Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PROFIL KLINIS DAN GABUNGAN TERAPI PASIEN TERDIAGNOSIS OTOMIKOSIS DI POLIKLINIK THT-KL RSUD WALED PERIODE TAHUN 2018-2022 Zulhaidah, Febiana; Budiman, Pahmi; Bakri, Edy Riyanto; Purnamasari, Febryanti; Ruhyana, Nanang; Zaidah, Niklah
Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan Vol 11 No 1 (2025): TUNAS MEDIKA JURNAL KEDOKTERAN & KESEHATAN
Publisher : Fakultas Kedokteran UGJ Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/tumed.v11i1.10281

Abstract

Latar belakang: Otomikosis merupakan infeksi jamur, disebabkan oleh jamur Aspergillus Sp dan Candida Spp yang menyerang bagian meatus akustikus eksternus. Prevalensi otomikosis di seluruh dunia antara 30-40% kasus yang biasanya terjadi di daerah tropis dan subtropis. Keluhan yang muncul adalah pruritus dan diikuti dengan otalgia. Faktor predisposisi otomikosis yaitu penggunaan obat tetes telinga, sering berenang, penggunaan cotton bud pada telinga dan pengguna alat bantu dengar. Tatalaksana pada pasien otomikosis diberikan terapi irigasi telinga, kompres telinga, obat topikal tetes ataupun salep, dan oral. Tujuan: Mengetahui profil klinis dan gabungan terapi pasien terdiagnosis Otomikosis di poliklinik THT-KL RSUD Waled. Metode: Penelitian deskriptif retrospektif menggunakan total sampling data rekam medis pasien yang terdiagnosis Otomikosis di poliklinik THT-KL RSUD Waled periode 2018-2022. Pasien yang didiagnosis otomikosis tanpa gangguan telinga lain masuk dalam kriteria inklusi. Pasien yang datanya tidak lengkap masuk dalam kriteria ekslusi. Hasil: Terdapat 56 pasien terdiagnosis otomikosis dengan laki-laki 20 pasien (35,7%) dan perempuan 36 pasien (64,3%). Mayoritas IRT 39,3%, dengan rentang usia terbanyak 26-45 tahun (46,4%). Kebanyakan pasien mengeluhkan gatal 76,8% pasien. Diikuti oleh keluhan lainnya yaitu otalgia 62,5%, rasa penuh di telinga 44,6%, tinnitus 39,3%, ottorhea 35,7%, dan gangguan pendengaran 17,9%. Mayoritas pasien mendapat gabungan terapi topikal dan oral sebanyak 35,7% pasien. Kesimpulan: Otomikosis banyak menginfeksi perempuan khususnya IRT dengan rentang umur 26-45 tahun. Gejala yang banyak muncul yaitu pruritus dan otalgia. Kata Kunci: Otomikosis, Infeksi, Gabungan terapi. ABSTRACT Background: Otomycosis is a fungal infection, caused by Aspergillus Sp and Candida Spp which attack the canal external auditory. The prevalence of otomycosis worldwide is between 30-40% of cases, which usually occurs in tropical and subtropical regions. The most common symptomps are pruritus and usually followed by otalgia. Main predisposing factors of otomycosis are the use of ear drops, swimming, use of cotton buds in the ear, and hearing aid users. Management of otomycosis patients is usually given ear toilet, ear tampons, topical drops or ointments, and oral medication. Objective: The aims in this study to determine the clinical profile and combined therapy of Otomycosis patients at the ENT clinic at Waled Hospital for the period 2018-2022. Methods: A retrospective descriptive study using total sampling medical record data of patients diagnosed with otomycosis at the ENT-KL polyclinic at Waled Hospital period 2018-2022. Patients diagnosed with otomycosis without other ear disorders were included. Patients with incomplete data were exluded. Results: This study found 56 patients diagnosed with otomycosis with 20 male patients (35.7%) and 36 female patients (64.3%). The majority were housewives (39,3%) with an age range of 26-45 years (46,4%). Most patients complain of pruritus 76.8%. Followed by other symptoms, otalgia 62.5%, ear fullness 44.6%, tinnitus 39.3%, otorrhea 35.7% and hearing loss 17.9%. Most patients received a combination of topical and oral therapy with 35.7% of patients. Conclusion: Otomycosis was common in female population especially in housewives, in the age range 26-45 years. Predominant symptoms were pruritus and otalgia.
KARAKTERISTIK PASIEN DAN KLASIFIKASI ABSES LEHER DALAM DI RSUD WALED TAHUN 2022-2024 Diyanatusyifa, Rosya; Bakri, Edy Riyanto; Nurhendriyana, Herry
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 9 No. 2 (2025): AGUSTUS 2025
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v9i2.46127

Abstract

Abses leher dalam merupakan suatu infeksi yang melibatkan ruang potensial dan jaringan fasia di leher, ditandai oleh akumulasi nanah (pus). Infeksi ini dapat berasal dari berbagai sumber dan berkembang menjadi beberapa tipe, seperti abses peritonsil, retrofaring, parafaring, submandibular, hingga angina Ludwig, yang umumnya disertai gejala berupa nyeri tenggorokan, pembengkakan, dan keluhan lainnya. Kondisi ini memiliki potensi untuk berkembang dengan cepat dan menyebabkan komplikasi serius yang mengancam jiwa, serta memberikan dampak besar terhadap kesehatan karena tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi, sehingga membutuhkan penanganan segera dan tepat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik pasien dan klasifikasi abses leher dalam di RSUD Waled selama periode 2022 hingga 2024. Penelitian menggunakan desain yang mencakup populasi, sampel, metode sampling, variabel yang diteliti, alat pengumpulan data, serta metode analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 63 pasien dengan abses leher dalam, di mana kelompok usia terbanyak adalah usia 19–59 tahun (71,4%) dan mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki (66,7%). Penyebab paling umum dari abses leher adalah infeksi gigi (96,8%). Berdasarkan lokasi anatomis, jenis abses yang paling sering terjadi adalah abses submandibula (58,7%), dengan gejala utama berupa nyeri tenggorokan yang ditemukan pada sebagian besar pasien (96,8%). Penanganan yang dilakukan terhadap pasien mencakup tindakan insisi pada seluruh kasus (100%), serta pemberian antibiotik, baik secara oral (41,3%) maupun injeksi (58,7%). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pasien dengan abses leher dalam sebagian besar merupakan laki-laki usia produktif dengan penyebab utama berupa infeksi gigi, dan jenis abses yang paling sering ditemukan adalah abses submandibula yang ditandai dengan nyeri tenggorokan, dengan penanganan melalui insisi dan pemberian antibiotik.