cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
JURNAL HUKUM UNSRAT
ISSN : 14102358     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 35 Documents
JAKSA SELAKU PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI Saripi, Mohammad Ridwan
JURNAL HUKUM UNSRAT Vol 22, No 7 (2016): Jurnal Hukum Unsrat
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masalah korupsi terkait dengan berbagai kompleksitas masalah, antara lain, masalah moral/sikap mental, masalah pola hidup, budaya, dan lingkungan sosial, masalah kebutuhan/tuntutan ekonomi dan kesenjangan sosial-ekonomi, serta masalah struktur/sistem ekonomi, masalah sistem/budaya politik dan lemahnya birokrasi/prosedur administrasi di bidang keuangan dan pelayanan publik.  Jadi, kausa dan kondisi yang bersifat kriminogen untuk timbulnya korupsi sangatlah multidimensi, yaitu bisa di bidang moral, sosial, ekonomi, politik, budaya, birokrasi/administrasi dan sebagainya. Upaya pemerintah dalam melakukan penanggulangan tindak pidana korupsi, baik melalui penindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum maupun melalui reformasi birokrasi di berabagai sektor publik dan adminitratif yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah masih menemui kendala.Kondisi yang obyektif demikian itu merupakan realita dalam sektor pelayanan publik yang perlu dibenahi, dicegah serta dicarikan jalan keluarnya karena terkait erat dengan pola pikir (mindset), budaya kerja (culture set) dan perilaku (behavior) dari sumber daya manusianya. Salah satu upaya untuk membenahi dan mencegah terjadinya korupsi di daerah, tidak saja diperlukan adanya peningkatan kualitas pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih, dengan melakukan prinsip good governance dan clean goverment tetapi juga dengan mengakselarasi sinergi pemberantasan korupsi secara integral dan sistemik.Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah di dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, mulai dari pembentukan dan pembaharuan undang-undang sampai dengan pembentukan Badan/Tim/Komisi untuk penanggulangan tindak pidana korupsi, namun kenyataannya suara sumbang masyarakat tetap bergaung dan sorotan terhadap pemerintah berlangsung dari waktu ke waktu. Upaya pemerintah tersebut sepertinya tidak membuahkan hasil, justru sebaliknya malah tetap saja hujatan demi hujatan dilayangkan kepada pemerintah khususnya kepada penegak hukum, karena dipandang tidak mampu merespons tuntutan masyarakat.6 Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, tidak serta merta dapat melakukan penindakan terhadap tindak pidana korupsi karena kewenangan tersebut ada pada penyidik dan penuntut umum yang masing-masing diambil dari Kepolisian RI dan Kejaksaan RI.Pergantian HIR dengan KUHAP telah mengakibatkan terjadinya perubahan yang fundamental dalam hukum acara pidana. Perubahan tersebut antara lain di bidang penyidikan, dimana kewenangan penyidikan yang selama ini berada pada Kejaksaan RI telah beralih kepada Kepolisian RI kecuali terhadap tindak pidana tertentu. Oleh Pasal 284 ayat (2) KUHAP masih dipercayakan kepada Kejaksaan RI khususnya penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, yang kemudian ditegaskan melalui Pasal 30 ayat (1) huruf (d) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.8Berdasarkan Pasal 30 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia disebutkan bahwa : “Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang”. Dalam penjelasan pasal ini disebutkan bahwa kewenangan itu sebagaimana diatur dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sehingga dari ketentuan undang-undang tersebut dapat dikatakan bahwa Jaksa (Kejaksaan) berwenang melakukan penyidikan terhadap perkara korupsi.Kewenangan yang diberikan undang-undang terhadap Kejaksaan RI untuk menjadi penyidik dalam tindak pidana korupsi telah dijalankan dengan baik oleh pihak Kejaksaan RI, sehingga begitu banyak kasus korupsi yang sudah terungkap dan banyak pelakunya yang sudah tertangkap dan sedang menjalankan hukumannya.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP RAHASIA DAGANG DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA DAN PIDANA DI INDONESIA Oleh : Anastasia E. Gerungan Gerungan, Anastasia E.
JURNAL HUKUM UNSRAT Vol 22, No 5 (2016): JURNAL HUKUM UNSRAT
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

-
ASPEK HUKUM PERAN PEMERINTAH MELINDUNGI HAK ANAK DALAM MEMPEROLEH PELAYANAN KESEHATAN Singal, Arianti
JURNAL HUKUM UNSRAT Vol 23, No 9 (2017): JURNAL HUKUM UNSRAT
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam undang-undang dasar 1945 dan konvensi perserikatan bangsa-bangsa tentang hak-hak anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekersan dan deskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.Dari pihak rumah sakit diharapkan mampu memahami konsumennya secara keseluruhan agar dapat maju dan berkembang dalam pelayanan kesehatan, Rumah sakit juga harus memperhatikan etika dan profesi tenaga yang bekerja di rumah sakit yang bersangkutan, akan tetapi, tenaga profesional yang bekerja di rumah sakit dalam memberikan putusan secara profesional adalah mandiri.
BAGI HASIL INVESTASI SEBAGAI HAK MASYARAKAT ADAT PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI ERA OTONOMI DAERAH Sondakh, Jemmy
JURNAL HUKUM UNSRAT Vol 23, No 8 (2017): Jurnal Hukum Unsrat
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Konflik dalam penyelenggaraan investasi pertambangan di daerah banyak disebabkan oleh ketidak jelasan posisi masyarakat adat diwilayah pertambangan terkait dengan bagi hasil investasi. Hal ini disebabkan belum tegas dan jelasnya pengaturan tentang hak hak masyarakat adat atas penyelengaraan investasi pertambangan dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal dan Undang-undang No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.Pada tataran implementasi penyelengaran Investasi pertambangan banyak investasi yang bemasalah di Indonesia. Pemasalahan terkait dengan manfaat investasi dan kerugian masyarakat di wilayah pertambangan. Terjadi penolakan masyarakat adat atas kegiatan investasi pertambangan pada beberapa wilayah tertentu. menjadi masalah yang serius terkait dengan penerapan hukum investasi. Dengan menggunakan metode analisis normatif penelitian ini dilakukan guna menemukan faktor-faktor penyebab dari problematik bagi hasil terkait dengan hak masyarakat adat. Hasil analisis menunjukkan tarik menarik dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah dalam pengendalian investasi pertambangan yang berakibat terjadinya ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan investasi pertambangan di Indonesia.
KAJIAN HUKUM SERTA KONVENSI INTERNASIONAL YANG TERKAIT DENGAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR Sompotan, Hendrik B.
JURNAL HUKUM UNSRAT Vol 22, No 6 (2016): Jurnal Hukum Unsrat
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 33 ayat 3 Undang-undang dasar 1945 menyebutkan bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa dan dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”Pengelolaan wilayah pesisir diarahkan kepada pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kegiatan ekonomi lainnya. Selain itu pengelolaan wilayah pesisir diarahkan guna memberdayakan masyarakat setempat serta memperluas lapangan kerja.Dalam Peraturan menyatakan bahwa “Mendayagunakan sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang yang pengusahaannya diatur dengan UU”.Pengelolaan sumberdaya alam khususnya di wilayah pesisir di samping pengelolaan sumberdaya lainnya, merupakan kegiatan pokok yang harus dilaksanakan untuk mencegah terjadinya degradasi lingkungan dalam program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup. Dalam bab X Pembangunan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup angka 4 Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum Pengelolaan Sumber Daya dan Pelestarian Lingkungan Hidup, yang menyatakan :“Kegiatan pokok yang dilakukan adalah (1) Penyusunan UU Pengelolaan Sumber Daya Alam berikut perangkat peraturannya; (2) .....dst”.
PERKEMBANGAN HUKUM INDONESIA BERKENAAN DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI Oleh : Renny N.S. Koloay Koloay, Renny N.S
JURNAL HUKUM UNSRAT Vol 22, No 5 (2016): JURNAL HUKUM UNSRAT
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

-
PEMBENTUKAN LEMBAGA HAKIM KOMISARIS DALAM UPAYA MEREFORMASI HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA MENURUT UNDANG UNDANG NO 8 TAHUN 1981 Maringka, Rifaldi Jesaya
JURNAL HUKUM UNSRAT Vol 23, No 10 (2017): JURNAL HUKUM UNSRAT
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang pemikiran adanya hakim komisaris sebagai Lembaga Hakim Pemeriksaan Pendahuluan adalah pengaruh perkembangan zaman, serta diratifikasinya ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) oleh Indonesia, maka perlindungan terhadap hak asasi warga negara (dalam hal ini tersangka/terdakwa) menjadi prioritas utama negara dalam upaya menegakan hukumnya melalui aparat penegak hukum. Mengingat fungsi fundamental dari Hukum Acara Pidana itu sendiri yaitu mencari kebenaran materiil, maka dirasa Hakim Pemeriksaan Pendahuluan sebagai suatu lembaga baru yang dimunculkan dalam RUU KUHAP merupakan suatu terobosan baru untuk menjaga Due Process of Law agar tetap mampu berjalan sesuai dengan harapan. Hal ini juga diharapkan nantinya tidak terjadi orang yang tidak bersalah tapi dijatuhi pidana dengan tidak mengesampingkan kepentingan korban.Kata Kunci : Hakim Komisaris, Hukum Pidana dan Undang undang.
PERSPEKTIF DALAM MEMBANGUN SISTEM HUKUM YANG PROGRESIF SEBAGAI SALAH SATU ILMU PENGETAHUAN HUKUM Bojangan, Wens Alexander
JURNAL HUKUM UNSRAT Vol 23, No 8 (2017): Jurnal Hukum Unsrat
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ilmu dan pengetahuan merupakan sesuatu yang berbeda pemahamannya. Ilmu adalah suatu cara untuk mengetahui, dalam artian bahwa ilmu bukanlah satu - satunya cara bagi manusia untuk mengetahui. Kebutuhan untuk menempatkan Ilmu Hukum sebagai sebenar ilmu pada akan sangat menentukan terciptanya di samping suatu landasan intelektual bagi komunitas keilmuwan, juga memaparkan masalah-masalah yang perlu dibahas, dan langkah-langkah yang perlu ditempuh oleh para pakar ilmu untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi oleh Ilmu Hukum.Munculnya sosiologi dalam Ilmu Hukum dikarenakan ingin melihat hakikat hukum yang tidak terbatas pada teks normatif yang abstrak. Tetapi lebih jauh dari itu, hukum ingin dilihat dalam segenap kompleksitasnya dalam interaksinya dengan alam realitas empirik sebagai medan tumbuh-kembangnya hukum tersebut. Apakah bunyi aturan hukum benar-benar berfungsi atau tidak berfungsi dalam realitas empirik.
ANALISIS YURIDIS TERHADAP RACUN PENYEBAB KEMATIAN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK KEKERASAN Maramis, Marchel R.
JURNAL HUKUM UNSRAT Vol 22, No 7 (2016): Jurnal Hukum Unsrat
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pesatnya perkembangan pengetahuan, seringkali menyebabkan seseorang tidak dapat menyelesaikan permasalahanya sendiri. Seseorang itu mau tidak mau harus memerlukan bantuan orang lain yang lebih paham untuk dimintai bantuan menyelesaikan masalah yang telah dialami orang tersebut. Manusia hidup diwajibkan untuk mengadakan hubungan satu dengan yang lainya, mengadakan kerjasama, tolong-menolong untuk memperoleh keperluan hidupnya. Akan tetapi seringkali kepentingan-kepentingan itu berlainan bahkan ada juga yang bertentangan, sehingga dapat menimbulkan pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama. Seperangkat aturan-aturan atau kaidah-kaidah yang dimaksud itu tidak lain adalah hukum. Hukum dibuat, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat agar tercipta ketertiban, ketenangan, kedamaian dan kesejahteraan dalam masyarakat. Hal ini dicerminkan dari salah satu fungsi hukum sebagai “a tool of social control”. Fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial dapat diterangkan sebagai fungsi hukum untuk menetapkan tingkah laku mana yang dianggap merupakan penyimpangan terhadap aturan hukum dan apa sanksi atau tindakan yang dilakukan oleh hukum jika terjadi penyimpangan tersebut. Secara umum, racun merupakan zat padat, cair, atau gas, yang dapat mengganggu proses kehidupan sel suatu organisme. Zat racun dapat masuk ke dalam tubuh melalui jalur oral (mulut) maupun topikal (permukaan tubuh). Dalam hubungan dengan biologi, racun adalah zat yang menyebabkan luka, sakit, dan kematian organisme, biasanya dengan reaksi kimia atau aktivitas lainnya dalam skala molekul. Bapak Toksikologi, Paracelsus, menyatakan bahwa Segala sesuatu adalah racun dan tidak ada yang tanpa racun. Hanya dosis yang membuat sesuatu menjadi bukan racun (Dosis solum facit venum). Istilah racun bersinonim dengan kata toksin dan bisa, namun memiliki definisi yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Kata "toksin" didefinisi sebagai racun yang dihasilkan dari proses biologi, atau sering disebut sebagai biotoksin. Sementara, bisa didefinisikan sebagai cairan mengandung racun yang disekresikan atau dihasilkan oleh hewan selama proses pertahanan diri atau menyerang hewan lain dengan gigitan maupun sengatan. Istilah beracun, toksik, dan berbisa juga merupakan kata yang sebanding apabila digunakan untuk menyatakan sifat atau efek dari racun. Namun, tetap terdapat sedikit perbedaan pada ketiga kata tersebut. Beracun digunakan untuk segala sesuatu yang dapat berakibat fatal atau berbahaya apabila dimasukkan dalam jumlah tertentu ke makhluk hidup. Sedangkan toksik menyatakan sifat atau efek dari toksin, dan berbisa mengacu kepada hewan penghasil bisa.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP OTOPSI MEDIKOLEGAL DALAM PEMERIKSAAN MENGENAI SEBAB-SEBAB KEMATIAN Oleh : Marhcel Maramis Maramis, Marhcel
JURNAL HUKUM UNSRAT Vol 22, No 5 (2016): JURNAL HUKUM UNSRAT
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

-

Page 2 of 4 | Total Record : 35