Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

UPAYA PENINGKATAN KEWASPADAAN PENYAKIT DIABETES MELITUS MELALUI EDUKASI DAN SKRINING GULA DARAH SEWAKTU Novendy; Renaldy; Najiyah, Khilda Safinatin; Fadhilah, Windy Hazmi; Tan, Wendy
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia Vol. 7 No. 3 (2024): Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jbmi.v7i3.32515

Abstract

Data from the International Diabetes Federation (IDF) in 2021 revealed that around 537 million people aged 20-79 years are living with diabetes mellitus. This number is projected to increase to 783 million sufferers by 2045. Indonesia is ranked fifth in the world for the most diabetes cases. At Puskesmas Cikupa, the prevalence of diabetes mellitus has increased from 0.31% in January-July 2023 to 0.59% in January-July 2024. Screening results indicate an increase in random blood sugar levels  ≥ 200 mg/dL, rising from 18.7% to 39.3% in the 3rd and 4th weeks of July 2024. A survey conducted in early August 2024 found that nearly half of the visitors to Puskesmas had lack of knowledge about diabetes mellitus. The Sukamulya Subdistrict, part of puskesmas working area, is facing a significant diabetes mellitus problem that requires immediate attention. To address this issue, the team conducted a health service activity, which included random blood sugar screening and health education. The pretest and posttest scores were analyzed using the paired t test. It was found that 10% participants had random blood sugar levels ≥ 200 mg/dL. The analysis results indicated a significant difference between the pre-test and post-test scores from the educational activities (p value = 0.0001), with a 28% increase in knowledge. The health service activities successfully increased the knowledge of residents in Sukamulya Subdistrict regarding diabetes mellitus. Furthermore, the blood sugar screening results have helped the puskesmas in carrying out early detection to prevent the increase in diabetes mellitus ABSTRAK Data International Diabetes Federation (IDF) tahun 2021, sekitar 537 juta orang usia 20-79 tahun hidup dengan penyakit diabetes melitus. Penyakit ini diproyeksikan akan terus meningkat hingga mencapai 783 juta penderita pada tahun 2045. Indonesia berada pada posisi kelima dengan kasus terbanyak di dunia. Prevalensi diabetes melitus di Puskesmas Cikupa mengalami peningkatan dari 0,31% pada Januari-Juli 2023 menjadi 0,59% pada Januari-Juli tahun 2024. Hasil skrining juga menunjukkan adanya peningkatan gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL dari  18,7% menjadi 39,3% pada minggu ke-3 dan ke-4 Juli 2024. Sebuah survei pada awal Agustus 2024 mendapatkan bahwa hampir setengah pengunjung puskesmas memiliki pengetahuan yang kurang mengenai penyakit diabetes melitus. Kelurahan Sukamulya merupakan salah satu bagian dari wilayah kerja puskesmas memiliki masalah diabetes melitus yang perlu segera ditangani. Maka tim melakukan suatu kegiatan bakti kesehatan untuk membantu mengatasi masalah tersebut. Metode yang digunakan pada kegiatan ini adalah skrining gula darah sewaktu dan kegiatan edukasi berupa penyuluhan. Nilai pretes dan postes dianalisis dengan menggunakan uji t berpasangan. Hasil skrining didapatkan 10% peserta memiliki gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL. Sedangkan hasil analisis menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil nilai pretest dan post test dari kegiatan edukasi yang telah diberikan (p value = 0,0001) dan terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 28%. Kegiatan bakti kesehatan telah berhasil meningkatkan pengetahuan warga di Kelurahan Sukamulya mengenai penyakit diabetes melitus. Selain itu hasil skrining gula darah sewaktu telah mampu membantu puskesmas dalam melakukan deteksi dini untuk mencegah meningkatnya penyakit diabetes melitus
Hubungan Tingkat Stres dengan Sindrom Pramenstruasi pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Angkatan 2021 Universitas Tarumanagara Fadhilah, Windy Hazmi; Herdiman, Julia
Andalas Journal of Health Vol. 11 No. 3 (2022): Online November 2022
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v11i3.2086

Abstract

Premenstrual syndrome (PMS) is physical and non-physical symptoms experienced by women of the reproductive age two to fourteen days before menstruation. One of the factors can cause PMS is stress. Objective: To determined the correlation between stress and premenstrual syndrome among year 2021 Faculty of Medicine students at University of Tarumanagara. Methods: This research was an observational analytic study with a cross-sectional research design. The stress variable was measured using the Depression Anxiety Stress Scales-21 (DASS-21) questionnaire and the premenstrual syndrome variable was measured based on prospective questionnaire by the American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). The number of respondents obtained was 138 and the chi-square test was analyzed as a hypothesis test. Results: There were 56 (62,2%) respondents classified as having stress and experienced PMS, while 15 (31,3%) respondents not having stress experienced PMS. The 34 (37,8%) respondents were classified as being stressed but not experiencing PMS, and 33 (68,8%) respondents were not stressed and not experiencing PMS. The affective and somatic symptoms most often experienced irritability (77,54%) and joint or muscle pain (49,28%). There was a significant relationship between stress and premenstrual syndrome with p-value = 0,001 (p-value <0,05). Conclusion: There is a statistically significant relationship between stress and PMS (p<0,05). Affective symptoms were felt more than the somatic ones.Keywords: DASS-21, diagnostic criteria of PMS, premenstrual syndrome, stress
LAPORAN KASUS : ERUPSI OBAT EKSANTEMATOSA Fadhilah, Windy Hazmi; Sutedja, Gina Triana
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 9 No. 1 (2025): APRIL 2025
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v9i1.39627

Abstract

Erupsi obat disebut juga sebagai cutaneous adverse drug eruption, cutaneous drug hypersensitivity, merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap obat baik yang masuk ke dalam tubuh secara oral, pervaginam, per-rektal, atau parenteral dengan manifestasi pada kulit dengan atau tanpa keterlibatan mukosa. Erupsi obat eksantematosa merupakan bentuk erupsi obat yang paling sering ditemukan, timbul dalam 2-3 minggu setelah konsumsi obat. Secara klinis lesi berbentuk makulopapular polimorfik tanpa keterlibatan mukosa dan hampir selalu disertai dengan pruritus. Kelainan ini paling sering disebabkan oleh antibiotik (beta-laktam, sulfonamid), obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), antiepilepsi (karbamazepin, hidantoin), dan allopurinol. Penatalaksanaan awal berupa identifikasi dan menghentikan konsumsi obat penyebab dan tatalaksana khusus berupa terapi suportif yang mencakup terapi sistemik (kortikosteroid, antihistamin) dan obat topikal. Laporan kasus ini memaparkan seorang perempuan berusia 37 tahun datang dengan keluhan muncul ruam kemerahan yang terasa gatal dan panas sejak 5 hari. Dari pemeriksaan dermatologis didapatkan lesi dengan distribusi generalisata di regio facialis, trunkus anterior et posterior, ekstremitas superior bilateral, tungkai atas bilateral, berjumlah multiple, bentuk tidak teratur, ukuran numular hingga plakat, batas difus, lesi kering, dengan efloresensi primer makula eritematosa dan efloresensi sekunder skuama halus. Tatalaksana pada pasien ini adalah terapi sistemik berupa deksametason 10 mg/hari/iv, cetirizine 2 x 10 mg/po, terapi topikal berupa desoksimetason untuk bagian badan dan salep mometasone furoate untuk bagian wajah. Hasil tatalaksana menunjukkan perbaikan gejala dan deskuamasi.