Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Edukasi Tentang Manfaat Menikah Ta’aruf Melalui Komunikasi Antarpribadi Pada Mahasiswa Kampus Widyaloka Palu Zainuddin, Sumarni; Adrian, Donal; Wahid, Muhammad; Utama, Roman Rezki; Jafar, Mohamad; Ramadhan, Moch. Rezky; Fadli, Magfirah Atsari Ayu; Tampubolon, Romaulina
Journal Of Human And Education (JAHE) Vol. 4 No. 6 (2024): Journal of Human And Education (JAHE)
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jh.v4i6.1932

Abstract

Ta'aruf is a form of interpersonal communication between men and women who want to get to know each other before getting married. Ta'aruf, in the context of marriage, is a process of introduction facilitated by a companion in meeting between prospective husband and wife. Getting married according to Islamic law is a good thing because it avoids adultery, because many Muslims are found to prefer the dating process first and even get pregnant and then get married. This is certainly not a good thing, so it is necessary to provide education to teenagers in this case students of the Widyaloka Palu Campus to be wiser in behaving and to be able to follow Islamic law if they want to get married, of course by utilizing good communication between men and women. Based on the results of education, in Indonesia the concept of ta'aruf has begun to be applied by Muslim circles with the aim that Muslims know how to properly ta'aruf in order to get married based on Islamic law. The initial process of ta'aruf is to exchange information not directly but through the intermediary of biodata between candidates given to the mediator. Ta'aruf marriages in Palu City are widely carried out by Muslims who do indeed aim to get married for worship. It was further explained that Widyaloka Palu students then understood very well about the benefits of ta'aruf, namely to be able to avoid sins such as adultery. Marriage that goes through the ta'aruf process can certainly bring both people closer to the Creator because the relationship they do as a husband and wife aims to worship Allah SWT.
Tingkat Kemampuan Komunikasi Orang Tua Dalam Memberikan Pendidikan Seks Pada Remaja (Studi Perbandingan pada SMAN 2 Sigi dan SMAN 1 Palu) Wulandari, Dwi Rohma; Suriady, Israwati; Alfiyaty, Rizqy; Jafar, Mohamad
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 1 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v4i1.8342

Abstract

Keterbukaan antara orang tua dan anak tentang seks sangat penting, dapat mencegah anak mencari dan mendapatkan informasi terkait seks dari orang lain ataupun melalui media online secara bebas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahu tingkat kemampuan komunikasi orangtua kepada remaja terkait Pendidikan Seks. Metode penelitian menggunakan jenis kuantitatif dengan pendekatan survei. Teknik pengumpulan data melalui kuesioner yang disebar pada 250 remaja yang terdiri dari 125 remaja yang bersekolah di SMAN 2 Sigi dan 125 remaja yang bersekolah di SMAN 1 Palu. Data yang terkumpul lalu diolah menggunakan SPSS, kemudian diinterpretasikan secara naratif. (analitik deskriptif). Adapun hasil pada penelitian ini yaitu : (a) Orang tua remaja yang bersekolah di SMA 2 Sigi dan SMA 1 Palu tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Mereka menunjukkan bahwa sebagai pembicara atau komunikator, orang tua sudah memiliki pengetahuan terkait aspek apa dan bagaimana berkomunikasi dengan anaknya. Selain itu memiliki pengetahuan yang baik tentang seksual dan penyampaian yang mudah dimengerti serta perilaku yang sesuai ketika berbicara. Hanya saja terdapat rentang perbedaan dalam dimensi motivasi yang cukup jauh. Orang tua remaja SMAN 1 Kota Palu masih perlu meningkatkan motivasi atau dorongan dalam dirinya untuk memberikan pendidikan seks pada remaja. Orang tua masih memiliki motivasi yang cenderung negatif yang berakhir pada ketidakmampuan terbuka kepada anak untuk berbicara terkait Pendidikan seks. Terakhir, tingkat keterampilan orang tua di Sigi masih rendah dibandingkan Palu, terlihat dari besarnya jawaban frekuensi remaja menjawab tidak setuju terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan.