cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 1,647 Documents
WEWENANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL MELAKUKAN PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA DI SEKTOR JASA KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN Besouw, Marco
LEX CRIMEN Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini duilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana jenis-jenis tindak pidana di sektor jasa keuangan dan bagaimana wewenang  penyidik pegawai negeri sipil melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di sektor jasa keuangan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Jenis-jenis tindak pidana di sektor jasa keuangan, seperti perbuatan oleh orang perseorangan atau korporasi yang melanggar larangan menggunakan atau mengungkapkan informasi apa pun yang bersifat rahasia kepada pihak lain kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan atau diwajibkan oleh Undang-Undang. Tindak pidana lainnya seperti dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, atau menghambat pelaksanaan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan atau dengan sengaja mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan perintah tertulis atau tugas untuk menggunakan pengelola statuter. 2. Wewenang penyidik pegawai negeri sipil melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di sektor jasa keuangan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam hukum acara pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pelaksanaan wewenang penyidik pegawai negeri sipil diwajibkan atau diharuskan bekerja sama dengan instansi terkait.Kata kunci: Wewenang penyidik pegawai negeri sipil, penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan, otoritas jasa keuangan
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Kela, Doni Albert
LEX CRIMEN Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana rumusan perbuatan penyalahgunaan narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika dan bagaimana usaha penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana narkotika. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif sehingga dapat disimpulkan: 1. Penyalagunaan narkotika telah membahayakan masa depan bangsa Indonesia karena jumlah penggunanya meningkat tajam dari hari kehari. Persoalan narkotika tidak dapat dibebankan pada BNN atau beberapa kementerian tetapi juga harus ada peran serta dari semua pihak termasuk masyarakat. 2. Penegakan hukum terhadap kejahatan narkotika belum dilakukan secara maksimal.Hendaknya penegak hukumlebih tegas lagi dalam menangani suatu kasus narkotika agar  memberikan efek jerah kepada bandar narkotika beserta dengan pihak-pihak lainnya yang menyalagunakan narkotika. Kata kunci: Penyalahgunaan, narkotika
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1997 Nongka, Oktaphiyani Agustina
LEX CRIMEN Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana ketentuan yang mengatur tekait dengan Psikotropika dan bagaimana penerapan sanksi pidana bagi pengedar, pemakai dan pemilik, pengguna Psikotropika menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka disimpulkan: 1. Pada mulanya ketentuan pengaturan Psikotropika dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 meliputi: Psikotropika Golongan I, Golongan II, Glongan III, dan Golongan IV sesuai lapiran dalam perundang-undangan dan setelah ada perundang-undang baru yang mengatur tentang Narkotika yakni Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009, maka Psikotropika untuk golongan I dan Golongan II sudah sudah menjadi tindak pidana narkotika Golongan I. 2. Penerapan Sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika sesuai denhan Pasal 59 dapat di jatuhkan pidana pokok yakni pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok meliputi pidana penjara 20 tahun,  pidana seumur hidup dan pidana mati sedangkan pidana tambahan untuk pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dijatuhkan pada korporasi dan orang asingsesuai dengan kualifikasi perbuatan yang dilarang yaitu, memiliki, membawa, mengedarkan, menggunakan, Psikotropika.Kata kunci: Penerapan Sanksi Pidana, Penyalahgunaan Psikotropika
KEDUDUKAN DAN FUNGSI JAKSA DALAM PERADILAN PIDANA MENURUT KUHAP Pilok, Didit Ferianto
LEX CRIMEN Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Negara Indonesia merupakan Negara hukum.  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 hasil amandemen ke-4 sebagai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah hukum positif tertinggi yang berlaku dalam sistem hukum Indonesia.Membicarakan system hukum Indonesia berarti membahas hukum secara sistemik yang berlaku di Indonesia.Sistem peradilan pidana di dalamnya terkandung gerak sistemik dari subsistem pendukungnya, yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan, yang secara keseluruhan dan merupakan suatu kesatuan (totalitas) berusaha mentransformasikan masukan menjadi luaran yang menjadi tujuan sistem peradilan pidana yaitu, menaggulangi kejahatan atau mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi yang dapat di terima masyarakat.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan dan fungsi jaksa dalam sistem peradilan pidana di Indonesiamenurut KUHAP. Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode yuridisme normatif yaitu metode penambahan dengan berpegang pada norma atau kaidah hukum yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan: 1. Kejaksaan di Indonesia memiliki kewenangan yang cukup terbatas dibandingkan dengan kejaksaan di Belanda, Inggris ataupun Amerika.Selain tercantum dalam KUHAP, tugas dan wewenang kejaksaan dalam menjalankan fungsinya sebagai subsistem/komponen penegak hukum sistem peradilan pidana Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang kejaksaan. Kejaksaan adalah lembaga non-departemen, yang berarti tidak dibawah kementerian apapun, puncak kepemimpinan kejaksaan dipegang oleh jaksa agung yang bertanggung jawab terhadap presiden. 2. Proses peradilan pidana dapat dimaknai sebagai keseluruhan tahapan pemeriksaan perkara pidana untuk mengungkap perbuatan pidana yang terjadi dan mengambil tindakan hukum kepada pelakunya.Dengan melalui berbagai institusi, maka proses peradilan pidana dimulai dari institusi Kepolisian, diteruskan ke Institusi Kejaksaan, sampai ke Institusi Pengadilan dan berakhir pada Institusi Lembaga Pemasyarakatan. Kata kunci: Kedudukan, Jaksa
KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENYIMPANGAN BANTUAN SOSIAL DESA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI Natarang, Ilvana Natalia
LEX CRIMEN Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengawasan dan perlindungan hukum untuk peran masyarakat terhadap penyimpangan bantuan sosial dan bagaimana sanksi hukum terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pejabat yang melakukan penyimpangan bantuan sosial desa menurut Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Dengabn menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengawasan dan perlindungan hukum untuk peran masyarakat terhadap penyimpangan bantuan sosial diperlukan Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan di dalam suatu negara karena merupakan hak dan tanggung jawab masyarakat untuk ikut mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih. Partisipasi masyarakat umum dalam penyelenggaraan negara memberikan jaminan bisa tercapainya  Indonesia yang lebih baik yang sampai saat ini masih menjadi mimpi. Kelompok masyarakat miskin dan marjinal sangat ingin didengar suarahnya. 2. Sanksi hukum terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pejabat  yang melakukan penyimpangan bantuan sosial menurut Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tercantum pada Pasal 3  yang menjelaskan bahwa setiap orang yang dengan tujuan  menguntungkan diri sendiri atau oranglain atau suatau korporasi, menyelahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah). Selanjutnya.Kata kunci: Kajian Yuridis,  Penyimpangan Bantuan Sosial Desa,  Tindak Pidana Korupsi.
EKSEPSI DALAM KUHAP DAN PRAKTEK PERADILAN Sorongan, Tommy Terry
LEX CRIMEN Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apa alasan terdakwa atau penasehat hukumnya mengajukan eksepsi (keberatan) dan bagaimana bentuk putusan hakim atas diajukannya eksepsi (keberatan) oleh terdakwa atau penasehat hukum dan upaya hukum terhadap putusan atas eksepsi (keberatan) oleh terdakwa atau penasehat hukumnya. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Alasan terdakwa atau penasehat hukumnya mengajukan eksepsi atau keberatan sesuai dengan apa yang diatur dalam ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP, ada 3 (tiga) hal yaitu: eksepsi atau keberatan tidak berwenang mengadili; eksepsi atau keberatan dakwaan tidak dapat diterima dan eksepsi atau keberatan surat dakwaan harus dibatalkan atau batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat materil sebagaimana diatur dalam Pasal 144 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP. 2. Bentuk putusan hakim atas eksepsi atau keberatan yang diajukan oleh terdakwa atau penasehat hukumnya adalah sesuai dengan Pasal 156 ayat (1) KUHAP yaitu berupa ‘penetapan’ dan ‘putusan’ yang dapat berbentuk putusan sela dan putusan akhir .dan upaya hukum terhadap putusan hakim atas eksepsi atau keberatan yang diajukan oleh terdakwa atau penasehat hukumnya dan oleh penuntut umum adalah berupa perlawanan yang diatur dalam  Pasal 1 angka 12 KUHAP, Pasal 149 ayat (2) KUHAP, Pasal 156 ayat (3) KUHAP dan Pasal 214 ayat (4) KUHAP, dan bersama-sama permintaan banding yang diatur dalam Pasal 156 ayat (5) huruf a KUHAP. Kata kunci: Eksepsi, KUHAP, Praktek Peradilan
ASPEK HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PELAKSANAAN HUKUMAN MATI DI INDONESIA Saputri, Octaviani Fadilla
LEX CRIMEN Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitianini adalah untuk mengetahui bagaimana refleksi atas hak asasi manusia terhadap pelaksanaan hukum mati di Indonesia dan bagaimana refleksi atas hukum positif (pidana) terhadap pelaksanaan hukuman mati di Indonesia.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena manusia mempunyai hak untuk hidup. Pelaksanaan hukuman mati putusan pengadilan atas suatu kejahatan yang telah terbukti bersalah ini adalah suatu pelanggaran hak asasi manusia, yang berhak mencabut atau menghilangkan nyawa manusia adalah Tuhan Sang Pencipta manusia, selain Tuhan, tidak ada yang berhak untuk itu (dengan jalan maut), bukan karena atas putusan pengadilan yang dipatuhi oleh manusia, karena tidak ada hak untuk hidup bagi manusia. Penerapan hukuman mati sudah mengingkari tujuan penegakan hukum dan keadilan, sebagaimana hak asasi manusia sebagai tanggungjawab negara yang berdasarkan Pancasila. Pengadilan hak asasi manusia Indonesia sebagai pengadilan ad hoc untuk mengadili para pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan (pelanggaran berat hak asasi manusia). 2.Refleksi hukum positif (pidana) terhadap pelaksanaan hukuman mati, dalam hukum pidana materiil maupun pidana formal menganut asas equality before the law setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum dan asas-asas yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Namun KUHAP memberi perlindungan atas hak-hak terhadap martabat kemanusiaan kepada tingkat tersangka sampai terpidana. KUHP secara rinci mengatur ancaman hukuman/pemidanaan dari yang paling ringan sampai yang terberat (hukuman mati), ancaman hukuman mati juga terdapat dan diatur di luar KUHP, pelaksanaan putusan pengadilan/eksekusi dilaksanakan oleh jaksa, ditur dalam KUHAP, dengan memperhatikan Pasal 2 sampai dengan Pasal 16 UU No. 2 PNPS tahun 1964, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14, UU No. 22 Tahun 2002. KUHAP menyatakan pidana mati pelaksanaannya dilakukan tidak dimuka umum dan menurut UU, dengan masih dicantumkan ancaman hukuman mati diharapkan dapat memberi efek jera bagi masyarakat, namun faktanya dapat kita lihat.Kata kunci: Aspek Hak Asasi Manusia, Pelaksanaan Hukum Mati, Indonesia.
PEMBERLAKUAN SANKSI PIDANA AKIBAT TIDAK MEMENUHI STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN Kurniawan, Indrayanto Abdirangga
LEX CRIMEN Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan hukum di bidang perindustrian mengenai Standar Nasional Indonesia (SNI) dan bagaimanakah pemberlakuan sanksi pidana akibat tidak memenuhi standar nasional Indonesia (SNI) menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan standarisasi industri menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian, memberlakukan larangan bagi setiap orang membubuhkan tanda SNI atau tanda kesesuaian pada barang dan/atau Jasa Industri atau memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan barang dan/atau Jasa Industri yang tidak memenuhi ketentuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara; yang diberlakukan secara wajib. Setiap barang dan/atau Jasa Industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib, pelaku usaha atau pemilik barang dan/atau Jasa Industri wajib menarik barang dan/atau menghentikan kegiatan Jasa Industri. 2.  Pemberlakuan sanksi pidana akibat tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian diterapkan apabila setiap orang yang dengan sengaja atau karena kelalaian memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan barang dan/atau Jasa Industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib di bidang Industri. Sanksi pidana yang diberlakukan yaitu pidana penjara dan pidana denda.Kata kunci: Kajian Yuridis, Hak-Hak Tersangka, Pemeriksaan, Hukum Acara Pidana.
