Sepmiko, Jorza
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Kritik Putusan MKRI No. 60 Tahun 2024 (Sudut Pandang Sejarah Hukum) Sepmiko, Jorza; Syauket, Amalia
Jurnal Hukum Sasana Vol. 11 No. 1 (2025): Jurnal Hukum Sasana: June 2025
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v11i1.3348

Abstract

Artikel ini mengkritisi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dari perspektif sejarah hukum. Putusan ini dianggap menciptakan ruang interpretasi yang luas dan samar, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan polemik di masyarakat. Analisis berfokus pada perbandingan antara putusan ini dengan Putusan MKRI Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang sebelumnya menimbulkan perdebatan publik tetapi memberikan kepastian hukum lebih tegas. Artikel ini menyoroti kegagalan putusan MKRI No. 60 dalam menyelesaikan konflik secara tuntas, yang pada akhirnya membebankan tanggung jawab kepada lembaga negara lainnya, seperti DPR, yang sering kali terpengaruh oleh dinamika politik kelompok tertentu. Melalui pendekatan sejarah hukum, artikel ini mengusulkan bahwa metode pengambilan keputusan yudikatif dapat diperkaya dengan merujuk pada nilai-nilai hukum historis. Ditekankan pentingnya belajar dari masa lalu, khususnya praktik hukum di era kolonial Belanda, yang mengutamakan kejelasan dan penyelesaian konflik untuk mencapai ketentraman publik. Hal ini dikontraskan dengan situasi saat ini, di mana putusan MK lebih sering memindahkan "bola panas" kepada institusi lain, yang memperburuk situasi politik dan sosial.  
Pelanggaran Due Process of Law pada implementasi aturan perbantuan TNI kepada POLRI Sepmiko, Jorza; Saputra, Rahmat
Jurnal Hukum Sasana Vol. 11 No. 1 (2025): Jurnal Hukum Sasana: June 2025
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v11i1.3963

Abstract

Artikel ini menganalisis pelanggaran prinsip due process of law dalam implementasi aturan perbantuan Tentara Nasional Indonesia (TNI) kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI). Ketidakjelasan mekanisme permintaan bantuan TNI oleh POLRI menimbulkan dualisme hukum, di mana UU No. 2 Tahun 2012 mensyaratkan permintaan resmi POLRI, sementara UU No. 3 Tahun 2025 membuka ruang pengerahan TNI berdasarkan instruksi presiden dan persetujuan DPR tanpa melibatkan POLRI. Inkonsistensi ini berpotensi mengabaikan asas legalitas dan checks and balances, serta memicu penyalahgunaan kekuasaan oleh eksekutif dan legislatif. Studi kasus seperti kerusuhan Mei 2022 dan konflik Papua 2023 menunjukkan dominasi TNI dalam urusan keamanan sipil tanpa koordinasi penuh dengan POLRI, yang bertentangan dengan prinsip due process of law dan demiliterisasi pasca-Reformasi. Penelitian ini menyoroti dampak negatif ketidakpastian hukum terhadap sinergitas POLRI-TNI, termasuk tumpang tindih kewenangan, erosi akuntabilitas, dan risiko pelanggaran HAM. Sebagai solusi, diperlukan revisi regulasi untuk mempertegas mekanisme permintaan bantuan, penguatan pengawasan DPR dan MK, serta optimalisasi Nota Kesepahaman TNI-POLRI. Dengan demikian, penelitian ini menekankan pentingnya harmonisasi hukum guna menjaga prinsip negara hukum dan mencegah militerisasi keamanan sipil.
Legitimizing Sexual Predators in the 2025 Draft Criminal Procedure Code Sepmiko, Jorza; Syauket, Amalia; Kusuma, Ja; Sihombing, Hubertus L.; Irwan, Irwan
KRTHA BHAYANGKARA Vol. 19 No. 3 (2025): KRTHA BHAYANGKARA: DECEMBER 2025
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/krtha.v19i3.4548

Abstract

This paper analyzes a legal loophole in Law No. 1 of 2023 concerning the Indonesian Criminal Code (KUHP) related to the exemption from criminal responsibility for persons with mental disabilities (Article 67 juncto Article 64 paragraph (1) letter c, Article 103, Article 38, and Article 39). This loophole has the potential to be misused by sexual offenders, such as sexual predators with paraphilic disorders, to avoid imprisonment and only receive action-based sentencing in the form of rehabilitation or even absolute acquittal. This research uses a normative method with criminological and victimological approaches. The findings indicate that the convergence between the provisions of the 2023 KUHP and the 2025 Draft Criminal Procedure Code (KUHAP), particularly Article 45 concerning the temporary suspension of investigations and diversion mechanisms, has the potential to cause the "attrition" of sexual violence cases before substantive trials. This undermines the deterrent effect, increases the risk of recidivism, and leads to secondary victimization. Therefore, this paper recommends revisions to the 2025 Draft KUHAP, including restrictions on the suspension of investigations and diversion for severe sexual crimes, as well as the establishment of stricter evidentiary standards for proving mental disability