Setelah diamandemen, UU Perkawinan mensyaratkan adanya keadaan mendesak untuk memperoleh dispensasi nikah dari pengadilan. Namun dalam hal ini Undang-Undang tidak menjelaskan secara rinci kriteria-kriteria yang dianggap mendesak sehingga hakim sebagai orang yang mengetahui hukum (Ius Curia Novit) bertugas menafsirkannya dengan ijtihad. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ijtihad hakim dalam menafsirkan Pasal 7 ayat 2 UU Perkawinan No. 16 Tahun 2019 dan mengetahui metode yang digunakan hakim dalam memutus perkara dispensasi nikah. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis permasalahan ini adalah pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis digunakan untuk mengkaji pasal-pasal peraturan-undangan yang mengatur tentang dispensasi nikah yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Kemudian digunakan pendekatan empiris untuk mengungkap urgensi perkara dispensasi nikah menurut hakim pengadilan. Hasil penelitiannya hakim menafsirkan situasi yang mendesak dengan penafsiran yang sistematis, yaitu dengan kaidah dan norma hukum baik agama maupun negara berdasarkan teori penafsiran hukum. Selanjutnya dalam memutus perkara dispensasi nikah, hakim menggunakan metode kajian hukum Islam Istihsan dengan berpindah dari Kulliyah ke Juz'iyyah.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024