Abstract: Ilmu waris (faraidh) merupakan separuh ilmu sebagaimana dinyatakan dalam hadits Nabi, namun implementasinya dalam masyarakat modern sering menghadapi tantangan kompleks, salah satunya adalah kedudukan ahli waris pengganti. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kontekstualisasi hadits-hadits faraidh, khususnya yang berkaitan dengan kaidah أَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا، فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لِأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ (Berikanlah faraidh kepada pemiliknya, lalu sisanya untuk laki-laki yang paling dekat) dalam mengakomodasi konsep ahli waris pengganti dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan (library research). Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis isi (content analysis) terhadap hadits-hadits sahih, ayat-ayat faraidh, dan pasal-pasal terkait dalam KHI. Temuan penelitian menunjukkan bahwa meskipun konsep ahli waris pengganti (Pasal 185 KHI) tidak secara eksplisit ditemukan dalam teks hadits klasik, ia merupakan bentuk ijtihad yang selaras dengan semangat keadilan (maqashid syariah) yang menjadi ruh dari hadits-hadits faraidh. Konsep ini menjabarkan makna "laki-laki yang paling dekat" untuk mencakup cucu dari anak laki-laki yang meninggal lebih dahulu, sehingga menghindari terjadinya dzawil arham yang terabaikan. KHI telah berhasil mengontekstualisasikan prinsip-prinsip faraidh dari hadits Nabi ke dalam sistem hukum positif Indonesia dengan tetap berpegang pada koridor maqashid syariah. Implikasi penelitian ini memperkuat legitimasi yuridis dan filosofis dari inovasi hukum dalam KHI.
Copyrights © 2023