Pemilihan umum (Pemilu) diatur dalam undang-undang nomor 7 tahun 2017 dan peraturan-peraturan dibawahnya, kemudian lahirlah penyelenggara pemilihan umum yaitu Komisi Pemiliah Umum (KPU), Badan Pengawas Pemiliahn Umum (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dalam pelaksanaan pemilu tentu akan mengahadapi tantangan, yaitu pelanggaran administrasi, pidana, dan kode etik. Bawaslu mencanangkan untuk focus dalam pencegahan dan penindakan dalam menjalankan tugasnya, selanjutnya muncul bebrapa pertanyaan: Apakah Perundang-undangan pemilu mengatur Strategi mekanisme pencegahan kecurangan pemilu yang efektif dan benar mengakomodir penindakan pelanggaran? Kemudian dengan metode penelitian yuridis empiris normatif, pendekatan penelitian yang dipergunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan sejarah. Penelitian hukum dengan pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan cara memahami, mengungkap dan menafsirkan makna norma-norma hukum yang menjadi bahan hukum penelitian. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H didalam buku “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara” bahwa “Pembentukan norma hukum itu di atas kertas tentu tidaklah cukup. Pembentukan norma hukum di atas kertas harus dilengkapi dengan upaya penyadaran yang luas, sehingga apa yang tertulis akan dipahami dengan persepsi yang sama oleh semua subjek hukum tata negara yang ada” dengan demikian upaya strategi baik untuk pencegahan maupun penindakan pidana pemilu haruslah adanya penyamaan persepsi dalam pengaplikasiannya dan tentu termasuk proses pembentukan peraturan-peraturan dalam pemilu. Sehingga segala bentuk pelanggaran pemilu dapat diminimalisir dan efek penindakan pidana dapat merangsang pencegaha pelanggaran pemilu baik pelanggaran administrasi, pidana, maupun kode etik.