Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

WALI NIKAH DALAM PERSPEKTIF HADIST DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM M. Khoirul Muzakki; M.Rifa’i Huda
Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth Vol. 2 No. 02 (2019): Desember, Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam IAI Uluwiyah Mojokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Konsep wali nikah dalam Kompilasi Hukum Islam masih terkesan bias dan patriarki, karena perempuan tidak memiliki hak untuk menikahkan dirinya sendiri maupun orang lain. Pasal-pasal tentang wali nikah masih kurang responsif terhadap kepentingan perempuan. Sebuah ketimpangan gender mengenai konsep wali nikah semakin diperkuat dengan ketentuan wali nikah dalam Kompilasi Hukum Islam yang secara tegas hanya ditujukan kepada laki-laki. Esensinya kontroversi dan perdebatan tentang wali nikah ini telah terjadi 14 abad yang lalu, yang menunjukkan bahwa masalah wali nikah tidak dan belum menemukan titik final dan status quo. Sehingga mengkaji ulang, memahami dan merelevansikannya dengan konteks masa sekarang merupakan sesuatu yang mendesak harus dilakukan. Disinilah pentingnya merevisi dan merekonstruksi pasal-pasal wali nikah dalam Kompilasi Hukum Islam melalui perspektif gender, sehingga akan muncul al-musāwah al-jinsiyyah antara laki-laki dan perempuan. Penelitian ini termasuk penelitian pustaka (library research). Penelitian ini dilihat dari sifatnya termasuk penelitian preskriptif, yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi suatu masalah (kesetaraan dalam perwalian). Sumber data dalam penelitian ini didapatkan dari Kompilasi Hukum Islam, kitab-kitab yang secara terperinci membahas wali nikah, serta buku-buku yang dapat membantu menjelaskan konsep perwalian secara komprehensif. Pendekatan yang digunakan adalah menggunakan pendekatan pendekatan usul fiqh. Hasil penelitian menyebutkan bahwa konsep wali nikah dalam Kompilasi Hukum Islam jika didekati melalui pendekatan akan mendapatkan titik temu yaitu, bahwa orang yang mempunyai kemampuan bertindak secara sempurna (kāmil al- ahliyyah) baik laki-laki maupun perempuan, mereka tidak memerlukan wali, bahkan dapat menjadi wali bagi orang-orang yang memang perlu dan pantas berada di bawah perwaliannya. Hadis-hadis yang berbicara tentang wali nikah harus dipahami secara kontekstual, karena hadis tersebut sangat terikat dengan situasi dan kondisi kehidupan masyarakat yang patriarki pada saat hukum itu muncul. Adapun relevansi dari perspektif gender terhadap rekonstruksi konsep wali nikah dalam Kompilasi Hukum Islam ialah sebagai bentuk konkrit implementasi Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women), dimana disebutkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak dan tanggung jawab yang sama mengenai perwalian.
RELEVANSI HADITH ATAU SUNNAH DALAM KEHIDUPAN UMAT BERAGAMA M. Khoirul Muzakki; Ya’arif
Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth Vol. 3 No. 01 (2020): Juni, Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam IAI Uluwiyah Mojokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hadith atau sunnah merupakan salah satu sumber ajaran Islam yang menduduki posisi sangat penting. Secara struktural, hadith atau sunnah merupakan sumber hukum Islam setelah al-Qur’an. Secara fungsional, hadith atau sunnah memiliki fungsi yang terkait dengan penjelasan di dalam al-Qur’an itu sendiri. Kedudukan sunnah atau hadith adalah sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an, maka dari itu sebagaimana pesan Nabi Muhammad agar manjadikan sunnah atau hadith sebagai pedoman hidup disamping al-Qur’an. Sabda Nabi “ aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalian selalu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnah Rasulnya ” Fungsi hadith yang terkait dengan al-Qur’an adalah : Hadith digunakan sebagai penguat al-Qur’an (dalam hal ini sunnah atau hadith digunakan sebagai penguat hukum yang terdapat dalam al-Qur’an sehingga hukum tersebut mempunyai dua pijakan), penjelas al-Qur’an (dalam hal ini sunnah atau hadith memberikan perincian dan penafsiran terhadap ayat-ayat Allah yang masih mujmal atau global), penjelasan terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang merevisi dan direvisi, dan untuk menetapkan atau memunculkan hukum-hukum baru yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an.
TINJAUAN HADIS MAQBUL DAN MAUDU’ DALAM MASYARAKAT M. Khoirul Muzakki; Moch Syarifuddin
Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth Vol. 4 No. 01 (2021): Juni, Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam IAI Uluwiyah Mojokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hadith maqbul ialah hadith yang dapat diterima sebagai hujjah. Jumhur ulama sepakat bahwa hadith Shohih dan hasan sebagai hujjah. Pada prinsipnya, baik hadith shohih maupun hadith hasan mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima (Maqbul). Walaupun rawi hadith hasan kurang hafalannya dibanding dengan rawi hadith shohih, tetapi rawi hadith hasan masih terkenal sebagai orang yang jujur dari pada melakukan dusta. Pembahasan artikel ini hanya terbatas pada persoalan mengenai tinjauan hadith dari sisi diterima tidaknya untuk menjadi hujjah. Yaitu hadith yang maqbul beserta permasalahan pokok yang berkaitan dengannya dan hadith mardud.
