Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

PARABOLIC DRAMA: PENYANGKALAN TEORETIK TERHADAP TEATER ABSURD Susandro Susandro; Afrizal H; Saaduddin Saaduddin; Edy Suisno
Melayu Arts and Performance Journal Vol 3, No 1 (2020): Melayu Art and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v3i1.1342

Abstract

ABSTRACTSamuel Beckett's Waiting for Godot is one of the dramas that Martin Esslin calls the Absurd Theater. Furthermore, For Esslin, Theater of the Absurd is not only a term but a theater theory to know conventions and understand the meaning of a drama. In this way, Esslin puts the Absurd Theater into the trajectory of the development of the world's theater arts style, as well as leading the reader or audience to a perception that the life or routine that humans live in is meaningless, pointless and futile. However, the Theater of the Absurd, in the view of Michael Y. Bennett, a term that is supported by unstructured and abstract concepts. Therefore, it is necessary to develop an alternative, a term which he calls Parabolic Drama. A more structured term in understanding Waiting for Godot and other dramas that contain parallel philosophical values. This article tries to explain the dialectic of the two theater theories above, the extent to which they can bind one drama and encompass another drama. ABSTRAKWaiting for Godot karya Samuel Beckett merupakan salah satu drama yang disebut dengan istilah Teater Absurd oleh Martin Esslin. Lebih jauh, Bagi Esslin, Teater Absurd tidak hanya suatu istilah melainkan teori teater untuk mengetahui konvensi serta memahami makna suatu drama. Dengan begitu, Esslin menempatkan Teater Absurd ke dalam lintasan perkembangan gaya seni teater dunia, sekaligus menggiring pembaca atau penonton pada suatu persepsi bahwa kehidupan atau rutinitas yang dijalani manusia tidaklah bermakna, tidak ada tujuan dan sia-sia. Namun, Teater Absurd, menurut pandangan Michael Y. Bennett, istilah yang didukung oleh konsep-konsep yang tidak terstruktur serta abstrak. Oleh karena itu, perlu dibangun suatu alternatif,istilah yang disebutnya dengan Parabolic Drama.Istilah yang lebih terstruktur dalam memahami Waiting for Godotserta drama lain yang mengandung nilai filosofis yang sejajar.Artikel ini mencoba memaparkandialektika kedua teoriteater di atas,sejauh mana keduanya dapat mengikat suatu drama dan melingkupi drama lainnya.                                                                                                                                    
PERANCANGAN PERTUNJUKAN OPERA MINANGKABAU MALIN NAN KONDANG SEBAGAI ALIH WAHANA KABA MALIN KUNDANG EDY SUISNO; ISWANDI ISWANDI; R.M PRAMUTOMO; LILI SUPARLI; NOVESAR JAMARUN
Dance and Theatre Review: Jurnal Tari, Teater, dan Wayang Vol 4, No 1: May 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/dtr.v4i1.4373

Abstract

Perancangan Pertunjukan Opera Minangkabau Malin Nan Kondang sebagai Alih Wahana KabaMalin Kundangadalah proses penciptaan pertunjukan Opera Minangkabau yang bertitik tolak dari penafsiran ulang kaba Malin Kundang. Proses penciptaan pertunjukan Opera Minangkabau tersebut, diawali dari sebuah riset terhadap berbagai penafsiran atas kaba Malin Kundang sebagai titik tolak terbentuknya penafsiran baru atas kaba tersebut..Penafsiran baru tersebut kemudian dikreasi untuk menghasilkan bentuk lakon baru, yang kemudian diberi judul Malin Nan kondang.Lakon baru inilah yang menjadi pijakan dalam perancangan pemanggungan (spektakel) yang mencirikan sebuah pertunjukan Opera Minangkabau.Penuangan tersebut merupakan bentuk perancangan yang dimulai dari analisis lakon, pembuatan adegan demi adegan dan penempatan aspek pendukung opera yang meliputi gerak, dendang dan penghayatan seni peran. Aksentuasi opera diwujudkan dengan penggunakan ragam seni tradisi Minangkabau bagi kebutuhan perancangan Opera Minangkabau secara keseluruhan. Aksentuasi itu meliputi dialog dengan dendang, penggunaan koreografi dan paduan suara dan dialog yang berbentuk puisi.Kata kunci : Kaba Malin Kundang; Lakon Malin Nan Kondang; Opera Minangkabau
Alih Wahana Lakon Malin Nan Kondang dalam Media Komik Edy Suisno; Novesar Jamarun; Navisha Yustitia
Dance and Theatre Review: Jurnal Tari, Teater, dan Wayang Vol 5, No 1: May 2022
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1597.59 KB) | DOI: 10.24821/dtr.v5i1.7661

Abstract

Naskah lakon Malin Nan Kondang adalah karya drama sebagai hasil dari alih wahana folklor Sumatera Barat: Malin Kundang. Folklor Malin Kundang mengisahkan tentang pemuda Minangkabau bernama Malin yang sukses dalam perantauan tapi akhirnya durhaka pada ibu kandungnya. Folklor Malin Kundang tersebut dialih-wahanakan dalam karya Opera Minangkabau melalui re-interpretasi (tafsir ulang), yang berusaha menghadirkan tokoh Malin sebagai anak berbudi dan selalu berbakti pada orang tua. ‘Kedurhakaan’ dalam folklor Malin Kundang ditafsir kembali sebagai sikap kritis anak dalam menghadapi keinginan orang tua yang terkadang memaksakan kehendak, terlebih setelah pihak orang tua terimbas kesuksesan perantauan anak sebagai orang kaya baru. Secara substansial, capaian penikmat naskah lakon Malin Nan Kondang, yang telah ditampilkan dalam bentuk pertunjukan opera Minangkabau tersebut telah menjangkau kalangan seniman, mahasiswa seni, para kritikus teater dan kalangan pemerhati seni budaya tradisional. Namun, jangkauan itu masihlah dipandang belum mewakili khalayak luas. Maka dari itu, untuk memperluas target audience dalam bentuk pencapaian ke semua lapisan masyarakat, penggarapan alih media dalam bentuk komik akhirnya dirancang sebagai strategi untuk memperluas audience, terutama dalam memperluas segmen dari kalangan remaja. Pembuatan komik yang berpijak dari naskah Malin Nan Kondang tersebut juga dirancang untuk memanfaatkan teknologi online yang sangat berperan aktif dalam proses pengenalan ke semua lapisan masyarakat, terutama di kalangan remaja sebagai pengguna aktif teknologi digital. Kata kunci : Alih Wahana, Komik, Naskah Lakon Malin Nan Kondang
EKRANISASI CERITA RAKYAT MALIN KUNDANG DALAM SKENARIO FILM TELEVISI MALIN NAN KONDANG Edy Suisno
Jurnal Cerano Seni | Pengkajian dan Penciptaan Seni Pertunjukan Vol. 1 No. 01 (2022): Cerano Seni | Pengkajian dan Penciptaan Seni Pertunjukan
Publisher : Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (500.664 KB) | DOI: 10.22437/cs.v1i01.18689

Abstract

Penciptaan Skenario Malin Nan Kondang merupakan upaya perancangan skenario Film Televisi yang bertitik tolak dari cerita rakyat Minangkabau Malin Kundang. Upaya perancangan tersebut merupkan hasil dari reinterpretasi cerita rakyat Malin Kundang melalui pendekatan alih wahana (ekranisasi) dengan menggunakan pendekatan hermeunetic. Hasil dari ekranisasi tersebut diwujudkan dalam skenario Film Televisi dengan judul Malin Nan Kondang. Skenario Malin Nan Kondang dirancang dengan tetap mempertahankan alur sebagaimana yang ditemukan dalam cerita rakyat Malin Kundang tetapi merubahnya dari format cerita rakyat (folklor) Malin Kundang menjadi format skenario film televisi, dengan melakukan perubahan pada aspek struktur cerita rakyat yang dirancang secara berlawanan (dekonstruktif) dalam susunan strukturnya. Penempatan struktur yang berlawanan tersebut pada akhirnya berdampak pada perubahan signifikan pada aspek penokohan, aspek dramatik dan juga aspek latar cerita. Dengan demikian perancangan skenario film televisi ini lebih dari sekedar kerja adaptasi tetapi merupakan penerapan konsep ekranisasi (alih wahana) secara utuh dari genre sastra menuju skenario film untuk kebutuhan kreativitas sinematik (perfilman).
KAJIAN TERHADAP PERSEPSI “BERTUTUR LOKAL” DALAM FILM (INDONESIA) Edy Suisno; Pandu Birowo; Wen Hendri
Prabung Seni: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol. 2 No. 02 (2023): Prabung Seni | Pengkajian dan Penciptaan Seni Pertunjukan (Desember 2023)
Publisher : Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/jpps.v2i02.30852

Abstract

Tulisan ini berusaha mengurai posisi latar ‘lokal’ sabagai salah satu aspek determinan dalam kreativitas penciptaan film (di) Indonesia. Langkah terpenting yang dilakukan adalah dengan melakukan perbandingan dengan beberapa film di luar Indonesia. Hal ini dilakukan untuk menemukan tafsiran formula film terkait posisi ‘bertutur lokal’ dalam kemasannya. Pemaknaan kembali tersebut dilakukan dengan menelusuri secara singkat kapasitas kreatornya pada serangkain film yang telah dihasilkannya. Serangkaian film-film tersebut diamati perdasarkan kekhasan film baik secara naratif maupun sinematik, untuk kemudian ditindaklanjuti dengan interpretasi secara subyektif (opinion approach) sebagai cara untuk mengetahui sejauh mana posisi ‘lokal’ dijadikan pijakan dalam memberi daya tarik estetik film secara keseluruhan. Pemberian opini atas pengamatan dan komparasi film tersebut juga dilakukan untuk memberi batasan kembali (redefinisi) ‘bertutur lokal’ yang selama ini seringkali menibulkan ragam persepsi baik dikalangan kreator film maupun di kalangan pengamat dan kritiukus film. Penawaran batasan kembali atas ‘bertutur lokal’ tersebut dilakukan untuk memberikan tempat pada ‘lokal’ sebagai sesuatu yang semestinya tidak dijadikan ‘sentimen’ yang mendekatkan pada kegenitan-kegenitan formulasi, yang sama sekali tidak menyentuh subtansi film baik secara naratif maupun sinematik.
Naskah Lakon Siti Nurbaya (Wajah di Sebalik Punggung) sebagai Alih Wahana Roman Siti Nurbaya (Kasih tak Sampai) Karya Marah Rusli Suisno, Edy; Wenhendri, Wenhendri
Creativity And Research Theatre Journal Vol 5, No 1 (2023): Creativity And Research Theatre Journal (CARTJ)
Publisher : Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/cartj.v5i1.3714

Abstract

The creation of the play script Siti Nurbaya (Wajag di Sebalik Punggung) as a replacement for the romance Siti Nurbaya (Kasih Tak Sampai) by Marah Rusli is an attempt to design a play script by turning the romance genre into a drama or play script. This design is the result of a new interpretation in terms of content and literary genre, namely a transfer of vehicles from the romance genre to the drama genre, which will later become the starting point in theatrical creativity. critical analysis of Siti Nurbaya's romance (Kasih Tak Sampai) so that a new structure for the play is formed, both from the characterizations, plot and setting of the story. The new structure resulting from the re-interpretation is then formatted in scene after scene and dialogue between characters, some of which are 'opposite' to what is stated and told in the novel Siti Nurbaya (Kasih Tak Sampai). The play script was later given the title Siti Nurbaya (Wajah di Sebalik PunggungAbstrakPenciptaan naskah lakon Siti Nurbaya (Wajah di Sebalik Punggung) sebagai alih wahana roman Siti Nurbaya (Kasih tak Sampai) karya Marah Rusli merupakan upaya untuk merancang naskah lakon dengan menjadikan genre roman untuk dikreasi ulang ke dalam genre drama atau naskah lakon. Perancangan ini merupakankan hasil dari sebeuah penafsiran baru secara isian (content) maupun secara genre satra, yakni sebuah alih wahana dari genre roman menuju genre drama, yang kelak merupakan titik pijak dalam kreativitas teater.Penciptaan atau perancangan drama (naskah lakon) tersebut diawali dengan melakukan analisis kritis terhadap roman Siti Nurbaya (Kasih tak Sampai) sehingga terbentuk struturisasi naskah lakon yang baru, baik yang tergambar dari penokohan, alur dan latar cerita. Struktur baru dari hasil tafsir ulang tersebut kemudian diformat dalam pengadegan demi pengadegan dan dialog antar tokoh yang di antaranya ‘berkebalikan’  dengan yang tertuang dan dituturkan dalam roman Siti Nurbaya (Kasih tak Sampai). Naskah lakon itu yang kemudian diberi judul Siti Nurbaya (Wajah di Sebalik Punggung)
The Application of Patriarchal Culture in the Scenes of the Film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini Desti Rahmadhini; Rustim; Edy Suisno
Journal of Scientific Research, Education, and Technology (JSRET) Vol. 3 No. 2 (2024): Vol. 3 No. 2 2024
Publisher : Kirana Publisher (KNPub)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58526/jsret.v3i2.428

Abstract

This research reveals the practice of patriarchal culture through narrative and cinematic character scenes in the film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini, namely the character Narendra as a father who dominates women in domestic life. The purpose of this research is to find scenes of Narendra's character in dominating domestic life which is a representation of patriarchal culture. This research method uses a qualitative method with an interpretation approach to the patriarchal culture depicted by the director through narrative and cinematic aspects. Data collection techniques were carried out by observation, interviews and documentation. The results of this study show that the scenes built by the director through narrative and cinematic aspects show the practice of patriarchal culture and domination of women in domestic life. This research can contribute to how the director's experience of reading patriarchal culture and applying it in filmmakers' work practices in film language. Keywords: Patriarchy, Domination, Narrative, Cinematic.
Sejarah Pertambangan Batubara Sawahlunto Dalam Film Dokumenter ”Tambang Asa” Reza Ryan Saputra Syukri; Edy Suisno
Nusantara Journal of Multidisciplinary Science Vol. 2 No. 4 (2024): NJMS - November 2024
Publisher : PT. Inovasi Teknologi Komputer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sawahlunto merupakan sebuah kota kecil di Sumatera Barat yang dikenal sebagai pusat pertambangan batubara tertua di Indonesia yang berdiri sejak era kolonial Belanda. Pertambangan ini tidak hanya berdampak pada perekonomian Hindia Belanda, tetapi juga membawa pengaruh signifikan terhadap aspek sosial, budaya, dan lingkungan di Sawahlunto. Permasalahan utama terletak pada kurangnya pengetahuan masyarakat Sumatera Barat terhadap sejarah pertambangan batubara Sawahlunto yang mampu membangun peradaban maju pada masanya dan kurangnya media dokumentasi. Penelitian ini bertujuan untuk merekam jejak perjalanan sejarah di Sawahlunto yang mengangkat kisah masyarakat lokal yang hidup berdampingan dengan industri tambang melalui film dokumenter “Tambang Asa”, yang menggunakan pendekatan expository. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa narasi, wawancara narasumber, studi pustaka dan dokumentasi, yang disesuaikan dengan metode penciptaan film yaitu pra-produksi, produksi, hingga pasca-produksi. Hasil menunjukkan bahwa film dokumenter “Tambang Asa” menggambarkan perjalanan sejarah pertambangan Sawahlunto mulai dari masa kejayaan hingga transformasinya menjadi kota warisan budaya yang diakui oleh UNESCO. Penelitian ini menyimpulkan bahwa film dokumenter “Tambang Asa” memiliki peran signifikan dalam memperkenalkan dan melestarikan sejarah lokal sekaligus menjadi inspirasi untuk membangun optimisme bagi masa depan Sawahlunto.
PENCIPTAAN SKENARIO FILM FIKSI THE BLUE MOON KILLER MENGGUNAKAN PLOT TWIST ANAGNORISIS Meysyaputri, Chairunnisa; Suisno, Edy
EZRA SCIENCE BULLETIN Vol. 3 No. 1 (2025): January-June 2025
Publisher : Kirana Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58526/ezrasciencebulletin.v3i1.250

Abstract

Skenario The Blue Moon Killer lahir dari keresahan terhadap isu pembunuhan yang dipicu oleh dendam, yang menyoroti pentingnya pengelolaan emosi dengan cara yang sehat dan damai. Isu ini kemudian diolah menjadi sebuah cerita drama misteri yang intens dan penuh intrik. Melalui skenario ini, penulis bertujuan untuk menggambarkan dampak negatif dari tindakan balas dendam serta menyajikan kisah yang tidak hanya menghibur tetapi juga memberikan nilai edukatif bagi berbagai kalangan. Penuturan cerita dalam skenario ini menggunakan teknik plot twist anagnorisis, yang merupakan plot twist di mana karakter utama atau penonton menyadari kebenaran tersembunyi yang mengubah keseluruhan pemahaman terhadap cerita. Plot twist ini hadir pada adegan kunci, yaitu di scene 51, 74, dan 77, ketika karakter protagonis akhirnya menyadari bahwa dalang di balik serangkaian pembunuhan adalah seseorang yang sangat dekat dengan mereka.Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan plot twist anagnorisis mampu memberikan dampak emosional yang mendalam pada penonton, serta meningkatkan kualitas narasi dalam skenario film. Selain itu, isu balas dendam yang diangkat memberikan kedalaman psikologis pada karakter dan relevansi sosial yang kuat.
MISE EN SCENE UNTUK MENCIPTAKAN GAMBAR METAFORA DALAM FILM FIKSI FEMENINE Situngkir, Rivaldo Cristenseen; Pradhono, Choiru; Suisno, Edy
EZRA SCIENCE BULLETIN Vol. 3 No. 1 (2025): January-June 2025
Publisher : Kirana Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58526/ezrasciencebulletin.v3i1.266

Abstract

Film fiksi Femenine mengisahkan tentang seorang pria bersifat femininbernama Dendi. Tokoh Dendi yang mengalami pemahaman seksual, streotipdanmaskulinitas oleh lingkungan. Maraknya kasus ini menjadi tema besar dalampembuatan film Femenine . Film ini menggunakan konsep penerapan Mise EnScene untuk menciptakan Visual Metaphor pada film Femenine . Tujuan dari penciptaan karya ini adalah dengan mengahadirkan elemen Mise en scene padafilm untuk menghadirkan Visual Metaphor, sehingga penonton dapat mengonseptualkan ke suatu hal atau kejadian. Film Femenine ini tidak hanyamenampilkan pesan verbal (dialog dan ekspresi pemain) tetapi jugamenampilkan pesan non verbal dari setting, acting, lighting, dan Wandrobe, yangmendukung terciptanya film ini. Sedangkan di dalam film terdapat aspek-aspek yangmembentuk sebuah film, diantaranya sentuhan pada aspek Mise en scene mampuuntuk mengonstruksi pemahaman penonton pada sebuah filmyang tidak hanyamendapat informasi namun juga dapat membangun aspek emosi.