Perjanjian gadai merupakan salah satu bentuk jaminan kebendaan yang banyak digunakan masyarakat untuk memperoleh pinjaman, namun praktiknya sering menimbulkan sengketa ketika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Penelitian ini bertujuan menganalisis bentuk wanprestasi dalam perjanjian gadai rumah serta bentuk perlindungan hukum bagi kreditur berdasarkan Putusan Nomor 20/Pdt.G.S/2024/PN Cjr. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan pendekatan studi kasus terhadap putusan pengadilan yang dikaji bersama ketentuan peraturan perundang-undangan, KUH Perdata, asas-asas hukum perjanjian, serta doktrin para ahli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tergugat selaku pemberi gadai telah melakukan beberapa bentuk wanprestasi, yaitu tidak mengembalikan pokok gadai sebesar Rp60.000.000, tidak melaksanakan kewajiban meskipun telah diberikan perpanjangan waktu, menunggak pembayaran sewa rumah, serta mengabaikan somasi yang dikirimkan oleh Penggugat. Majelis Hakim menilai perjanjian gadai tersebut sah menurut Pasal 1320 KUH Perdata, dan dengan demikian seluruh akibat hukumnya mengikat para pihak. Hakim menyatakan Tergugat terbukti melakukan wanprestasi dan menghukum Tergugat untuk membayar Rp59.000.000 sebagai pemulihan kerugian Penggugat. Meskipun permohonan sita jaminan ditolak karena tidak memenuhi syarat formil pembuktian, namun perlindungan hukum bagi kreditur tetap terwujud melalui pemberian ganti rugi sebagai bentuk pemulihan hak. Putusan ini menegaskan pentingnya kepastian hukum, keadilan, serta keseimbangan dalam hubungan perjanjian gadai. Selain itu, putusan juga memperlihatkan bahwa pengadilan berperan memberikan perlindungan hukum efektif kepada kreditur ketika debitur mengingkari kewajibannya.