LEX CRIMEN			
            
            
            
            
            
            
            
            Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana.
Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
            
            
         
        
            Articles 
                1,647 Documents
            
            
                        
            
                                                        
                        
                            KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMBAJAKAN FILM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA 
                        
                        Poiyo, Masyita                        
                         LEX CRIMEN Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen 
                        
                        Publisher : LEX CRIMEN 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                
                        
                            
                                
                                
                                    
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui  bagaimana pengaturan hukum dalam melindungi produser film terhadap hak cipta pembajakan film dan bagaimana penegakan hukum tentang hak cipta pembajakan film berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak cipta.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Perlindungan hukum adalah satu perlindungan yang diberikan kepada subjek hukum ke dalam bentuk perangkat baik yang bersifat respresif  yang lisan maupun yang tertulis melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaanya dengan suatu sanksi. Dengan kata lain dikatakan perlindungan hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari fungsi itu. Konsep hukum memberikan suatu keadilan, kepastian, dan manfaat. Pengaturan spesifik mengenai pembajakan film telah diatur dalam Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta. 2. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsi norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum yang berhubungan dengan masyarakat dan bernegara, Proses penegakan sengketa hak cipta pembajakan film adalah dapat melalui jalur pidana dan polisi menerapkan sanksi pidana.Kata kunci: Kajian yuridis, tindak pidana, pembajakan film, hak cipta.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            IMPLEMENTASI SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA 
                        
                        Samurine, Claudia Aprilia                        
                         LEX CRIMEN Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen 
                        
                        Publisher : LEX CRIMEN 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                
                        
                            
                                
                                
                                    
Tujuan dilakukannya penelitian untuk mengetahui bagaimana Sistem pembuktian yang bisa diterapkan dalam tindak pidana korupsi dan bagaimana praktek penegakan hukum pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi di Indonesia yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Mekanisme pembuktian dalam tindak pidana korupsi berdasarkan ketentuan KUHAP. Beban untuk melakukan pembuktian menurut KUHAP ada pada jaksa penuntut umum dan terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian, melainkan hanya hak, seharusnya pembuktian pada tindak pidana gratifikasi itu ada pada penerima gratifikasi atau terdakwa, bukan jaksa penuntut umum . 2. Penambahan ketentuan mengenai “pembuktian terbalik†tersebut bersifat ’'premium remidium’' dan sekaligus mengandung sifat prevensi khusus terhadap pegawai negeri dan penyelenggara negara, agar bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem pembalikan beban pembuktian memang tidak diterapkan secara murni terhadap semua jenis tindak pidana korupsi, tetapi hanya terbatas dan berimbang diterapkan terhadap tindak pidana yang terkait dengan gratifikasi. Penerapan secara murni atau mutlak pembalikan beban pembuktian hanya diterapkan khusus dalam hal gratifikasi yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara . Jika pemberian tersebut tidak berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya serta laporan harta kekayaan penyelenggara negara, di mana penyelenggara negara harus membuktikan bahwa kekayaannya itu diperoleh secara sah .Kata kunci: pembuktian terbakik; korupsi;
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            SIFAT EKSEPSIONAL TERTANGKAP TANGAN DALAM PENANGKAPAN PELAKU TINDAK PIDANA 
                        
                        Wattie, Andre Johanes                        
                         LEX CRIMEN Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen 
                        
                        Publisher : LEX CRIMEN 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                
                        
                            
                                
                                
                                    
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana syarat untuk dilakukannya penangkapan terhadap seorang tersangka dan apa yang menjadi kekhususan penangkapan tersangka dalam hal tertangkap tangan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dapat disimpulkan: 1. Kewenangan yang diberikan undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 kepada penyidik untuk melakukan penangkapan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana adalah suatu tindakan yang bersentuhan dengan harkat martabat manusia in casu tersangka. Sekalipun tujuan tindakan penegakan hukum adalah untuk mempertahankan dan melindungi kepentingan hukum masyarakat, penegakan hukum tidak boleh sampai mengorbankan hak dan martabat tersangka dalam penangkapan. Apabila tersangka dalam penangkapan diperlakukan secara  adil dan tepat, maka hukuman pidana yang ditimpakan kepadanya sekalipun hukuman itu memang tidak disukainya namun tersangka akan merasakan hukuman itu sebagai reaksi wajar dan adil atas kejahatan yang kesalahan yang telah dilakukannya. Karena itu penangkapan seseorang mesti dilakukan sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. 2. Pada kejadian tertangkap tangan setiap orang berhak untuk menangkapnya tetapi segera setelah itu harus menyerahkannya kepada penyeledik atau penyidik.  Penangkapan dalam hal tertangkap tangan dapat dilakukan tanpa adanya surat perintah penangkapan. Kata kunci: Eksepsional, tertangkap tangan, penangkapan.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            EKSISTENSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PENANGANAN PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN TINDAK PIDANA KORUPSI 
                        
                        Koesoemo, Cindy Rizka Tirzani                        
                         LEX CRIMEN Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen 
                        
                        Publisher : LEX CRIMEN 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                
                        
                            
                                
                                
                                    
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemberantasan tindak pidana korupsi  dan bagaimana proses penyelesaian penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, dapat disimpulkan: 1. Pembentukan KPK. Dalam konteks pembentukan kelembagaan KPK bukan dimaksudkan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya. Penjelasan Undang-Undang menyebutkan KPK sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebaga stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien.. Namun demikian  seiring dengan kepercayaan publik (public trust) dan dorongan publik yang semakin menguat terhadap kinerja KPK dalam hal pemberantasan korupsi di Indonsia menjadikan model trigger mechanism sebagaimana dimaksud terkesampingkan. 2. Penindakan pelaksanaan korupsi termasuk bagian dari pencegahan itu sendiri, dengan asumsi bahwa penindakan dapat, secara tidak langsung, memperbaikiperilaku para calon penjahat korupsi secara perseorangan maupun kelompok. Namun demikian, di dalam suatu sistem atau tata-kelola yang buruk, asumsi tersebut seringkali tidak terpenuhi, karena kehidupan keseharian para calon penjahat korupsi berada dalam situasi dimana korupsi feasible dilakukan. Kata kunci: Eksistensi, Komisi Pemberantasan Korupsi, Penyidikan, penuntutan, korupsi.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            PEMERIKSAAN DAN PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN PAJAK 
                        
                        Taroreh, Junisa Angelia                        
                         LEX CRIMEN Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen 
                        
                        Publisher : LEX CRIMEN 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                
                        
                            
                                
                                
                                    
Tujuan yang hendak dicapai penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan memahami proses pemeriksaan terhadap pelanggaran pajak juga mekanisme penyidikan dan penghentian pelaksanaan penyidikan terhadap pelanggaran pajak. Hasil penelitian menunjukkkan bahwa Penegakan hukum dibidang perpajakan merupakan upaya terakhir yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.  Penegakan hukum yang dilakukan berupa pemeriksaan dan/atau penyidikan, apabila Wajib Pajak tidak menggunakan kesempatan melakukan perbaikan. Sebagai kesimpulan, Proses Pemeriksaan terhadap Pelanggaran Pajak mengacu dan berdasarkan dengan peraturan perundang-undangan yang ada yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan serta berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak. Kata Kunci: Pemeriksaan Pajak, Penyidikan Pajak, Proses, Mekanisme.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            ALASAN PENGAJUAN KASASI DALAM PRAKTEK PERKARA PIDANA 
                        
                        Paususeke, Almer                        
                         LEX CRIMEN Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen 
                        
                        Publisher : LEX CRIMEN 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                
                        
                            
                                
                                
                                    
