Pertanian merupakan salah satu sektor yang berkontribusi dan sekaligus menjadi korban perubahan iklim. Adanya perubahan iklim membuat pemenuhan kebutuhan pangan menjadi tantangan yang berat. Frekuensi dan intensitas kejadian banjir dan kekeringan semakin meningkat, yang menyebabkan penurunan hasil panen. Di sisi lain, perubahan iklim dipengaruhi oleh emisi dari sektor pertanian, sehingga adaptasi merupakan keharusan. Strategi adaptasi antara lain, perbaikan infrastruktur, perbaikan pengelolaan tanah, penggunaan varietas tanaman yang tahan terhadap iklim ekstrem, perbaikan pengelolaan ternak, serta peningkatan kapasitas petani dalam mengelola lahan. Pertanian Indonesia mengemisikan sekitar 104 Mt (juta ton) CO2e pada tahun 2020 dengan sumber utama berasal dari sawah, fermentasi enterik dari ternak, N2O langsung dari tanah dan pupuk kandang, dan N2O tidak langsung dari tanah. Strategi penurunan emisi dalam the First Nationally Determined Contribution (NDC) adalah penggunaan varietas tanaman padi sawah rendah emisi, penerapan pengelolaan air yang efisien pada budidaya padi sawah, pengelolaan pupuk kandang untuk biogas, dan peningkatan kualitas pakan ternak. Selain itu, untuk mencapai target penurunan emisi nasional beberapa aksi dapat ditambahkan seperti intensifikasi penggunaan pupuk organik, pemupukan berimbang yang pada umumnya terkait dengan peningkatan efisiensi penggunaan N, dan peningkatan muka air tanah pada pertanian di lahan gambut. Dewasa ini pemerintah meluncurkan kebijakan tentang penurunan emisi yang lebih signifikan sampai di bawah komitmen First NDC. Ini antara lain dapat ditempuh dengan cara menghidari penggunaan lahan dengan cadangan karbon tinggi dan dengan meningkatkan cadangan karbon pada lahan terdegradasi. Pada umumnya opsi mitigasi, seperti disebutkan di atas, bersinergi dengan adaptasi, dan sebaliknya, dan ini merupakan kunci dalam menanggulangi perubahan iklim dan menjaga ketahanan pangan.