Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Analisis Wacana Kritis Van Dijk Terhadap Lirik Lagu “Bayar Bayar Bayar” oleh Band Sukatani Auni Maliki; Fauza Subhan Irawan; Purwanto Putra; Ahmad Riza Faizal; Zaimasuri Zaimasuri
Abstrak : Jurnal Kajian Ilmu seni, Media dan Desain Vol. 2 No. 3 (2025): Mei : Abstrak : Jurnal Kajian Ilmu seni, Media dan Desain
Publisher : Asosiasi Seni Desain dan Komunikasi Visual Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62383/abstrak.v2i3.609

Abstract

This study aims to analyze the song “Bayar Bayar Bayar” using the Critical Discourse Analysis (CDA) approach based on Teun A. van Dijk’s model. The song was selected due to its explicit criticism of corruption and abuse of power within the Indonesian police institution. The analysis covers three main dimensions in Van Dijk’s theory: discourse structure (macrostructure, superstructure, and microstructure), social cognition, and social context. The analysis reveals that thematically, the song represents the collective experience of society in facing bureaucratic injustice, particularly in the form of illegal levies by the authorities. Its repetitive and straightforward superstructure strengthens the main message. At the microstructural level, the use of direct language, punk-styled stylistics, and the rhetorical repetition of “bayar polisi” (pay the police) create a provocative effect and reinforce the social critique being delivered. In terms of social cognition, the song reflects the public's mental model of the police as an institution that perpetuates social inequality rather than acting as a neutral protector. From a social context perspective, the song emerges from the reality of unequal power relations between citizens and authorities, serving as a symbolic form of resistance against hegemonic power structures. “Bayar Bayar Bayar” is thus not only a musical work but also an ideological expression with critical discourse value in advocating for social justice.
Dinamika Standar Kecantikan Indonesia terhadap Pengaruh Hegemoni Budaya Korea Pada Generasi Z Nazma Prameswari; Qinanti Ayu Pariha; Deva Aulia Lutfiah Abdul; Purwanto Putra; Ahmad Riza Faizal; Zaimasuri, Zaimasuri
Jurnal Ilmu Komunikasi Dan Sosial Politik Vol. 2 No. 4 (2025): April - Juni
Publisher : CV. ITTC INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62379/jiksp.v2i4.2563

Abstract

Artikel ini membahas mengenai dinamika perubahan standar kecantikan di Indonesia akibat pengaruh hegemoni budaya Korea, khususnya di kalangan Generasi Z. Masuknya budaya Korea melalui gelombang Hallyu telah membentuk standar kecantikan baru yang mengedepankan kulit putih cerah, wajah tirus, dan tubuh langsing. Hal ini secara tidak langsung menggantikan standar kecantikan lokal yang beragam. Generasi Z sebagai generasi digital paling aktif menjadi kelompok yang paling rentan terpengaruh oleh paparan media sosial dan industri hiburan Korea. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur dan wawancara untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk perubahan persepsi serta dampaknya terhadap identitas dan kepercayaan diri generasi muda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hegemoni budaya Korea telah menggeser cara pandang sebagian besar Generasi Z Indonesia terhadap kecantikan, yang pada akhirnya memunculkan tekanan sosial dan potensi hilangnya apresiasi terhadap kecantikan lokal.
Strategi Branding Rokok Pada Akun Instagram “KomunitasKretek” : Pengaruh terhadap Budaya Merokok dan Masalah Sosial di Masyarakat Masagus Rauzhan Athaya; Fahd Sultan Dzaki; Muhammad Nurhadi; Purwanto Putra; Ahmad Riza Faizal; Zaimasuri, Zaimasuri
ULIL ALBAB : Jurnal Ilmiah Multidisiplin Vol. 4 No. 7: Juni 2025
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jim.v4i7.9756

Abstract

Industri rokok di Indonesia menghadapi berbagai pembatasan dalam media konvensional, namun kehadiran media sosial membuka peluang baru untuk membangun citra dan mempengaruhi persepsi publik. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi branding yang diterapkan oleh akun Instagram “Komunitaskretek” serta dampaknya terhadap normalisasi budaya merokok dan munculnya permasalahan sosial. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif melalui analisis isi terhadap 104 caption unggahan selama satu bulan, serta visualisasi data menggunakan metode Wordcloud untuk mengidentifikasi kata-kata kunci dominan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akun tersebut membingkai rokok sebagai simbol budaya, solidaritas sosial, dan daya tanggulang terhadap tekanan hidup. Strategi komunikasi digital yang digunakan memperkuat citra positif terhadap rokok serta menciptakan resistensi terhadap kebijakan pengendalian tembakau. Penelitian ini menyimpulkan bahwa media sosial memainkan peran penting dalam transformasi persepsi publik terhadap rokok dari sekadar produk konsumsi menjadi simbol identitas budaya yang dilegitimasi secara emosional dan sosial.
Wacana Sosial dalam Penggunaan Siger Lampung: Antara Pelestarian Tradisi dan Adaptasi Budaya Evita Listi Maharani; Salma Safinatunnajah; Vivas Dwi Toti Divaldo; Purwanto Putra; Zaimasuri Zaimasuri; Ahmad Riza Faizal
Federalisme: Jurnal Kajian Hukum dan Ilmu Komunikasi Vol. 2 No. 2 (2025): Mei: Federalisme : Jurnal Kajian Hukum dan Ilmu Komunikasi
Publisher : Asosiasi Peneliti dan Pengajar Ilmu Hukum Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62383/federalisme.v2i2.693

Abstract

This article discusses the social phenomenon related to using Siger Lampung as one of the cultural attributes typical of the Lampung region. Currently, the use of Siger Lampung is increasingly varied, ranging from clothing, decoration, and public facilities to commercial places. Siger, which is currently more often used in the context of architecture and design, requires adjustments that some traditional and cultural figures may not approve of. This adjustment also requires a careful approach to ensure that the essence of its culture is not lost and can continue to survive. Given these obstacles and challenges, the community and government need to work together on the importance of maintaining Siger as an integral part of Lampung culture. Through support through education, promotion, and cultural initiatives, Siger can remain a symbol of recognition in this modern era. This study aims to analyze the role of Siger Lampung in preserving traditions and cultural adaptation in a multi-ethnic society. By understanding the dynamics of Siger use, this cultural symbol is expected to function as a uniform tool and collective identity in various communities.
Optimizing Digital Wellness to Prevent Gadget Addiction and Brainrot in Youth of Lumbok Seminung, West Lampung Puspandari Setyowati Sugiyanto; Andi Windah; Ida Nurhaida; Anna Gustina Zainal; Ahmad Riza Faizal
International Journal of Community Service Implementation Vol. 3 No. 1 (2025): IJCSI JUNE 2025
Publisher : CV. AFDIFAL MAJU BERKAH

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55227/ijcsi.v3i1.292

Abstract

The increasing use of gadgets among adolescents, particularly youth in Lumbok Seminung Sub-district, has led to negative impacts on mental health, with gadget addiction and brainrot as prominent examples. In Lumbok Seminung Sub-district, West Lampung, this phenomenon is becoming more widespread, threatening the quality of learning and psychological development of adolescents. This community service aims to optimize digital wellness to prevent gadget addiction and brainrot among youth. The activities were conducted by providing materials on mental health, digital wellness, and screen time management. Prior to the counseling sessions, pre-tests and post-tests were administered through written questions to the youth in Lumbok Seminung Sub-district, West Lampung. The results showed that, quantitatively, the youth’s knowledge of digital health was already at a fairly good baseline, with 70.8% of pre-test answers correctly addressing the importance of healthy gadget use. After the delivery of materials by the community service team, the youth’s understanding increased to 81.1%. This improvement was based on the pre-test and post-test results. Therefore, it can be concluded that this community service activity successfully had a positive impact, enhancing the youth’s understanding and awareness of the importance of using digital technology in a healthy and balanced manner. Through educational and participatory approaches, participants were equipped with knowledge about the concept of digital wellness, the potential dangers of gadget addiction, and concrete strategies for managing gadget use wisely.
Representasi Nilai Keluarga dalam Film 1 Kakak 7 Ponakan (Analisis Semiotika Roland Barthes) Dwina Rahmaditya Azzahra; Rifka Aisy Mariska; Salvia Juliandra Putri; Purwanto Putra; Ahmad Riza Faizal; Zaimasuri, Zaimasuri
JURNAL ILMIAH NUSANTARA Vol. 2 No. 3 (2025): Jurnal Ilmiah Nusantara
Publisher : CV. KAMPUS AKADEMIK PUBLISING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61722/jinu.v2i3.4531

Abstract

Film merupakan salah satu bentuk media komunikasi yang tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana untuk mempelajari makna kehidupan. Salah satu film yang cukup populer belakangan ini adalah 1 Kakak 7 Ponakan, yang mengajarkan nilainilai keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap tanda-tanda semiotika yang disajikan dalam film tersebut. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan teori semiotika Roland Barthes, penelitian ini menganalisis data melalui identifikasi tanda, klasifikasi makna, dan interpretasi untuk menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat denotatif, rumah digambarkan sebagai tempat berlindung sekaligus ruang konflik, serta kantor yang mencerminkan keseimbangan antara kehidupan profesional dan keluarga. Pada tingkat konotatif, film ini menggambarkan hubungan antar generasi serta tekanan sosial yang dialami Moko. Sementara itu, pada tingkat mitos, film ini merefleksikan peran pengasuhan anak yang umumnya diasosiasikan dengan perempuan dalam budaya patriarki, serta menyoroti tanggung jawab keluarga yang dipikul bersamasama.