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pemeriksaan atas permohonan kasasi dalam praktik perkara pidana dan bagaimana pengaturan dan alasan pemeriksaan tingkat kasasi dalam praktik perkara pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Alasan pengajuan kasasi merupakan upaya hukum yang dilakukan terhadap putusan Pengadilan Tinggi (Banding) karena pihak yang merasa tidak puas terhadap putusan yang diberikan padanya, permohonan kasasi diajukan kepada Mahkamah Agung.  Oleh pihak yang berperkara, kuasa hukum khusus secara tertulis/lisan dan Jaksa Agung karena jabatannya melalui panitera Pengadilan negeri dalam tenggang waktu 14 hari kerja, apabila lewat 14 hari maka pihak yang berperkara dianggap telah menerima putusan tersebut.Pemeriksaan tingkat kasasi pemohon wajib menyampaikan memori kasasi yang memuat alasan-alasan permohonan kasasi dalam waktu 14 hari sebagai syarat mutlak, dan pihak lawan memberikan jawaban terhadap memori kasasi kepada panitera Pengadilan Negeri.Setelah menerima memori kasasi dan jawaban terhadap memori kasasi, panitera Pengadilan Negeri menggabungkan dengan berkas perkaranya mengirim kepada Mahkamah Agung paling lama/lambat 30 hari kerja. 2. Pengaturan dan pemeriksaan tingkat kasasi sebagai upaya hukum bagi pihak yang tidak menerima atas putusan Pengadilan Tinggi (Banding) yang diatur dalam KUHAP, dengan tujuan utama terdapat suatu kepastian hukum bagi pencari keadilan, hal ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.  Untuk mencapai kesatuan peradilan dan penerapan undang-undang setepat-tepatnya serta keragaman dalam peradilan.  Ketentuan kasasi demi kepentingan hukum terhadap pengadilan (peradilan umum) berlalu juga terhadap peradilan militer.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            PERAN PERINTAH JABATAN DAN PERINTAH JABATAN TANPA WEWENANG MENURUT PASAL 51 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 
                        
                        Dagilaha, Yitzhak B.                        
                         LEX CRIMEN Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen 
                        
                        Publisher : LEX CRIMEN 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                
                        
                            
                                
                                
                                    
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan perintah jabatan dan perintah jabatan tanpa wewenang dalam Pasal 51 KUHP dan bagaimana peran perintah jabatan dan perintah jabatan tanpa wewenang dalam memberi keseimbangan antara perlindungan pelaku dan kepentingan umum. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan perintah jabatan dan perintah jabatan tanpa wewenang dalam Pasal 51 KUHP, pertama-tama untuk melindungi pelaku yang melaksanakan perintah jabatan karena melaksanakan perintah jabatan merupakan sesuatu yang sesuai dengan tata tertib dan juga ada ancaman pidana dalam Pasal 216 ayat (1) KUHP terhadap orang yang tidak menuruti perintah atau permintaan pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu. 2. Peran perintah jabatan dan perintah jabatan tanpa wewenang dalam memberi keseimbangan antara perlindungan pelaku dan kepentingan umum yaitu berdasarkan Pasal 51 KUHP tidak semua perintah jabatan dapat melepaskan seseorang dari pidana melainkan suatu perintah harus dipikir-pikir lebih dahulu; yaitu apakah tidak bertentangan dengan hukum, kepatutan, dan kemanusiaan.Kata kunci: Peran Perintah Jabatan, Perintah Jabatan Tanpa Wewenang, Hukum Pidana
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            EFEKTIVITAS MEDIASI SEBAGAI BAGIAN DARI BENTUK PENCEGAHAN PERCERAIAN MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 
                        
                        Tamalawe, Devanry                        
                         LEX CRIMEN Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen 
                        
                        Publisher : LEX CRIMEN 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                
                        
                            
                                
                                
                                    
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana efektifitas mediasi dalam pencegahan perceraian di pengadilan dan bagaimana peran mediator dalam mendamaikan kedua bela pihak. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Dalam hal penyelesaian perkara perceraian di pengadilan mediasi dapat menjadi solusi yang baik dari para pihak yang bersengketa, tetapi yang menjadi permasalahan disini adalah masih kurangnya kesadaran akan pentingnya itikad baik untuk melakukan perdamaian. Dilihat dari aturan yang ada sudah jelas telah mengatur tentang mediasi, yaitu dalam PERMA No 1 Tahun 2008, tetapi hal tersebut hanya dijadikan sebagai formalitas saja karena telah diatur dan masuk didalam prosedur hukum acara di pengadilan. 2. Mediator  merupakan pihak terpenting dalam mediasi karena kinerja dan usaha dari mediator sangatlah mempengaruhi proses perundingan yang dilaksanakan, meskipun dalam suatu proses perundingan para pihak berhak atas keputusan yang mereka ambil, tanpa ada intimidasi atau interfensi dari mediator. Kata kunci: Mediasi, pencegahan perceraian, hukum acara perdata
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            KEWENANGAN LEMBAGA OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MENGAWASI PASAR MODAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 
                        
