cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 1,647 Documents
JUAL BELI ATAS SATUAN RUMAH SUSUN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Gosal, Tyzha I.
LEX CRIMEN Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitianini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana jual beli atas Satuan Rumah Susun (SARUSUN) menurut-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan bagaimana hak kepemilikan atas Satuan Ruman Susun (SARUSUN) setelah terjadinya jual-beli.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan : 1. Jual beli atas Satuan Rumah Susun (SARUSUN) menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun yang dilakukan baik sebelum atau sesudah pembangunan rumah susun selesai, memerlukan bukti adanya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), Akta Jual Beli (AJB), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Sertifikat Laik Fungsi, Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung Sarusun (SKBG), untuk memberikan kepastian hukum bagi pihak pelaku pembangunan sebagai penjual dan pembeli mengenai hak dan kewajiban para pihak. 2. Hak kepemilikan atas Satuan Ruman Susun (SARUSUN) setelah terjadinya jual-beli, merupakan hak yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama dihitung berdasarkan atas Nilai Perbandingan Proporsional (NPP). Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun diterbitkan SHM dan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung Sarusun (SKBG).Kata kunci: Jual Beli, Satuan Rumah Susun.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 SEBAGAI PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Victoria, Londa Gabriella
LEX CRIMEN Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui apa dampak yang timbul terhadap anak korban kekerasan seksual dan bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan seksual menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang dengan metode penelitian hukum normative disimpulkan bahwa: 1. Kekerasan seksual cenderung menimbulkan dampak negatif bagi anak baik secara psikologis maupun secara fisik. Perkembangan emosi anak usia dini dan tahap perkembangan afektif anak akan sangat terpengaruh.  Dampaknya pun bisa mendatangkan trauma yang berkepanjangan sehingga anak tidak menikmati masa kecilnya walaupun telah mendapatkan pertolongan yang tepat. Trauma tersebut juga akan terbawa hingga dewasa, karena dampak kekerasan seperti ini biasanya akan menunjukkan dirinya dalam waktu yang lama, dan tidak segera terlihat seketika itu juga. Saat ini mungkin kita tidak akan melihat apa akibat kekerasan pada anak, namun dampaknya akan terlihat seiring pertumbuhan usia anak dan juga  perkembangan psikologisnya. 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara mutlak memberikan berbagai bentuk perlindungan hukum yang berkaitan dengan masalah perlindungan anak terhadap tindak kekerasan seksual. Bentuk perlindungan anak yang diberikan oleh Undang-Undang Perlindungan Anak merupakan adopsi, kompilasi, atau reformulasi dari bentuk perlindungan anak yang sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Undang-undang ini berfungsi untuk pemberian perlindungan khusus bagi hak-hak anak dari berbagai macam kekerasan dan juga memberikan sanksi yang tegas  terhadap siapapun yang melanggar aturan tersebut.Kata kunci: korban kekerasan seksual; anak;
ANCAMAN PIDANA MATI TERHADAP PENCURIAN DENGAN KEKERASAN Musak, Richard F.
LEX CRIMEN Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk pokok tindak pidana pencurian dan bagaimana pencurian dengan kekerasan dan ancaman pidana mati. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat dsimpulkan: 1. Penghargaan terhadap harta benda seseorang dalam masyarakat diwujudkan dengan pencegahan tindak pidana pencurian, baik pencurian biasa, pencurian dengan pemberatan, pencurian ringan, pencurian dengan kekerasan dan pencurian dalam keluarga sebagaimana diatur dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP. 2. Sampai sekarang ancaman pidana mati masih tercantum dalam beberapa tindak pidana yang ada dalam KUHP, misalnya dalam Pasal 104, 340 dan Pasal 365 ayat (4) KUHP dan yang ada di luar KUHP misalnya dalam tindak pemberantasan Korupsi (UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001). Kata kunci: Pidana mati, pencurian, kekerasan
KAJIAN YURIDIS TENTANG PEMALSUAN IJAZAH MENURUT PASAL 263 DAN 264 KUHP Karinda, Angel Michelle
LEX CRIMEN Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan yuridis terhadap kepemilikan ijazah palsu dan bagaimana pertanggungan jawab pidana terhadap pemalsuan ijazah. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Masalah ijazah palsu serta masalah ijazah Aspal (asli tapi palsu) adalah merupakan tindak pidana yang memenuhi formulasi ketentuan pasal 263 KUHP dan pasal 264 KUHP, tindakan administratif mana adalah merupakan kejahatan terhadap kepentingan umum, karena dapat menimbulkan suatu hak, maka kepada sipemalsu dan sipemakai maupun terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam pembuatan ijazah palsu itu dapat dituntut dengan pasal 263 KUHP maupun pasal 264 KUHP. Masalah pemalsuan ijazah yaitu bagi mereka-mereka yang terlibat, apakah sipelaku atau sipemakai sudah tahu sebelumnya akibat hukum yang akan terjadi kemudian sehingga sudah barang tentu pertanggung jawaban baik secara psikis maupun batiniah harus dipikul oleh mereka karena secara langsung sudah dianggap bahwa mereka mampu bertanggung jawab. Kata kunci: Pemalsuan, ijazah.
HAK DAN KEWAJIBAN YANG MENGIKAT TERHADAP SAKSI DI DALAM PRAKTIK PERSIDANGAN PIDANA Rondonuwu, Oktavianus Garry
LEX CRIMEN Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimanakah hak dan kewajiban yang mengikat terhadap saksi dalam praktek persidangan pidana dan bagaimanakah peranan saksi di dalam praktek persidangan pidana, serta nilai-nilai positif yang bisa dipetik dari pelaksanaan hak dan kewajiban itu. Dengan metode kualitatif disimpulkan bahwa 1. Hak dan kewajiban saksi merupakan salah satu contoh hubungan timbal balik negara dan masyarakat, dimana hak-hak masyarakat pada umumnya maupun hak-hak masyarakat yang bertindak sebagai saksi, harus di lindungi negara. Dalam proses persidangan pidana, pemenuhan hak saksi oleh negara merupakan satu hal yang wajib dan apabila saksi merasa hak-haknya telah terpenuhi, maka secara tidak langsung akan berdampak positif bagi pelaksanaan kewajibannya di dalam proses persidangan. 2. Saksi merupakan orang yang mempunyai informasi tangan pertama mengenai suatu kejahatan atau kejadian yang dia lihat, dengar, dan rasa sendiri. Dalam persidangan pidana saksi adalah alat bukti nomor satu guna kepentingan mengungkap suatu tindak pidana, saksi-saksi yang di hadirkan oleh jaksa penuntut umum adalah saksi yang memberatkan (a charge) dan saksi yang di hadirkan oleh penasehat umum terdakwa adalah saksi yang meringankan (a decharge). Dalam pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban saksi di dalam persidangan terdapat nilai-nilai normatif-universal yang bisa di jadikan tolak ukur untuk menjadi warga negara yang baik. Kata kunci: saksi, praktik persidangan pidana
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PMEALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG Sambur, Melisa
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa penyebab terjadinya tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas dan bagaimana pemberantasan tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Penyebab terjadinya tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas adalah (1) faktor ekonomi, banyaknya jumlah penduduk dan kurangnya perhatian Negara menyebabkan para penduduk menghalalkan segala cara untuk bertahan hidup yaitu salah satunya dengan melakukan kejahatan pemalsuan uang, dan (2) faktor teknologi, semakin canggihnya teknologi membuat orang dengan mudahnya mencetak uang palsu. 2. Pemberantasan Tindak Pidana Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas di Indonesia Dalam penegakan hukum dalam memberantas tindak pidana pemalsuan uang diperlukan dua upaya, yaitu: (1) upaya preventif, uang asli harus dibuat secanggih mungkin agar sulit dipalsukan,dan juga diperlukan adanya infromasi mengenai ciri-ciri umum uang asli. dan (2) upaya represif, upaya dan pekerjaan uang dilakukan oleh penegak hukum yaitu dengan penyelidikan dan penindakan.Kata kunci: Pemberantasan, Tindak Pidana, Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas.
PENCARIAN KEBENARAN MATERIAL DALAM PERKARA PIDANA MELALUI ALAT-ALAT BUKTI YANG SAH MENURUT HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA Makapuas, Novaldy Franklin
LEX CRIMEN Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaturan pencarian kebenaran material melalui alat-alat bukti yang sah menurut hukum acara pidana Indonesia dan bagaimana pengaruh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 terhadap tujuan pencarian kebenaran material, di mana dengan metode penelitian hukum normatifg disimpulkan bahwa: 1. Pencarian kebenaran material melalui alat-alat bukti yang sah menurut hukum acara pidana Indonesia, yaitu untuk tindak pidana umum alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP dan untuk beberapa tindak pidana khusus di luar KUHAP sselain alat bukti menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP juga ditambah dengan alat bukti (dokumen) elektronik. Untuk mencegah jangan sampai pencarian kebenaran material tersebut menganut prinsip tujuan menghalalkan cara, maka penggunaan alat-alat bukti tersebut memiliki pembatasan-pembatasan, yaitu: 1. Pembatasan oleh pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dengan sitem accusatoir; dan 2. Pembatasan oleh sistem pembuktian menurut undang-undang sampai suatu batas (negatief-wettelijk bewijsleer). 2. Pengaruh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 terhadap tujuan pencarian kebenaran material yaitu mendorong hukum acara pidana Indonesia ke arah Due Process Model  yang menekankan pada pentingnya aspek prosedur atau tata cara dalam praktik perkara pidana.Kata kunci: kebenran; kebenaran material; alat bukti;
PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Supit, Angela A.
LEX CRIMEN Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana prapenuntutan dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan bagaimana prapenuntutan dan pidana tambahan dalam UU No. 16 Tahun 2004 dan UU No. 2 Tahun 2002. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dapat disimpulkan: 1. Prapenuntutan dalam sistem KUHAP adalah pengembalian berkas perkara oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Penyidik, yang disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi. 2. Pemeriksaan tambahan dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan pada hakekatnya merupakan pengembalian sebagian wewenang penyidikan tindak pidana umum kepada Jaksa Penuntut Umum dan dalam UU No. 2 Tahun 2002  tentang Kepolisian terdapat ketentuan bahwa Polri memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana, dengan tetap memperhatikan kewenangan yang dimiliki penyidik lainnya yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan tertentu. Kata kunci: Prapenuntutan, KUHAP, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004.
KAJIAN HUKUM TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR PENGADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Warouw, Jen Lidya
LEX CRIMEN Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakaukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Pengaturan Penyelesaian Sengketa Lingkungan dan bagaimana Penyelesaian Sengketa Lingkungan di Luar Pengadilan Lingkungan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui Litigasi dan Non. Litigasi. Sengketa terjadi jika salah satu pihak menghendaki pihak lain untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu tetapi pihak lainnya menolak berlaku demikian. Penyelesaian ini harus dilakukan menurut hukum atau berdasarkan kesepakatan awal di antara para pihak. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan merupakan pilihan para pihak dan bersifat sukarela. Para pihak juga bebas untuk menentukan lembaga penyedia jasa yang membantu penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Lembaga penyedia jasa menyediakan pelayanan jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup dengan menggunakan bantuan arbiter atau mediator atau pihak ketiga lainnya. Apabila suatu sengketa terjadi dan diselesaikan melalui badan pengadilan, hakim harus memutuskannya berdasarkan sumber hukum yang ada secara teori salah satu yang dapat dijadikan rujukan sebagai sumber hukum adalah yurisprudensi. Selain untuk menjaga agar tidak terjadi kesimpangsiuran putusan, yang berakibat pada ketidakpastian hukum bagi pihak-pihak yang berperkara, yurisprudensi juga berguna untuk menyederhanakan pertimbangan hukum dalam pengambilan putusan. Kebebasan hakim, dengan alasan rechtsvorming dan rechtsvonding, hanya berlaku untuk hukum adat yang belum mengalami generalisasi (generaliseering). Kenyataannya, terlepas dari masalah keruwetan dokumentasi dan faktor-faktor non yuridis, hakim sering kali mengabaikan putusan-putusan yang sebelumnya telah terbentuk. 2. Apabila para pihak telah memilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa atau salah satu atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan.Kata kunci: Penyelesaian Sengketa, di luar Pengadilan, Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
PENERAPAN PASAL 242 KUHPIDANA TERHADAP PEMBERIAN KETERANGAN PALSU DI ATAS SUMPAH Mamuaja, Justino Armando
LEX CRIMEN Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sejak zaman dahulu kala sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah telah dipandang sebagai kesalahan yang amat buruk oleh masyarakat, dan sampai saat ini sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau dengan tulisan, baik oleh dirinya sendiri atau kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, dipandang sebagai tindak pidana, yang oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian hukum normatif dan analisis terhadap bahan-bahan hukum yang tersedia untuk menyusun pembahasan yakni menggunakan analisis normatif untuk memberikan penjelasan mengenai ketentuan-ketentuan hukum berkaitan dengan permasalahan yang ada dan pembahasannya serta penyusunan kesimpulan secara sistematis. Hasil penelitian menunjukkan tentang bagaimana cakupan pengertian dengan sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah dan bagaimana penerapan Pasal 242 Kitab Undang-undang Hukum Pidana terhadap seseorang yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah. Pertama, dapat dikatakan bahwa keterangan palsu di atas sumpah adalah keterangan yang sebahagian atau seluruhnya tidak benar yang diberikan secara lisan ataupun dengan tulisan yang diberikan secara sendiri atau oleh kuasanya atau wakil yang disertai dengan sumpah yang diucapkan sebelum atau sesudah memberikan keterangan, menurut agama masing-masing. Kedua, untuk menerapkan pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, terhadap seseorang yang sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah, agar orang tersebut dapat dijatuhi hukuman, maka perbuatan pelaku harus memenuhi unsur-unsur pasal. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa keterangan palsu di atas sumpah adalah keterangan yang sebahagian atau seluruhnya tidak benar sehingga dalam penerapan pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, agar pelaku yang sengaja memberikan keterangan palsu, dijatuhi hukuman.

Page 9 of 165 | Total Record : 1647


Filter by Year

2012 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue