Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tindak tutur mahasiswa Papua dalam interaksi sehari-hari di Universitas Negeri Medan dengan menggunakan kajian pragmatik. Perbedaan latar belakang bahasa dan budaya antara mahasiswa Papua dengan mahasiswa asli Medan menimbulkan dinamika komunikasi yang menarik sekaligus menantang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, serta dokumentasi percakapan. Data dianalisis menggunakan teori tindak tutur yang mencakup aspek lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa Papua sering menghadapi hambatan komunikasi akibat perbedaan intonasi, logat, serta persepsi budaya. Mahasiswa Medan cenderung menggunakan nada bicara yang tinggi dan logat Batak yang khas, sedangkan mahasiswa Papua terbiasa dengan nada yang lebih lembut. Hal ini kerap menimbulkan salah tafsir, di mana nada tinggi dianggap sebagai bentuk kemarahan. Selain itu, faktor fisik, persepsi, motivasi, dan emosi juga memengaruhi interaksi mereka. Namun demikian, mahasiswa Papua berusaha beradaptasi melalui proses akulturasi, misalnya dengan menyesuaikan gaya tutur dengan lingkungan sekitar. Analisis pragmatik menunjukkan bahwa tindak tutur yang muncul tidak hanya berfungsi untuk menyampaikan informasi, tetapi juga sebagai strategi membangun relasi sosial, beradaptasi, dan menegosiasikan identitas dalam konteks multikultural.