                        Mamuaja, Novia Indriani                        
                         LEX CRIMEN Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen 
                        
                        Publisher : LEX CRIMEN 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                
                        
                            
                                
                                
                                    
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana jenis-jenis efek yang diperdagangkan dalam pasar modal di Indonesia dan bagaimana wewenang Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi pasar modal di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Jenis-jenis efek yang diperdagangkan dalam pasar modal di Indonesia dikategorikan dalam dua jenis yaitu efek ekuitas atau penyertaan modal dan efek hutang. Efek yang bersifat ekuitas atau penyertaan modal berupa saham yang berarti bahwa dengan membeli efek tersebut maka pembeli berkedudukan sebagai pemodal atau investor yang menanamkan modalnya kedalam perusahaan emiten yang menerbitkan efek. Sedangkan efek hutang berupa obligasi pada dasarnya adalah hutang yang dimiliki oleh emiten kepada pemodal (investor). 2. Wewenang OJK dalam pengawasan pasar modal di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 sangat luas yakni mulai dari menetapkan kebijakan operasional pengawasan, memberikan perintah tertulis, memberikan peringatan, menetapkan sanksi administrasi terhadap pihak yang melakukan pelanggaran, memberikan dan mencabut izin usaha, melakukan penyidikan serta melakukan pembelaan hukum kepada konsumen pasar modal berupa pengajuan gugatan dipengadilan terhadap pihak-pihak yang menyebabkan kerugian konsumen pasar modal.Kata kunci: Kewenangan, lembaga otoritas jasa keuangan, mengawasi, pasar modal
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            STATUS HUKUM SERTA TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM PEREKRUTAN PRIVATE MILITARY AND SECURITY COMPANIES DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL 
                        
                        Karwur, Grace M. F.                        
                         LEX CRIMEN Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen 
                        
                        Publisher : LEX CRIMEN 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                
                        
                            
                                
                                
                                    
Keterlibatan personel asing dalam menyediakan bantuan militer sudah sering terjadi dalam konflik bersenjata. Selama tahun 1960-1970-an, situasi seperti ini sering diasosiasikan dengan istilah operasi terselubung yang melibatkan tentara bayaran. Akan tetapi, tahun-tahun terakhir ini muncul perusahaan-perusahaan profesional yang menawarkan jasa keamanan (militer), yang memiliki legitimasi untuk beroperasi di mata hukum. Blackwater, Executive Outcomes dan Sandline International sebagai contoh, telah melaksanakan sejumlah operasi tempur di berbagai negara di dunia Meningkatnya penggunaan “Perusahaan Militer dan Keamanan Swasta†(selanjutnya disebut PMSC) dalam pengertian modern menimbulkan pertanyaan lebih lanjut. PMSC cenderung dipandang memiliki motivasi utama yang bersifat moneter daripada kesetiaan ideologis atau patriotik. Hal Ini menimbulkan pertanyaan: apakah PMSC adalah â€tentara bayaran†untuk tujuan hukum humaniter internasional? Jika tidak, apa status mereka? Negara-negara semakin sering menyewa PMSC untuk diterjunkan ke zona di mana konflik bersenjata sedang terjadi. Karena itu, akan lebih baik untuk membuat mekanisme pengaturan kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Sadar akan banyaknya kebingungan terkait status karyawan atau personel PMSC berdasarkan hukum humaniter, tulisan ini akan sedikit menjelaskan aspek legal terkait tentara bayaran dan PMSC, serta mengeksplorasi apakah karyawan PMSC masuk dalam kategori sipil atau kombatan. Hal ini sangat penting, karena hanya ketika status mereka dipahami dan diterima, mereka bisa diatur secara efektif.