Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi penerapan model kolaborasi pentahelix dalam pengelolaan event budaya Mekotekan di Desa Wisata Munggu, Bali, dengan fokus pada aspek keberlanjutan budaya dan lingkungan. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus melalui observasi partisipatif, wawancara mendalam dengan pemangku kepentingan, dan analisis data tematik. Tradisi Mekotekan di Desa Munggu, Kabupaten Badung, Bali, merupakan warisan budaya yang mengintegrasikan nilai spiritual, sosial, dan seni melalui prosesi ritual unik yang melibatkan tongkat kayu pulet serta tarian tradisional. Tradisi ini tidak hanya menjadi simbol kekuatan, solidaritas, dan keharmonisan desa, tetapi juga berfungsi sebagai sarana promosi budaya lokal dan pemberdayaan masyarakat. Dampak positif dari Mekotekan mencakup peningkatan kesadaran dalam melestarikan budaya, keterlibatan aktif komunitas, serta peningkatan ekonomi melalui penjualan produk lokal selama event berlangsung. Meski demikian, tantangan terkait keberlanjutan lingkungan, seperti pengelolaan energi dan pengunjung, masih memerlukan perhatian lebih. Melalui kolaborasi pentahelix antara pemerintah, akademisi, komunitas, bisnis, dan media, tradisi ini dapat terus dilestarikan sebagai warisan budaya sakral sekaligus daya tarik wisata ramah lingkungan yang memperkenalkan kearifan lokal Bali kepada dunia. Temuan menunjukkan bahwa keterlibatan pemerintah, komunitas lokal, akademisi, pelaku bisnis, dan media secara sinergis mampu meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan selama event berlangsung. Novelty dari penelitian ini adalah implementasi model pentahelix yang terintegrasi dengan prinsip-prinsip green event management. Hasilnya memberikan panduan praktis bagi pengelolaan event budaya di desa wisata lain di Indonesia untuk menciptakan harmoni antara pelestarian budaya, pertumbuhan ekonomi lokal, dan kelestarian lingkungan.