Susandro, Susandro
Institut Seni Budaya Indonesia Aceh

Published : 15 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

DRAMATURGI KESENIAN TRADISIONAL DALUPA PRODUKSI SANGGAR SENI DATOK RIMBA DI WOYLA ACEH BARAT Susandro Susandro; Rika Wirandi; Hatmi Negria Taruan
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 10, No 1 (2021): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v10i1.22730

Abstract

Dalupa art emerged from the creative process of the people of West Aceh which can be stretched into three stages. First, Dalupa was originally a folk tale or folklore that was narrated from generation to generation. Second, the Dalupa then manifests (a person wearing the costume of a Dalupa character) so that it can be witnessed in person. At this stage, the Dalupa character does not manifest itself in the form of theater or dance. Its presence is only intended to entertain or enliven an event, such as weddings, processions, campaigns and so on. Third, the Dalupa character is presented by considering the dramatic element; arrangement of a series of events that tell the beginning of the appearance to the end of the Dalupa story. This study aims to record and describe how the process of creating the Dalupa art, as mentioned in the third stage. The method used is qualitative with the dramaturgy approach. This study shows the results that the art of Dalupa presents a story about the origin of the appearance of Dalupa with the manifestation of organized events. On this basis, it can be concluded that Dalupa art can be categorized as dramatic or theater art.Keywords: dalupa, creation process, dramatic, dramaturgy.AbstrakKesenian Dalupa muncul dari proses kreatif masyarakat Aceh Barat yang dapat direntangkan menjadi tiga tahap. Pertama, Dalupa mulanya merupakan cerita rakyat atau folklor yang dinarasikan secara turun-temurun. Kedua, Dalupa kemudian mewujud (seseorang yang mengenakan kostum tokoh Dalupa) sehingga dapat disaksikan secara langsung. Pada tahap ini, tokoh Dalupa mewujud tidaklah dalam bentuk kesenian teater atau tari. Kehadirannya hanya bertujuan untuk menghibur atau meramaikan suatu acara, seperti pernikahan, arak-arakan, kampanye dan sebagainya. Ketiga, tokoh Dalupa dihadirkan dengan mempertimbangkan unsur dramatika; penataan rangkaian peristiwa yang menceritakan awal kemunculan hingga akhir kisah Dalupa. Penelitian ini bertujuan mencatat serta memaparkan bagaimana proses penciptaan kesenian Dalupa, sebagaimana disebut pada tahap ketiga. Metode yang dilaksanakan yaitu kualitatif dengan pendekatan dramaturgi. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa kesenian Dalupa menyajikan cerita tentang asal mula kemunculan Dalupa dengan perwujudan peristiwa-peristiwa yang tertata. Atas dasar tersebut, dapat dismpulkan bahwa kesenian Dalupa dapat dikategorikan sebagai seni dramatik atau teater.  Kata Kunci: dalupa, proses penciptaan, dramatika, dramaturgi. Authors: Susandro : Institut Seni Budaya Indonesia Aceh Rika Wirandi : Institut Seni Budaya Indonesia Aceh Hatmi Negria Taruan : Institut Seni Budaya Indonesia Aceh References:Barba, Eugenio. (2010). On Directing and Dramaturgy: Burning the House. New York: Routledge.Harymawan. (1993). Dramaturgi. Bandung: Rosdakarya.Herman, RN. (2016). Dalupa: Teater Tradisional Pantai Barat. Buletin Tuhoe edisi XVII. Banda Aceh: JKMA Aceh.Koster, G.L. (1998). Kacamata Hitam Pak Mahmud Wahid Atau Bagaimanakah Meneliti Puitika Sebuah Sastra Lisan?, dalam Pudentia MPSS (Ed.), Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan.Moleong, Lexy J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif, Ed. Revisi cetakan keduapuluhsatu. Bandung: Rosdakarya.Pramayoza, Dede. (2013). Dramaturgi Sandiwara: Potret Teater Populer Dalam Masyarakat Poskolonial. Yogyakarta: Penerbit Ombak.Soedarsono, R.M. (2001). Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Bandung: MSPI (Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia).SSDR. (2019). “Dramaturgi Kesenian Tradisional Dalupa”. Hasil Dokumentasi Pribadi: _________  2020, Aceh Barat.Stokes, Jane. (2007). How to do Media and Kultural Studies: Panduan Untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya. Terj. Santi Indra Astuti. Yogyakarta: Bentang.Taruan, H.N. (2020). “Dramaturgi Kesenian Tradisional Dalupa”. Hasil Dokumentasi Pribadi: _________  2020, Aceh Barat.  Wirandi, R. (2020). “Dramaturgi Kesenian Tradisional Dalupa”. Hasil Dokumentasi Pribadi: _________  2020, Aceh Barat.
RESEPSI MASYARAKAT DAN WISATAWAN TERHADAP KARYA SENI MURAL DI KAWASAN KRUENG DHO DAN KRUENG DAROY KOTA BANDA ACEH Susandro Susandro; Hatmi Negria Taruan; Muhammad Ghifari
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 9, No 1 (2020): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v9i1.17905

Abstract

AbstrakKarya seni mural berkemungkinan dapat mendorong meningkatkan kepariwisataan, hingga sejalan dengan meningkatnya perekonomian suatu masyarakat atau perihal lainnya. Namun, persoalannya ialah karya seni mural bertentangan dengan suatu ketentuan, khususnya sebagaimana yang terdapat dalam syariat Islam. Secara jelas dinyatakan dalam syariat Islam, dilarang membuat gambar yang menyerupai makhluk yang bernyawa atau memiliki ruh, seperti gambar manusia dan hewan. Akan tetapi, gambar tersebut dapat ditemui di pagar dan dinding-dinding rumah warga di bantaran Krueng Dho dan Krueng Daroy, Kota Banda Aceh. Faktanya, Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang menjadikan syariat Islam sebagai landasan hukum Peraturan Daerah. Tujuan penelitian ini tidak bermaksud ‘memperuncing’ kontradiktif tersebut, melainkan ingin mengetahui pandangan masyarakat terhadap karya seni mural dari perspektif Islami dan berbagai kemungkinan dampak lainnya. Guna mencapai tujuan tersebut, penelitian dilaksanakan dengan metode deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan dengan cara observasi, melakukan wawancara – terencana maupun tidak terencana – kepada masyarakat yang dianggap relevan, serta studi pustaka. Kemudian hasil penelitian dibangun berdasarkan analisis terhadap data, paparan bagaimana resepsi masyarakat terhadap karya seni mural dari sudut pandang syariat Islam.Kata Kunci: syariat Islam, mural, kontradiktif, resepsi.AbstractMural art is most likely to be able to encourage increased tourism, so that it is in line with plans to increase people's income or other matters. However, the question is the mural art which is opposed to the provisions, especially those relating to Islamic law. Clearly stated in Islamic Shari'a, released images are released that have life or spirit, such as pictures of humans and animals. However, the picture can be found on the fence and walls of the houses of the residents on the banks of Krueng Dho and Krueng Daroy, Banda Aceh City. In fact, Aceh is the only province in Indonesia that makes Islamic Sharia a legal basis for Regional Regulations. The purpose of this study is not to discuss 'trusting' these contradictions, discussing the public about mural works from an Islamic perspective and various other perspective changes. In order to achieve this goal, the study was conducted using descriptive qualitative methods. Data is collected by observation, conducting interviews - unplanned - for the community considered relevant, as well as literature study. Then the research results are built based on an analysis of the data, a presentation about the community of mural art from the perspective of Islamic law.  Keywords: Islamic sharia, murals, contradictions, receptions. 
KAJIAN SEMIOTIK LUKISAN KAWAN-KAWAN REVOLUSI KARYA S. SUDJOJONO Muhammad Ghifari; Susandro Susandro; Hatmi Negria Taruan
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 9, No 1 (2020): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v9i1.17914

Abstract

AbstrakLukisan yang diberi judul “Kawan-kawan Revolusi” karya S.Sudjojono menggambarkan beberapa orang yang dapat diasumsikan berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Meski sebagian besar karakter tidak secara jelas menggambarkan suatu tokoh, namun karakter dalam gambar tersebut sekiranya cukup jelas menggambarkan sosok pejuang dari kaum laki-laki. Oleh karena itu, gambar tersebut memancing sejumlah pertanyaan yang cukup menggelitik. Di samping itu, dapat secara jelas dilihat sebagian besar karakter menoleh ke arah kanan, tidak satupun ke keiri. Sekilas hal tersebut mungkin dipandang biasa, namun jika ditinjau dari latar belakang hidup Sudjojono, terutama ideologinya, gestur karakter pada lukisannya itu menyiratkan suatu makna atau bahkan beragam makna. Pendek kata, bentuk dan makna nan ambigu menjadi sasaran dalam penelitian ini lebih jauh. Penelitian dilakukan dengan metode studi pustaka dengan berlandaskan pada teori semiotika Ferdinand de Saussure. Pembacaan dengan menggunakan kerangka semiotik dapat dilakukan tentu menghubungkan gambar dengan semangat zaman pada masa Sudjojono membuat karya tersebut.Kata Kunci: kawan-kawan revolusi, bentuk, makna.AbstractThe painting entitled "Friends of the Revolution" by S. Sudjojono assesses some people who can be assumed to be instrumental in fighting for Indonesian independence. Although most of the characters do not clearly depict characters, but the characters in the picture are quite clearly depicting male warriors. Therefore, the picture supports a number of questions that are quite intriguing. In addition, it can be displayed that most characters turn to the right, not according to the left. This overview may look ordinary, but when viewed from the background of Sudjojono's life, especially his ideology, the characters in his paintings imply a meaning or even a variety of meanings. Short words, forms, and meanings, ambiguous, are subject to further research. The study was conducted using the literature study method with Ferdinand de Saussure's semiotic theory based. Reading using semiotics can, of course, connect the images with the spirit of the times when Sudjojono made the work.  Keywords: comrades of the revolution, form, meaning. 
PERTUNJUKAN SIDALUPA BURAQ LAM TAPA DI BUBON-ACEH BARAT DALAM PERSPEKTIF PERFORMANCE STUDIES Susandro Susandro; Hatmi Negria Taruan
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 10, No 2 (2021): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v10i2.27441

Abstract

This article aims to investigate the art of Sidalupa Buraq Lam Tapa in Bubon-West Aceh from various perspectives using the perspective of performance studies. The method applied is qualitative with literature study or document data collection, observation, interviews, and audio-video recording. The results obtained are that the community (the audience) is also a determinant of the existence and sustainability of Sidalupa art, because this art always fills every event organized by the community. In other words, this art is held based on requests or invitations from the community. The high level of public interest in Sidalupa is due to the fact that this art can entertain guests or spectators at every event that is held, whether the apostle's circumcision, akikah, weddings, and other traditional events, even in campaign events, parades and the like. However, the Sidalupa performance does not only fill the stage or space that is oriented towards entertainment alone, but also exists in spaces that are oriented to aesthetic and artistic values, such as special arts events and the like, both at local and national levels. Furthermore, departing from the appreciation of the community, while it can be concluded that the Sidalupa art performance is an event that is carried out by every line of society. Because Sidalupa is not only limited to art, but also the identity of the community that owns it. Keywords: sidalupa, audience, performance studies. AbstrakArtikel ini bertujuan menyelisik kesenian Sidalupa Buraq Lam Tapa di Bubon-Aceh Barat dari berbagai sisi menggunakan kacamata performance studies. Metode yang diterapkan yakni kualitatif dengan teknik studi pustaka atau pengumpulan data dokumen, observasi, wawancara, dan perekaman audio-video. Hasil yang diperoleh ialah masyarakat (penonton) juga menjadi penentu keberadaan dan keberlangsungan kesenian Sidalupa, karena kesenian ini selalu mengisi setiap acara yang diselenggarakan oleh masyarakat. Dalam arti kata lain, kesenian ini digelar berdasarkan permintaan atau undangan dari masyarakat. Cukup tingginya minat masyarakat terhadap Sidalupa disebabkan karena kesenian ini dapat menghibur tamu atau penonton di setiap acara yang diselenggarakan, baik acara sunat rasul, akikah, pernikahan, serta acara adat lainnya, bahkan dalam acara kampanye, pawai dan semacamnya. Namun, pergelaran Sidalupa tidak hanya mengisi panggung atau ruang yang berorientasi pada hiburan semata, melainkan juga hadir pada ruang yang beroirentasi pada nilai estetik dan artistik, seperti acara khusus kesenian dan semacamnya, baik di tingkat lokal maupun nasional. Lebih jauh, beranjak dari apresiasi masyarakat yang demikian, sementara dapat ditarik kesimpulan bahwa pertunjukan kesenian Sidalupa merupakan perhelatan yang dilakoni oleh setiap lini masyarakat. Karena Sidalupa tidak hanya sebatas kesenian, tetapi juga identitas masyarakat pemiliknya.   Kata Kunci:sidalupa, penonton, kajian performance. Authors:Susandro : Institut Seni Budaya Indonesia AcehHatmi Negria Taruan : Institut Seni Budaya Indonesia Aceh References:Dadek, Teuku. (2015). Asal-usul Aceh Barat. Aceh Bar at: Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah.Jaeni. (2014). Kajian Seni Pertunjukan dalam Perspektif Komunikasi Seni. Bogor: IPB Press.Moleong, Lexy, J. (2021). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.Pramayoza, Dede. (2013). Strategi Membaca ‘Pergelaran’, Seorang Antropolog, dan Sebuah Mozaik Penelitian, dalam Pergelaran: Sebuah Mozaik Penelitian Seni-Budaya. Yogyakarta: Jalasutra.RN, Herman. (2016). Dalupa: Teater Tradisional Pantai Barat. Buletin Tuhoe edisi VII Banda Aceh: JKMA Aceh.Rohidi, Tjetjep Rohendi. (2011). Metodologi Penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima Nusantara Semarang.Susandro. (2021). Geliat Kesenian Tradisional Dalupa di Aceh Barat. Banda Aceh: Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh. https://bulletinhaba.kemdikbud.go.id/index.php/haba/issue/view/4/36Susandro. (2021). “Wawancara Syekh Din dan Rahmat Saputra”. Hasil Dokumentasi Pribadi: 11 Juli 2021, Aceh Barat.Susandro, Wirandi, Rika., & Taruan, Hatmi Negria. (2021). Dramaturgi Kesenian Tradisional Dalupa Produksi Sanggar Seni Datok Rimba di Woyla Aceh Barat. Gorga: Jurnal Seni Rupa, 10 (1), 15-23. https://doi.org/10.24114/gr.v10i1.22730
INTRODUCTION OF AMANG RHANG MANYANG TALE THROUGH PMTOH TO STUDENTS OF JANTHO DISTRICT, ACEH BESAR REGENCY Susandro Susandro; Benni Andika; Dian Permata Sari
Batoboh: Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat Vol 4, No 2 (2019): BATOBOH : JURNAL PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/bt.v4i2.964

Abstract

Amat Rhang Manyang is a tale of Aceh, precisely in Krueng Raya, Nanggore Aceh Darussalam. As a literary work, especially old prose,  this tale can be a source of theater creation, especially PMTOH oral theater. The problem is, this tale only become a myth or fairy tale for children. Therefore, this activity tries to offer that this tale can be presented in form of a performance, namely PMTOH. The process of creation is carried out in the seminar and workshop. The seminar aims to deliver material based on the analysis of the structural aspects of the tale, so that the students have knowledge of the themes, plot and character of the Amat Rhang Manyang. Meanwhile, the workshop phase aims to train the practical abilities of students in playing the character. The next phase is to show the results the accumulation of seminars and workshops on stage. This activity aimed for the students of Jantho City, Aceh Besar District. Furthermore, this activity should be able to provide an understanding of the importance of local art as an identity that contains the philosophy of life of Aceh people.  On the other side, this activity aims to give the student an awareness that local art has a great opportunity to be explored and participate in preserving and developing folk art, especially the art of tale and oral tradition of PMTOH
ALUR DRAMATIK KESENIAN TRADISIONAL SIDALUPA DI ACEH BARAT Susandro Susandro
Melayu Arts and Performance Journal Vol 5, No 1 (2022): Melayu Arts and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v5i1.2457

Abstract

Sidalupa art, on the one hand, is a form of dance without a particular pattern or technique accompanied by serunee and rapa'i music. On the other hand, sometimes it is also made into a form of theatrical performance, marked by the presence of actors, musicians, costume makers, and directors in the process. Today, Sidalupa's art is also packaged with cinematic techniques. This article aims to describe the dramatic flow of Sidalupa art produced by the Datok Rimba and Buraq Lam Tapa art studios in West Aceh which has been produced cinematically based on the ideas of Gustav Freytag; exposition, complication, climax, resolution, and conclusion. This research approach is qualitative with descriptive-analytical method. The techniques applied are video-analysis, observation, content-analysis, literature study, and interviews. The result was that Sidalupa's artistic creation, produced by the Datok Rimba Art Studio, contained quite complex dramatic elements, as did Freytag's idea. Likewise, the chain of events presented shows a coherent series of causes and effects. Meanwhile, the work of the Buraq Lam Tapa group seems to tend to disguise stories and characters as elements that drive events. In other words, it does not contain the complex dramatic elements as stated by Freytag.Keywords: Dramatic Plot; Sidalupa Art; West Aceh.AbstrakKesenian Sidalupa, di satu sisi, ialah sebentuk tarian tanpa pola atau teknik tertentu yang diiringi musik serunee dan rapa’i. Di lain sisi, terkadang juga digarap menjadi sebentuk pertunjukan teater, ditandai dengan adanya aktor, pemusik, pembuat kostum, dan sutradara dalam proses garapannya. Dewasa ini, kesenian Sidalupa dikemas pula dengan teknik sinematik. Artikel ini bertujuan memaparkan alur dramatik kesenian Sidalupa produksi Sanggar Seni Datok Rimba dan Buraq Lam Tapa di Aceh Barat yang digarap secara sinematik berlandaskan pada gagasan Gustav Freytag; eksposisi, komplikasi, klimaks, resolusi, dan konklusi. Pendekatan penelitian ini ialah kualitatif dengan metode deskriptif-analitis. Teknik yang diterapkan adalah video-analisis, observasi, konten-analisis, studi pustaka, dan wawancara. Hasil yang didapati ialah garapan kesenian Sidalupa produksi Sanggar Seni Datok Rimba memuat unsur dramatik yang cukup kompleks, sebagaimana gagasan Freytag. Begitu pula dengan jalinan peristiwa yang dihadirkan, menunjukkan rangkaian sebab-akibat yang runtut. Sedangkan garapan kelompok Buraq Lam Tapa, terkesan cenderung menyamarkan cerita dan tokoh sebagai unsur penggerak peristiwa. Dengan kata lain, tidak memuat unsur dramatik yang kompleks sebagaimana dikemukakan Freytag.Kata Kunci: Alur Dramatik; Kesenian Sidalupa; Aceh Barat
PARABOLIC DRAMA: PENYANGKALAN TEORETIK TERHADAP TEATER ABSURD Susandro Susandro; Afrizal H; Saaduddin Saaduddin; Edy Suisno
Melayu Arts and Performance Journal Vol 3, No 1 (2020): Melayu Art and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v3i1.1342

Abstract

ABSTRACTSamuel Beckett's Waiting for Godot is one of the dramas that Martin Esslin calls the Absurd Theater. Furthermore, For Esslin, Theater of the Absurd is not only a term but a theater theory to know conventions and understand the meaning of a drama. In this way, Esslin puts the Absurd Theater into the trajectory of the development of the world's theater arts style, as well as leading the reader or audience to a perception that the life or routine that humans live in is meaningless, pointless and futile. However, the Theater of the Absurd, in the view of Michael Y. Bennett, a term that is supported by unstructured and abstract concepts. Therefore, it is necessary to develop an alternative, a term which he calls Parabolic Drama. A more structured term in understanding Waiting for Godot and other dramas that contain parallel philosophical values. This article tries to explain the dialectic of the two theater theories above, the extent to which they can bind one drama and encompass another drama. ABSTRAKWaiting for Godot karya Samuel Beckett merupakan salah satu drama yang disebut dengan istilah Teater Absurd oleh Martin Esslin. Lebih jauh, Bagi Esslin, Teater Absurd tidak hanya suatu istilah melainkan teori teater untuk mengetahui konvensi serta memahami makna suatu drama. Dengan begitu, Esslin menempatkan Teater Absurd ke dalam lintasan perkembangan gaya seni teater dunia, sekaligus menggiring pembaca atau penonton pada suatu persepsi bahwa kehidupan atau rutinitas yang dijalani manusia tidaklah bermakna, tidak ada tujuan dan sia-sia. Namun, Teater Absurd, menurut pandangan Michael Y. Bennett, istilah yang didukung oleh konsep-konsep yang tidak terstruktur serta abstrak. Oleh karena itu, perlu dibangun suatu alternatif,istilah yang disebutnya dengan Parabolic Drama.Istilah yang lebih terstruktur dalam memahami Waiting for Godotserta drama lain yang mengandung nilai filosofis yang sejajar.Artikel ini mencoba memaparkandialektika kedua teoriteater di atas,sejauh mana keduanya dapat mengikat suatu drama dan melingkupi drama lainnya.                                                                                                                                    
RECOMBINATION OF MINANGKABAU TRADITIONAL ARTS IN ALAM TAKAMBANG JADI BATU BY KOMUNITAS SENI NAN TUMPAH IKHSAN SATRIA IRIANTO; SAADUDDIN SAADUDDIN; SUSANDRO SUSANDRO; NOLLY MEDYA PUTRA
Ekspresi Seni : Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni Vol 22, No 1 (2020): Ekspresi Seni : Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni
Publisher : LPPMPP Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (966.566 KB) | DOI: 10.26887/ekspresi.v22i1.1039

Abstract

This study aims to find out how the exploration of Minangkabau traditional art carried out by the Nan Tumpah Art Community (KSNT) in the Alam Takambang Jadi Batu by Mahatma Muhammad. KSNT is an art group from Padangpariaman which has a tendency to utilize Minangkabau traditional art as its artistic material. In efforts to explore the Minangkabau traditional art in the work of Alam Takambang Jadi Batu, the research method used is a qualitative method with an interpretive descriptive approach. Based on the results of the study it can be concluded, KSNT utilizes and processes Minangkabau traditional arts, such as Randai, Indang and Tupai Janjang. The conclusion obtained from this research is that KSNT utilizes traditional art as an effort to revitalize traditional arts for modern aesthetic needs. KSNT calls this traditional art exploration process a "recombination of traditional art"  
MEMBACA PERTUNJUKAN TEATER BERJUDUL NEGERI YANG TERKUBUR KARYA ZURMAILIS SUTRADARA SYUHENDRI Susandro Susandro; Afrizal Harun
Ekspresi Seni : Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni Vol 20, No 1 (2018): Ekspresi Seni : Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni
Publisher : LPPMPP Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1005.964 KB) | DOI: 10.26887/ekse.v20i1.389

Abstract

Penelitian ini bertujuan membaca salah satu perkembangan bentuk teater modern yang ada di Sumatera Barat. Penelitian ini berdasarkan pada kualitas data (kualitatif), disempitkan menjadi penelitian studi kasus. Bahan atau data terdiri dari tulisan atau ceramah yang terekam dalam konteks yang berbeda, bisa data dari hasil observasi, berita dari surat kabar, dan sebagainya. Persentuhan antara gagasan dan bentuk pertunjukan NyT dengan pertunjukan teater modern lainnya di Indonesia terutama di Sumatra Barat dapat ditarik ke dalam beberapa poin, pertama, secara konseptual (ide/gagasan) Syuhendri mencoba merespon dan menyerap isu-isu yang tengah berkembang secara menasional. Juga ditambah pada dekade 90-an dan 2000-an globalisasi masih hangat-hangatnya dalam pendengaran setiap orang. Kedua, persentuhan Syuhendri dengan tokoh teater lainnya di Sumatra Barat secara teknis tidaklah memiliki kendala, dalam artian dapat diakses tanpa dibatasi oleh jarak. Untuk itu besar kemungkinan karya Syuhendri juga dipengaruhi oleh adanya ruang dialogis antara Syuhendri dengan seniman lainnya di Sumatra Barat
CITRA PEREMPUAN DALAM LUKISAN KARYA PERMADI LYOSTA Hatmi Negria Taruan; Susandro Susandro; Rika Wirandi
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 11, No 2 (2022): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v11i2.40086

Abstract

This study aims to understand the ethnographic and gender aspects and values in the visual use of women, themes about women, and the representation of gender injustice towards women in paintings by Permadi Lyosta in 2000-2007.This study uses a descriptive qualitative research method using data collection techniques through observation, interviews, and visual data collection methods in the form of physical works and works in catalogs. Ethnographic and gender approaches are the perspectives used in this study. The results of this study show that Permadi Lyosta's post-New Order works are more dominant in using women's visuals with themes of women's backwardness and marginalization in social life through paintings of women who are depicted as manual laborers as farmers, traders in traditional markets. As women, wives and housewives with cultural burdens and gender roles as women who raise children at home. There is almost no image of women depicted as figures who fill strategic roles in the public sphere. On the other hand, Permadi's works are a kind of criticism of the gender injustice experienced by women. Keywords: woman, painting, permadi lyosta. AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk memahami aspek dan nilai etnografis dan gender dalam penggunaan visual perempuan, tema-tema tentang perempuan, serta representasi ketidakadilan gender terhadap perempuan dalam lukisan karya Permadi Lyosta tahun 2000-2007. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskripstif dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, serta metode pengumpulan data visual berbentuk karya-karya fisik dan karya-karya dalam katalog. Pendekatan etnografi dan gender adalah perspektif yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan karya-karya Permadi Lyosta pasca orde baru lebih dominan memakai visual perempuan dengan tema-tema keterbelakangan dan ketermajinalan perempuan dalam kehidupan sosial melalui lukisan-lukisan perempuan yang digambarkan sebagai pekerja kasar sebagai petani, pedagang di pasar tradisional. Sebagai perempuan, istri, dan ibu rumah tangga dengan beban kultural serta peran gender sebagai perempuan yang mengasuh anak-anak di rumah. Hampir tidak ada gambaran citra perempuan yang tergambar sebagai sosok-sosok yang mengisi peranan strategis di ruang publik. Di sisi lain, karya-karya Permadi tersebut semacam kritik terhadap ketidakadilan gender yang dialami perempuan. Kata Kunci: perempuan, karya lukis, permadi lyosta. Authors:Hatmi Negria Taruan : Institut Seni Budaya Indonesia AcehSusandro : Institut Seni Budaya Indonesia AcehRika Wirandi : Institut Seni Budaya Indonesia Aceh References:Fitryona, N., & Kharisma, M. (2021). Darvies Rasjidin dan Perubahan Karyanya Sebuah Kajian Sosiohistoris. Gorga: Jurnal Seni Rupa, 10(1), 35-44. https://doi.org/10.24114/gr.v10i1.23677.Khairi, A. I., & Hafiz, A. (2022). Kajian Estetika Lukisan Realis Kontemporer Drs. Irwan, M. Sn. yang Berjudul di Ujung Tanduk. Gorga: Jurnal Seni Rupa, 11(1), 138-146.Rostiyati, A. (2019). Memaknai Lukisan Perempuan dalam Konteks Budaya Visual. Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya., 20(2), 187-202.Yulianto, N., & Yuliastuti, N. (2019). Dinamika Citra Tubuh Perempuan dalam Lukisan KARYA Luna Dian Setya. Imajinasi: Jurnal Seni, 13(1), 27-34.