Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Literature Review: Analysis of Coastal Vulnerability and Comprehensive Adaptation Strategies in Padang City, West Sumatra Fardilla, Midratul; Salsabila, Ilham; Aswin, Zeus Marullah; Kamal, Eni; Razak, Abdul; Prarikeslan, Widya; Ridha, Mhd.
Zona Laut : Jurnal Inovasi Sains Dan Teknologi Kelautan Volume 6, Number 3, November 2025 Edition
Publisher : Departemen Teknik Kelautan Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Coastal areas in Indonesia, including Padang City, face increasing vulnerability due to a combination of natural processes and human activities. This literature review synthesizes findings from various studies to assess the dimensions of coastal vulnerability and adaptation strategies, with a focus on Padang City, West Sumatra. The review reveals that major issues include abrasion, seawater intrusion, tidal flooding, ecosystem degradation, and limited adaptive capacity of coastal communities. Physical vulnerability is influenced by factors such as building density, land subsidence, ecosystem degradation, and inadequate adaptive infrastructure, while socio-economic and institutional challenges include weak governance, limited funding, and low community participation. Studies in different regions demonstrate that effective adaptation requires a combination of physical engineering, ecosystem-based approaches, socio-economic diversification, and institutional integration. For Padang City, the high exposure to coastal hazards, coupled with dependence on marine-based livelihoods, underscores the urgency of comprehensive adaptation strategies. These strategies should be proactive, data-driven, and involve cross-sector collaboration, integrating coastal vulnerability assessments into urban planning, policy frameworks, and community capacity-building efforts. Without such integrated approaches, Padang faces escalating risks to its environmental sustainability, socio-economic resilience, and long-term development.
Kedudukan Hutan Adat Nagari dalam Kerangka Hukum Nasional dan Daerah Sumatera Barat Salsabila, Ilham; Frinaldi, Aldri; Lanin, Dasman; Rembrandt, Rembrandt; Ridha, M.
Journal of Innovative and Creativity Vol. 5 No. 3 (2025)
Publisher : Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dinamika hukum yang mengatur Hutan Adat Nagari di Sumatera Barat berada dalam persimpangan antara hak ulayat tradisional dan kerangka hukum positif. Secara konstitusional, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 secara fundamental telah memisahkan Hutan Adat dari Hutan Negara, menegaskan statusnya sebagai Hutan Hak milik Masyarakat Hukum Adat (MHA). Pengakuan subjek hukum ini semakin dikuatkan oleh Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2018 tentang Nagari. Penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan kasus ini bertujuan menganalisis konsistensi norma hukum positif dalam memberikan kepastian dan perlindungan terhadap hak ulayat Nagari. Hasil penelitian menunjukkan adanya disharmoni regulasi vertikal, di mana meskipun terdapat pengakuan konstitusional, penetapan Hutan Adat secara formal (objek) sangat terhambat oleh persyaratan birokrasi, terutama keharusan Peraturan Daerah (Perda) di tingkat Kabupaten/Kota. Kelambatan ini menciptakan fenomena substitusi: Pemerintah Daerah dan MHA cenderung mengadopsi skema Hutan Nagari (HN) di bawah Perhutanan Sosial. Skema HN, meskipun lebih cepat, hanya memberikan hak kelola tanpa mengakui hak kepemilikan ulayat, yang secara de jure mempertahankan kontrol negara dan menjadi substitusi sementara atas hak konstitusional. Implikasi hukum dari kelambatan ini adalah rentannya MHA Nagari terhadap kriminalisasi saat mengelola hutan ulayatnya, menunjukkan kegagalan instrumen regulasi pasca-MK dalam menerjemahkan amanat konstitusi menjadi perlindungan hukum yang adil. Disarankan agar Pemerintah Kabupaten/Kota segera memprioritaskan penyelesaian Perda Pengakuan MHA dan wilayah adat untuk mengakhiri "jebakan hukum" yang merugikan.