, ERAP 8 mmHg, Interatrial and interventricle septum impression intact, no PDA seen. This patient, diagnosed with WPW syndrome at moderate risk due to a history of SVT, could not undergo ablation due to limited facilities and pregnancy contraindications. Bisoprolol was used for treatment of transient palpitations. Preoperative fluids achieved a diuresis target of 1.1 cc/kg/hour to avoid hypovolemia and tachycardia. Regional anesthesia was chosen for cesarean section to reduce sympathetic activity, with careful attention to preventing high-level blocks. A subarachnoid block with low-dose bupivacaine (7.5 mg) and fentanyl (25 mcg) provided stable hemodynamics and effective anesthesia. A healthy baby was delivered with an APGAR score 8/9, and postoperative analgesia was optimized. Regional anesthesia is the choice for c-section with WPW syndrome, the use of low doses of bupivacaine heavy combined with adjuvant fentanyl produces good quality block with rapid onset and without hemodynamic instability.
Anestesi SAYGO untuk Intubasi Sadar Selama Tiroidektomi dan Sternotomi: Laporan Kasus Sidabutar, Beny Pratama; Ra Ratumasa, Marilaeta Cindryani; Tjokorda Gde Agung Senapathi; Labobar, Otniel Adrians
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 43 No 3 (2025): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v43i3.443

Abstract

Pendahuluan: Teknik anestesi Spray-As-You-Go (SAYGO) merupakan metode terstruktur yang efektif dalam menangani intubasi sadar pada pasien dengan jalan napas sulit. Deskripsi Kasus: Laporan ini menyajikan kasus seorang wanita berusia 59 tahun dengan tiroid multinodular retrosternal (MNT) besar yang menyebabkan kompresi dan deviasi trakea. Dalam kasus ini, dilakukan intubasi fiberoptik terjaga menggunakan teknik SAYGO, dengan pendekatan kombinasi anestesi topikal lidokain, sedasi deksmedetomidin, dan oksigenasi adekuat. Prosedur diawali dengan nebulisasi lidokain, diikuti dengan penyemprotan lidokain intratrakeal 2% selama proses intubasi fiberoptik, kemudian dilanjutkan dengan induksi anestesi umum menggunakan propofol dan atrakurium setelah intubasi berhasil. Simpulan: Teknik SAYGO terbukti mampu menjaga kenyamanan pasien, mempertahankan patensi jalan napas, dan meminimalkan fluktuasi hemodinamik, sehingga meningkatkan tingkat keberhasilan dan keselamatan intubasi. Pendekatan ini sangat bermanfaat terutama pada kasus dengan kompresi trakea akibat massa tiroid atau mediastinum, karena mampu menurunkan risiko komplikasi dan meningkatkan keberhasilan prosedur.
AWAKE FIBEROPTIC INTUBATION WITH SAYGO APPROACH ON A PATIENT WITH SEVERE ANTERIOR MENTOSTERNAL CONTRACTURE (ONAH TYPE III) UNDERGOING RECONSTRUCTION SURGERY Ferry, Ferdinand; Labobar, Otniel Adrians; Ratumasa, Marilaeta Cindryani Ra; Senapathi, Tjokorda Gde Agung
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 8 No. 2 (2024): AGUSTUS 2024
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v8i2.30091

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas teknik intubasi fiberoptik pada pasien terjaga (Awake Fiberoptic Intubation, AFOI) dalam manajemen jalan napas pada pasien dengan kontraktur leher parah akibat jaringan parut pasca luka bakar. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus deskriptif untuk menggambarkan secara rinci manajemen anestesi dan intervensi bedah pada pasien dengan kontraktur leher parah akibat jaringan parut pasca luka bakar. Subjek penelitian adalah pria berusia 35 tahun dengan riwayat luka bakar yang menyebabkan kontraktur leher dan deformitas sekunder pada wajah. Data dikumpulkan melalui pemeriksaan fisik, evaluasi radiografi, dan penilaian menggunakan kriteria seperti MOANS, LEMON, RODS, dan SMART untuk menilai tantangan yang dihadapi pasien. Data terkait manajemen anestesi, proses intubasi, dan intervensi bedah dicatat secara rinci selama operasi, termasuk tanda vital, pemberian obat, dan hasil intraoperatif. Data yang terkumpul akan dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan kondisi klinis pasien sebelum dan sesudah intervensi, serta untuk mengevaluasi efektivitas prosedur anestesi dan bedah yang dilakukan. Hasil analisis akan disajikan dalam bentuk naratif, didukung oleh gambar klinis preoperatif, evaluasi radiografi, dan hasil postoperatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa berbagai tes dapat memprediksi jalan napas sulit, dan kasus ini dapat dikelola sesuai pedoman ASA. Teknik AFOI, yang mencakup premedikasi, anestesi lokal, dan sedasi, memiliki tingkat keberhasilan tinggi dan risiko komplikasi rendah. Topikalisasi yang tepat dan infus dexmedetomidine efektif menumpulkan refleks jalan napas dan menjaga stabilitas hemodinamik. Dalam kasus ini, AFOI berhasil dilakukan melalui lubang hidung kiri dengan pasien tetap tenang, terjaga, dan kooperatif.
Laporan Kasus : Tatalaksana Dengue Shock Syndrome Pada Ibu Hamil di Ruang Terapi Intensif Fikrawan, Putu Filla Jaya; Utara Hartawan, I Gusti Agung Gede; Aryasa, Tjahya; Parami, Pontisomaya; Labobar, Otniel Adrians
COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 4 No. 12 (2025): COMSERVA: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/comserva.v4i12.3150

Abstract

Dengue Shock Syndrome (DSS) adalah bentuk paling berat dari infeksi virus dengue yang dapat menyebabkan syok hipovolemik, trombositopenia, dan perdarahan. Kasus DSS pada ibu hamil memerlukan penanganan yang sangat hati-hati karena dapat berdampak pada kondisi ibu dan janin. Terapi cairan yang tepat merupakan kunci utama dalam manajemen DSS, terutama untuk mengatasi kebocoran plasma yang terjadi pada fase kritis infeksi dengue. Seorang perempuan 31 tahun, hamil 39 minggu, datang dengan keluhan demam tinggi sejak 3 hari sebelumnya disertai nyeri kepala, nyeri otot, dan mual. Pada hari ketiga demam, pasien melahirkan bayi laki-laki yang kemudian meninggal dalam kondisi maserasi. Pasien kemudian mengalami penurunan kondisi berupa syok hipovolemik, penurunan kesadaran, dan hipotensi, sehingga dirawat di ruang ICU. Resusitasi cairan dilakukan dengan cairan kristaloid dan koloid, namun kondisi pasien terus memburuk dan akhirnya meninggal setelah mengalami cardiac arrest pada hari keenam demam. DSS pada ibu hamil sangat kompleks karena selain mengancam jiwa ibu, juga dapat berdampak buruk pada janin. Penurunan volume plasma yang terjadi pada DSS dapat memperburuk syok dan menyebabkan kegagalan organ. Manajemen yang tepat melibatkan pemantauan ketat terhadap cairan, elektrolit, dan kondisi hemodinamik. Pada pasien ini, penanganan difokuskan pada resusitasi cairan yang intensif dan pemantauan ketat meskipun kondisi pasien tidak menunjukkan perbaikan. DSS pada ibu hamil memerlukan penanganan yang intensif dan multidisipliner untuk mencegah komplikasi fatal. Manajemen cairan yang hati-hati sangat penting untuk mengatasi kebocoran plasma dan mempertahankan stabilitas hemodinamik. Pemantauan klinis yang ketat serta pengawasan laboratorium juga diperlukan untuk mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas baik pada ibu maupun janin.
Airway Management Using Awake Fiberoptic in Thyroid Tumors: Case Report Labobar, Otniel Adrians; Ratumasa, Marilaeta Cindryani Ra; Aryasa, Tjahya; Irawan, Ferry
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v10i2.57740

Abstract

This case report aims to evaluate the effectiveness of the awake fiberoptic intubation (AFOI) technique in airway management for a patient with a thyroid mass. This is a descriptive case report that provides a detailed account of airway management in a patient with a thyroid mass. The subject of this study is a 47-year-old female with a thyroid mass. Data were collected through history-taking, physical examination, radiographic evaluation, and assessment using criteria such as MOANS, LEMON, and RODS to identify potential airway challenges. Anesthetic management and the intubation process were meticulously documented during surgery, including vital signs, drug administration, and the intubation procedure. The data were then presented in a narrative format, supported by preoperative clinical images, radiographic evaluation, and intraoperative monitoring. The results indicate that various airway assessment tests can predict difficult airway scenarios, and this case was successfully managed following ASA guidelines. The AFOI technique, which includes premedication, local anesthesia, and sedation, demonstrated a high success rate with minimal complications. In this case, AFOI was successfully performed via the oral route, with the patient remaining calm, awake, and cooperative throughout the procedure.