KAJIAN YURIDIS TENTANG ANAK PIDANA DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK SULAWESI UTARA Kole, Fernandy Natanael
LEX CRIMEN Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah anak pidana di LPKA Sulawesi Utara sudah mendapat hak-haknya sebagai mana diatur dalam Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak dan bagaimanakah peran Pemerintah dalam Pembinaan anak yang berada di LPKA di Sulawesi Utara. Dengan menggunakan metode penelitian sosiologis normative, disimpulkan: 1. Pemenuhan hak-hak anak sesuai dengan undang-undang Nomor 11 tahun 2012 Sistem Peradilan Pidana Anak belum sepenuhnya di lakukan oleh Pihak LPKA tomohon di antaranya pemenuhan Pemisahan dari orang dewasa dan pemberian layanan kesehatan. Pemenuhan hak-hak anak pidana sangat penting di lakukan oleh pihak LPKA dan pemerintah daerah khususnya untuk kemajuan  kesejahteraan anak di LPKA Tomohon. Peneliti menemukan  beberapa hal diantaranya pemenuhan hak-hak anak di LPKA Tomohon belum terlaksana dengan baik di antaranya masih ada warga binaan yang sudah melebihi batas umur yang sudah ditetapkan oleh undang-undang yaitu anak yang berada di LPKA berumur 18 tahun kebawah dan pelayanan ksehatan belum efektif dilaksanakan oleh pihak LPKA di karenakan Klinik kesehatan belum ada. 2.  Peran pemerintah derah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak. Pemerintah daerah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak. Pemerintah daerah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.Kata kunci:  Kajian yuridis, anak, pidana, lembaga pembinaan khusus anak
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM RANGKA PENANGGULANGAN PERJUDIAN Mamonto, Indra Mahreza
LEX CRIMEN Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa kebijakan hukum pidana saat ini telah memadai dalam rangka menanggulangi perkembangan perjudian dan bagaimana kebijakan hukum pidana dalam menanggulangi perjudian di masa yang akan datang. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Kebijakan formulasi hukum pidana di Indonesia sudah dapat digunakan untuk mengatasi tindak pidana perjudian, tapi mengandung beberapa kelemahan atau kendala yaitu: (a) “Unsur tanpa izin” inilah melekat sifat melawan hukum dari tindak pidana perjudian itu. Artinya tiadanya unsur tanpa izin, atau jika ada izin dari pejabat atau instansi yang berhak memberi izin, semua perbuatan dalam rumusan tersebut tidak lagi atau hapus sifat melawan hukumnya oleh karena itu tidak dipidana. Ketentuan ini membuka peluang adanya legalisasi perjudian. Sebab permainan judi hanya bersifat melawan hukum atau menjadi larangan apabila dilakukan tanpa izin; (b) Pertanggungjawaban pidana tentang tindak pidana perjudian hanya dibebankan kepada orang perorangan tidak menganut sistem pertanggungjawaban yang dibebankan kepada korporasi. 2. Kebijakan penanggulangan di masa yang akan datang untuk mengantisipasi tindak pidana perjudian di Indonesia dapat dilakukan dengan menggunakan sarana penal. Adapun beberapa alternatif kebijakan formulasi yang akan dilakukan pembenahan adalah sebagai berikut:(a) Tindak pidana perjudian sebagai salah satu bentuk tindak pidana di bidang kesusilaan seharusnya tidak hanya diancam dengan pidana penjara dan pidana denda saja melainkan harus juga ditentukan pidana tambahan seperti pencabutan hak untuk menjalankan profesi terhadap pembuat yang melakukan tindak pidana perjudian dalam menjalankan profesinya; (b) Setiap bentuk tindak pidana perjudian tidak hanya individu pribadi yang dimintai pertanggungjawaban pidananya melainkan korporasi atau badan hukum juga bisa dimintai pertanggungjawaban pidana; (c) Dalam hal pemidanaan harus dipertimbangkan keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Artinya pidana yang dijatuhkan harus disesuaikan dan diorientasikan pada kepentingan individu. Selain itu juga rasa keadilan dan perlindungan terhadap masyarakat perlu dijadikan pertimbangan dalam melakukan suatu pemidanaan. Kata kunci:  Kebijakan, penanggulangan, perjudian

Page 11 of 165 | Total Record : 1647


Filter by Year

2012 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue