Fahmi Rahmatullah
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

MEMISKINKAN KORUPTOR SEBAGAI HUKUM ALTERNATIF DALAM PENEGAKAN HUKUM KASUS KORUPSI DI INDONESIA Fahmi Rahmatullah; Hudi Yusuf
Jurnal Intelek Dan Cendikiawan Nusantara Vol. 1 No. 2 (2024): APRIL - MEI 2024
Publisher : PT. Intelek Cendikiawan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Korupsi merupakan tindakan jahat yang sangat berbahaya sehingga mesti ditanggulangi dengan kebijakan criminal. Korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran atas hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas sehingga digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya dilakukan secara luar biasa. Pemiskinan koruptor memiliki potensi yang besar untuk memberantas korupsi di Indonesia. Secara manusiawi tidak ada orang yang ingin miskin. Tentu koruptor yang biasa hidup berkecukupan bahkan cenderung mewah akan takut hidup miskin. Pemiskinan koruptor harus dikukuhkan dalam sebuah aturan yang jelas agar tetap berada pada koridor asas-asas hukum dan tidak mengarah pada pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia). Pada saat koruptor dimiskinkan maka bukan hanya dia pribadi yang merasakan efeknya, tetapi juga keluarganya ikut merasakan. Pengaturan pidana pemiskinan terhadap koruptor sebagai salah-satu hukuman alternatif dalam tindak pidana korupsi di Indonesia belum diatur secara tegas di dalam peraturan perundang-undangan pemberantasan tindak pidana korupsi, dimana jaksa penuntut umum dapat meyita dan melelang harta milik koruptor yang berasal dari korupsi untuk sebagai pengganti kerugian uang negara. Pada implementasinya isitilah pemiskinan justru digunakan oleh koruptor itu sendiri untuk lepas dari kewajiban mengganti kerugian negara, dengan cara membuat surat miskin dari pejabat berwenang seperti desa/lurah dan camat.
PERLINDUNGAN HUKUM KEPERDATAAN TENTANG PEKERJA PEREMPUAN TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN Ratna Dewi; Lalu Apriliansyah; Tika Julaika; Fahmi Rahmatullah; Oki Purnomo; Kevin Pierre Armando Leatemia; Sebastian Nayaka Arella Taufano; Willy Yohanes Tolan
Jurnal Intelek Dan Cendikiawan Nusantara Vol. 1 No. 3 (2024): JUNI - JULI 2024
Publisher : PT. Intelek Cendikiawan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam Penelitian ini bertujuan memberi gambaran perihal Perlindungan hukum terhadap buruh atau pekerja perempuan merupakan salah satu realisasi hak asasi manusia yang senantiasa diakui, dihargai, dan dilindungi. Pasal 76 ayat (1), (2), (3), dan (4) UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan beberapa keringanan kepada pekerja atau buruh perempuan saat ini pada posisi yang kurang menguntungkan dalam pelayanan tenaga kerja dan sistem hubungan industrial menonjolkan perbedaan yang sangat signifikan sehingga tidak sesuai dengan perkembangan masa kini dan tuntutan di masa yang akan datang. Dengan adanya Undang – Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan diharapkan mampu: menegakkan perlindungan dan jaminan terhadap tenaga kerja; melaksanakan instrumen nasional tentang hak –hak tenaga kerja yang sudah diratifikasi. Perempuan yang terlibat pada sektor produktif semakin meningkat. Data menunjukkan, perempuan pekerja di sektor publik disebabkan, pertama; persepsi masyarakat, jika tidak bekerja di sektor produktif bukan disebut sebagai pekerja. Sehingga memakasa perempuan untuk bekerja disektor produktif. Kedua, motif ekonomi karena ingin membantu perekonomian keluarga. Ketiga; sebagai kebutuhan aktualisasi diri dan menghilangkan kesepian di rumah. Keempat; gengsi. Sedangkan status perempuan pekerja yang terlibat dalam perekonomian keluarga, bahkan ada perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga. Mengubah pandangan masyarakat terhadap perempuan. Perempuan tidak lagi dianggap sebagai pelengkap dalam rumah tangga, akan tetapi menjadi penentu kelangsungan hidup rumah tangga.