FENOMENA POLIGAMI ANTARA SOLUSI SOSIAL DAN WISATA SEKSUAL DALAM ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974 M. Khoirul Muzakki; Hendri Choirun N
Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth Vol. 4 No. 02 (2021): Desember, Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam IAI Uluwiyah Mojokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Poligami adalah suatu bentuk perkawinan di mana seorang pria dalam waktu yang sama mempunyai istri lebih dari seorang wanita. Bentuk perkawinan pertama kali adalah monogami, sedangkan poligami datang belakangan sesuai dengan perkembangan akal pikiran manusia dari zaman ke zaman. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat normatif, karena penelitian ini dilakukan dengan cara mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu Undang-Undang serta serta bahasa hukum yang digunakan tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau implementasinya. Bagaimanapun, poligami tetap akan diperdebatkan. Sebenarnya masalahnya tidak terlalu berat dan tidak perlu menempatkannya sebagai sesuatu yang membahayakan bagi kehidupan perempuan sehingga harus ditolak secara a priori. Poligami merupakan shariah agama yang keberadaannya jelas di dalam al-Qur‟an, terlepas bagaimana ayat tersebut diterapkan. Permasalahannya adalah dalam kondisi yang bagaimana dan oleh siapa shari’ah poligami ini bisa dilaksanakan. Manakala seseorang memiliki kesanggupan, kemudian ia beristri lebih dari satu orang, dan hal ini merupakan kebutuhan dirinya sehingga ia tetap dapat memelihara muru’ah, serta ia bisa berbuat adil, maka ia boleh melakukan poligami.
EFEKTIFITAS PENYULUHAN MENGENAI PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR PADA REMAJA SMA M. Khoirul Muzakki; Abdul Rosyid
Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth Vol. 5 No. 02 (2022): Desember, Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam IAI Uluwiyah Mojokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dampak pernikan dini dan kesehatan reproduksi bagi anak remaja sangatlah berdampak kepada semua factor, baik factor ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan. Dan pernikahan dini tampaknya masih marak terjadi, termasuk di Indonesia. Khususnya di Kabupaten Mojokerto angka yang sangat fantastis masyarakatnya masih melakuakan hal tersebut. Biasanya yang menjadi penyebab terjadinya pernikahan dini adalah faktor budaya dan sosial ekonomi. Beberapa pihak orangtua masih memiliki anggapan bahwa anak dapat menjadi “penyelamat” keuangan keluarga saat menikah. Ada juga yang menganggap anak yang belum menikah jadi beban ekonomi keluarga. Sebenarnya pihak mempelai perempuan yang masih berusia remaja adalah pihak yang paling dirugikan dalam pernikahan dini. Karena peristiwa ini akan mengorbankan perkembangan fisik dan mental wanita. Hamil di usia muda dan berhenti sekolah akan membatasi kesempatan wanita dalam berkarir. Selain itu, pernikahan dini dapat meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat diadakan di Aula Dinas P2KBP2 Kabupaten Mojokerto Jln RA. Basuni No 19 Sooko Mojokerto.             Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui apa faktor yang melatar belakangi pernikahan dini dan kesehatan reproduksi bagi anak remaja serta dampak apa yang terjadi terhadap rumah tangga dan lingkungan sosial, ekonomi, pendidikan serta kesehatan pasangan yang melakukan pernikahan dini. Mitra kerja kegiatan pengabdian masyarakat yaitu IIDI Cabang Mojokerto dan Puspa Majapahit Kabupaten Mojokerto. Peserta kegiatan adalah perwakilan OSIS siswa menengah atas aatau yang sederajat di Kabupaten Mojokerto. Metode dalam pengabdian masyrakat ini adalah ceramah, diskusi, tanya jawab. Hasil dari pengandian ini adalah adanya duta penyuluhan perwakilan dari 1 orang ormas kepemudaan atau 1 orang OSIS di setiap sekolah menengah atas atau sederajat untuk dapat melakukan penyuluhan atau sosialisasi di setiap sekolah menengah di lingkungan masing- masing sekolah tersebut atau sederajat di seluruh kabupaten Mojokerto.
KAJIAN AYAT HUKUM MENIKAHI PEREMPUAN MUSYRIK M. Khoirul Muzakki
Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth Vol. 6 No. 01 (2023): Juni, Jurnal Hukum Keluarga Islam El-Qisth
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam IAI Uluwiyah Mojokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

 Pernikahan pria muslim dengan wanita musyrik (misalnya penyembah berhala, penganut agama Budha dan Ateis) tidak sah. Adapun wanita Ahli Kitab (yakni beragama Yahudi atau Kristen) boleh dinikahi. Allah Ta’ala berfirman, "...Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perermpuan -perempuan yang menjaga kehormatan di antara PerempuanPerempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina..." (al-Ma'idah: 5). Perbedaan antara wanita musyrik dan wanita Ahli Kitab jelas, yaitu wanita musyrik tidak mengimani agama sama sekali, sedang wanita Ahli Kitab sama dengan orang Islam dalam iman kepada Allah dan hari Akhir, percaya akan hukum halal dan haram serta wajibnya berbuat kebajikan dan menjauhi kejahatan.