cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 1,647 Documents
TINJAUAN YURIDIS JAMINAN HIPOTIK KAPAL LAUT DAN AKIBAT HUKUMNYA Kandou, Sulfandi
LEX CRIMEN Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa dasar hukum jaminan pada umumnya dan Hipotik kapal laut pada khususnya dan bagaimana akibat hukum Hipotik kapal laut.  Dengan menggunakan metode peneltian yuridis normatif disimpulkan: 1. Dasar hukum jaminan Hipotik diatur dalam berbagai peraturan perundangan antara lain dalam KUH. Perdata, KUHD, Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dan khususnya dasar hukum Hipotik Kapal Laut hanya didasarkan pada KUHD dan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, bahwa secara formil, ketentuan-ketentuan lama yakni KUHD diberlakukan, tetapi secara materiil lebih banyak mengacu pada ketentuan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008. 2. Hipotik kapal laut sebagai jaminan kebendaan atas benda tidak bergerak merupakan hubungan hukum perjanjian atau kontrak yang menimbulkan konsekuensi hukum dalam pemenuhan hak dan kewajiban pada pihak. Tidak dipenuhinya kewajiban atau prestasi, berakibat pada terjadinya wanprestasi dengan kewajiban pemenuhan pelunasan utang oleh debitor kepada kreditor (lembaga perbankan) yang dapat terjadi pelelangan Hipotik oleh karena terjadi kredit macet. Kata kunci: Jaminan, hipotik, kapal laut
PENGADUAN PERILAKU HAKIM KEPADA KOMISI YUDISIAL BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI YUDISIAL Pontorondo, Immanuel Christian
LEX CRIMEN Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran perilaku Hakim sebagai dasar pengaduan masyarakat ke Komisi Yudisial dan bagaimana mekanisme pengaduan perilaku Hakim oleh masyarakat kepada Komisi Yudisial serta apa sanksi yang akan dijatuhkan kepada Hakim apabila terbukti melakukan sebuah pelanggaran. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Kualifikasi pelanggaran perilaku hakim terdiri dari pelanggaran ringan,pelanggaran sedang dan pelanggaran berat sesuai Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Nomor 02/PB/MA/IX/201-02/PB/P.KY/09/2012. 2. Masyarakat dalam mengajukan laporan tentang pelanggaran yang dilakukan oleh hakim wajib mengikuti mekanisme pengaduan yang telah di tentukan oleh Komisi Yudisial sebagaimana terdapat dalam Peraturan Komisi Yudisal Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Penanganan Laporan Masyarakat. 3. Sanksi bagi hakim yang terbukti melakukan pelanggaran meliputi sanksi ringan terdiri dari: Teguran lisan, Teguran tertulis, dan Pernyataan tidak puas secara tertulis. Sanksi sedang terdiri dari: Penundaan kenaikan gaji berkala paling lama 1 (satu) tahun, Penurunan gaji sebesar 1 (satu) kali kenaikan gaji berkala paling lama 1 (satu) tahun, Penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 (satu) tahun, Hakim nonpalu paling lama 6 (enam) bulan, Mutasi ke pengadilan lain dengan kelas yang lebih rendah, dan Pembatalan atau penangguhan promosi. Sanksi berat terdiri dari: Pembebasan dari jabatan, Hakim nonpalu lebih dari 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun, Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 3 (tiga) tahun, Pemberhentian tetap dengan hak pensiun, dan Pemberhentian dengan tidak hormat.Kata kunci: Pengaduan, Perilaku Hakim, Komisi Yudisial.
TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN PENASEHAT HUKUM MENURUT PASAL 56 AYAT (1) KUHAP Mapia, Arfin Pratama
LEX CRIMEN Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pendampingan penasehat hukum bagi tersangka menurut  KUHAP dan bagaimana penerapan Pasal 56 ayat 1 KUHAP pada proses pemeriksaan tersangka, di mana dengan metode penelitian hukum normative disimpulkan bahwa: 1. Pendampingan penasehat hukum menurut KUHAP merupakan hak dari tersangka. Bahkan apabila tersangka diancam dengan pidana mati atau 15 (lima belas) tahun keatas dan/atau bagi terdakwa yang kurang mampu yang dipidana 5 (lima) tahun atau lebih atau yang tidak mempunyai penasehat hukum, pejabat disetiap tingkat pemeriksaan wajib memberikan bantuan hukum berupa penujukan penasehat hukum secara cuma-cuma. Penunjukan penasehat hukum dengan tanpa imbalan masih sangat memprihatinkan, idealisme penasehat hukum untuk membela tersangka atau terdakwa kadangkala luntur. 2. Hak atas bantuan hukum atau hak tersangka didampingi penasihat hukum adalah wajib. Penyidik atau pejabat yang memeriksa wajib memberitahu hak-hak tersangka dan menyediakan itu jika tersangka/terdakwa tidak mampu, seperti diatur dalam Pasal 144 jo Pasal 56 ayat 1 KUHAP. Jika hak tersebut tidak dipenuhi maka dakwaan atau tuntutan dari penuntut umum menjadi tidak sah sehigga harus dinyatakan batal demi hukum, sebagaimana dinyatakan dalam beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung.Kata kunci: tersangka; penasehat hukum;
PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM TAHAP PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI Siahaya, Michael Julnius Christhopher
LEX CRIMEN Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dulakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pengembalian kerugian keuangan negara dalam tahap penyidikan tindak pidana korupsi  dan bagaimana prosedur Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Dalam Proses Pengadilan Tindak Pidana korupsi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, maka dapat disimpulkan, bahwa: 1. Proses pengembalian kerugian negara dalam tindak pidana korupsi sudah jelas tercantum dalam beberapa peraturan perundang-undangan, lebih jelasnya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.  2. Pengembalian kerugian negara dapat dilakukan melalui dua cara yaitu melalui instrumen pidana dan instrumen perdata. Tahap penyidikan menjadi salah satu tahapan penting dalam proses pengembalian kerugian negara. Pada tahap ini pengembalian kerugian negara dapat dilakukan oleh tersangka. Namun permasalahan muncul karena adanya misinterpretasi dari pihak jaksa maupun hakim yang menganggap pengembalian kerugian negara oleh tersangka dalam tahap penyidikan dapat mengurangi hukuman tersangka terkait dengan kejahatan yang dilakukannya. Perhitungan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi digunakan beberapa pola perhitungan yaitu perhitungan kerugian total, kerugian total dengan penyesuaian, kerugian bersih (net loss). Dalam melakukan perhitungan kerugian negara, diperlukan suatu kewenangan untuk mengakses dan mendapatkan data. Kata kunci: Pengembalian kerugian, keuangan negara, korupsi.
AKIBAT HUKUM JIKA SURAT DAKWAAN DINYATAKAN OBSCUUR LIBEL OLEH HAKIM Imani, Dahriyanto
LEX CRIMEN Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana syarat-syarat membuat surat dakwaan oleh Jaksa menurut KUHAP dan apa akibat hukumnya jika surat dakwaan yang dibuat oleh jaksa dinyatakan obscuur libel oleh hakim.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Surat dakwaan adalah dasar pemeriksaan sidang pengadilan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum. Ketentuan Pasal 143 (2) KUHAP, surat dakwaan mempunyai dua syarat yang harus dipenuhi yaitu syarat formal dan syarat materil. Syarat formal yaitu dicantumkannya identitas tersangka secara jelas dan lengkap, terdiri dari nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan. Serta surat dakwaan diberi tanggal dan ditandatangani oleh jaksa penuntut umum. Sedangkan syarat materil berisikan uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan. 2. Ketentuan Pasal 143 (2) KUHAP, mensyaratkan bahwa surat dakwaan harus menyebutkan waktu (Tempus Delicti), dan tempat tindak pidana itu terjadi (Locus Delicti). Dan harus disusun secara cermat, jelas dan lengkap tentang delik yang didakwakan. Dilanggarnya syarat ini maka menurut ketentuan pasal 143 (3) KUHAP, surat dakwaan tersebut batal demi hukum dikarenakan dakwaan yang kabur/samar-samar (Obscuur Libel). Kata kunci: Surat dakwaan, obscuur libel, Hakim
