Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Dinamika Sengketa Internasional: Sengketa Wilayah di ASEAN Anwar, Sophia Rahma Sari; Putri, Adinda Mutiara Amalia; Fikri, Alfu An Akbarul; Fatwa, Ah Fajruddin
SIYAR Journal Vol. 5 No. 1 (2025): January
Publisher : The Department of International Relations, The Faculty of Social and Political Sciences, UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/siyar.2025.5.1.88-106

Abstract

Sengketa teritorial antar negara mengancam stabilitas regional dan global, terutama di ASEAN, seperti di Laut Cina Selatan dan Laut Natuna. Penelitian ini menganalisis penyebab ketidakjelasan batas wilayah, konflik sumber daya alam, serta penerapan hukum internasional dalam penyelesaiannya. Menggunakan metode normatif dengan studi literatur dan kasus, penelitian ini menemukan bahwa meskipun terdapat mekanisme hukum, implementasinya sering terhambat oleh rendahnya kepatuhan negara terhadap keputusan arbitrase atau pengadilan internasional. Hasil dari penelitian menekankan pentingnya penegakan hukum internasional, dialog multilateral, dan keterlibatan dalam forum global seperti PBB dan ASEAN untuk mencapai penyelesaian yang berkelanjutan. Pendekatan kolaboratif diperlukan guna menjaga stabilitas kawasan, memperkuat diplomasi, dan melindungi kesejahteraan masyarakat sipil.
Constitutional Reconstruction of Customary Land Rights Protection in the Development of Indonesia’s New Capital Abrori, Achmad Fagil; Anwar, Sophia Rahma Sari; Rohmah, Elva Imeldatur
Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum Vol. 6 No. 4 (2025): August
Publisher : Laboratorium Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya (https://uinsa.ac.id/fsh/facility)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/mal.v7i5.439

Abstract

Abstract: The relocation of the National Capital City (IKN) from Jakarta to East Kalimantan, as outlined in Law No. 3/2022, poses a serious challenge to the recognition and protection of the customary rights of indigenous peoples. Although Article 18B paragraph (2) of the 1945 Constitution and its derivative regulations (UUPA, UU IKN, PP 65/2022, Permen ATR 18/2019) provide a juridical basis, implementation in the field is still hampered by the absence of a Regional Regulation on customary recognition, overlapping land claims, and low participation of indigenous peoples. This study employs an analytical normative-descriptive legal approach, utilizing secondary data sources to map the legal framework, document forms of tenure conflicts, and assess the gap between juridical expectations and the reality of implementation. The results of the analysis revealed that the absence of a formal mechanism for recognition and SOPs for customary land registration led to the vulnerability of customary rights to land conversion. Constitutional Court Decision No. 35/PUUX/2012, which recognizes customary forests, has not been followed by concrete legislative steps. As a solution, it is suggested to revise and harmonize UUPA regulations, ratify customary recognition regulations, participatory mapping, prepare SOPs for customary land registration, and FPIC-based dispute resolution mechanisms to realize inclusive and equitable IKN development. Keywords: customary rights, indigenous peoples, land conflicts, the capital city of the archipelago, constitutional protection. Abstract: Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur melalui UU No. 3/2022 menimbulkan tantangan serius bagi pengakuan dan perlindungan hak ulayat masyarakat adat. Meskipun Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dan regulasi turunannya (UUPA, UU IKN, PP 65/2022, Permen ATR 18/2019) memberikan landasan yuridis, pelaksanaan di lapangan masih terhambat oleh ketiadaan Perda pengakuan adat, tumpang‑tindih klaim lahan, dan rendahnya partisipasi masyarakat adat. Studi ini menggunakan pendekatan hukum normatif-deskriptif analitis dengan sumber data sekunder untuk memetakan kerangka hukum, merekam bentuk-bentuk konflik tenurial, serta menilai kesenjangan antara harapan yuridis dan realitas implementasi. Hasil analisis mengungkap bahwa kurangnya mekanisme formal pengakuan dan SOP pendaftaran tanah ulayat menyebabkan rentannya hak ulayat terhadap alih fungsi lahan. Putusan MK No. 35/PUU‑X/2012 yang mengakui hutan adat belum diikuti oleh langkah legislatif konkret. Sebagai solusi, disarankan perevisian dan harmonisasi regulasi UUPA, pengesahan Perda pengakuan adat, pemetaan partisipatif, penyusunan SOP pendaftaran tanah ulayat, dan mekanisme penyelesaian sengketa berbasis FPIC untuk mewujudkan pembangunan IKN yang inklusif dan berkeadilan. Keywords: hak ulayat, masyarakat adat, konflik lahan, Ibu Kota Nusantara, perlindungan konstitusional.