ASPEK YURIDIS PERAN BPK TERHADAP PENCEGAHAN KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 Lamba, Aftar
LEX CRIMEN Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Peranan Badan Pemeriksaan Keuangan  dalam memeriksa keuangan negara menurut UU No. 15 Tahun 2006 dan bagaimanakah peran Badan Pemeriksaan Keuangan dalam pencegahan korupsi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemriksaan Keuangan (BPK), peran BPK dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara, Bpk sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa yang diberi wewenang oleh UUD 1945 untuk melaksanakan pemeriksaan terhadap keuangan negara yang dikelolah oleh pengelola keuangan negara. menyusun laporan hasil pemeriksaan, menyerahkan laporan hasil pemeriksaan kepada DPR, DPD,  DPRD dan menyerahkan pula kepada Presiden, Gubernur/walikota untuk di tindak lanjuti, menilai dan menetapkan kerugian negara dan menjadi saksi ahli dalam peradilan. 2. Prioritas audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dewasa ini adalah diarahkan pada aspek pengeluaran dan penerimaan negara dan Pemda terpenting. Pada sisi pengeluaran, pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) diprioritaskan pada objek-objek yang sangat membebani keuangan negara, seperti bank-bank pemerintah, Pertamina, Bank Indonesia, serta BUMN lainnya. Prioritas kedua adalah pengeluaran negara yang rawan korupsi, kolusi, dan nepotisme, seperti pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah. Prioritas ketiga pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) adalah sektor-sektor yang strategis bagi perekonomian dan penting bagi  hajat hidup orang banyak, seperti Departemen Pendidikan Nasional, Departemen kesehatan, Departemen Pemukiman asset negara dan Pemda, termasuk divestasi asset PPA, dan tukar guling aset negara. dan Prasarana Wilayah, Bulog dan Perusahaan Listrik Negara. Pada sisi penerimaan, pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) diprioritaskan pada penerimaan pajak, penerimaan negara non pajak, penjualan.Kata kunci: Aspek Yuridis, Peran, Badan Pemeriksaan Keuangan, Pencegahan korupsi.
KAJIAN ATAS PERKEMBANGAN PENGATURAN ALAT BUKTI DI LUAR KUHAP Maramis, Marfi Yosua Rafael
LEX CRIMEN Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan mengenai alat bukti dalam pembuktian tindak pidana menurut KUHAP dan bagaimanakah perkembangan pengaturan mengenai alat bukti dalam pembuktian tindak pidana menurut peraturan perundang-undangan khusus di Indonesia, dimana dengan menggunakan metode penelitian normatif disimpulkan   bahwa : 1. Perkembangan peradaban masyarakat baik akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan  teknologi, kejahatan serta modus operandinya, telah mendorong lahirnya beberapa peraturan perundang-undangan hukum pidana khusus di luar KUHP sekaligus pengaturan terhadap  alat bukti pada hukum acara pidana di luar KUHAP. Perkembangan alat bukti pada pembuktian tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan hukum pidana khusus di luar KUHP dan KUHAP telah mengakomodasi dan mendukung upaya penegakkan hukum di Indonesia, walaupun masih tersebar dalam undang-undang khusus tapi telah mengikat bagi pembuktian tindak pidana khusus yang mengatur hukum pidana materiil maupun hukum pidana formilnya.Kata kunci:  hukum pidana khusus, alat bukti
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA Tambuwun, Daniel A.
LEX CRIMEN Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi dasar pertimbangan dapat dipidananya korporasi dan bagaimana pertanggungjawaban pidana dan pemidanaan terhadap korporasi menurut hukum positif Indonesia. Melalui metode peneelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Dasar pertimbangan dapat dipidananya korporasi adalah karena korporasi sebagai subyek tindak pidana dapat melakukan perbuatan pidana/tindak pidana yaitu dilakukan oleh para pengurusnya, ataupun oleh anggotanya. 2. Pada prinsipnya, ketika korporasi dinyatakan bertanggung jawab secara pidana atas tindak pidana yang dilakukan, maka secara umum ada tiga sistem pertanggungjawaban pidana korporasi, sebagai berikut: pengurus korporasi sebagai pembuat dan pengurus, harus bertanggung-jawab secara pidana; korporasi sebagai pembuat, namun pengurus yang harus bertanggung-jawab secara pidana; korporasi sebagai pembuat dan korporasi pula yang harus bertanggung-jawab secara pidana. Tentang sanksi terhadap korporasi, dapat berupa denda, pembubaran perusahaan, pembayaran ganti rugi, perampasan dan penyitaan, pengumuman keputusan hakim, pencabutan izin usaha, penutupan sebagian atau seluruh perusahaan, tindakan tata tertib dan pembayaran biaya yang timbul akibat tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi. Kata kunci: korporasi, pidana PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi suatu korporasi memiliki andil yang cukup besar bagi kepentingan manusia maupun bagi kepentingan negara, karena korporasi memiliki peranan penting terhadap perekonomian nasional tepatnya dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Namun peranan penting dan hal positif dari korporasi tidak selamanya dapat terealisasi akibat banyaknya dan tidak dapat dilepaskannya eksistensi korporasi yang seringkali diikuti oleh pelanggaran-pelanggaran hukum, baik hukum perdata maupun hukum pidana. Contoh : tindak pidana korupsi di sektor kehutanan Riau; kasus semburan lumpur panas PT Lapindo Brantas; kerusakan hutan di Kalimantan selatan yang dilakukan oleh industri Tambang.[1] Korporasi yang adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum adalah sebagai pihak yang dapat dipertanggungjawabkan apabila melakukan tindak pidana. [1] Kristian, Ibid, hlm. 6-8.
KAJIAN HUKUM MENGENAI PELANGGARAN HAM YANG DILAKUKAN PETUGAS LAPAS KEPADA NARAPIDANA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA Tumewu, Samuel Imanuel
LEX CRIMEN Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum bagi petugas LAPAS yang melakukan pelanggaran HAM kepada Narapidana dan apa faktor pendukung dan faktor penghambat dalam penerapan hukum bagi petugas LAPAS yang melakukan pelanggaran HAM kepada Narapidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan mengenai pelanggran HAM yang dilakukan petugas LAPAS kepada Narapidana diatur  dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia serta dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sesuai pelanggaran Hak Asasi Manusia yang diperbuat. 2.           Faktor pendukung dan faktor pengahambat penerapan hukum terhadap Petugas Lembaga Pemasyarakatan yang melakukan pelanggaran Hak asasi Manusia, adalah: - faktor pendukung yaitu meningkatkan kinerja Komnas HAM yang profesional, mensosialisasikan tentang Hak Asasi Manusia dan menjunjung tinggi supremasi hukum. - Faktor penghambat yaitu kurangnya kesadaran sebagian petugas pemasyarakatan dan lemahnya Komnas HAM dalam penanganan Kasus Hak Asasi Manusia sehingga banyak kasus mengenai Hak Asasi Manusia tidak terselesaikan.Kata kunci: Pelanggaran HAM, Petugas LAPAS, Narapidana, Hak Asasi Manusia.
IMPLIKASI KEMANDIRIAN KEKUASAAN KEHAKIMAN TERHADAP PENEGAKAN HUKUM Lamorahan, Jatmiko Nugraha
LEX CRIMEN Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bisa dibuktikan bahwa kemadirian kekuasaan kehakiman itu telah dijalankan oleh hakim dalam upaya penegakan hukum dan bagaimana upaya penegakan hukum yang mandiri sudah dijalankan selama ini oleh hakim. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan disimpulkan: 1. Kemandirian kekuasaan hakim dalam penegakan hukum di Indonesia sangat implikatif. Di satu sisi, kemandirian kekuasaan kehakiman bisa memberikan dampak positif, namun di lain sisi bisa juga berdampak negatif. 2. kemandirian kekuasaan kehakiman di Indonesia saat ini telah berjalan dengan baik karena adanya dukungan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu terlepas dari unsur pribadi hakim yang acap kali akan sangat berpengaruh terhadap putusan yang diambil, hakim mendapat mandat penuh dengan kekuasaan kemandiriannya di muka pengadilan dalam mengambil keputusan. Kata kunci: Kekuasaan kehakiman, penegak hukum.

Page 8 of 165 | Total Record : 1647


Filter by Year

2012 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue