cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 1,647 Documents
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PROFESI WARTAWAN MENURUT PASAL 8 UU NO. 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS Katiandagho, Endre Vendy
LEX CRIMEN Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum terhadap perlindungan hukum kepada wartawan dalam menjalankan profesinya dan bagaimana faktor-faktor yang menghambat perlindungan hukum terhadap wartawan dalam menjalankan profesinya. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Dalam menjalankan profesinya dapat diketahui dan dijelaskan juga maksud dari Pasal 8 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang berbunyi “Dalam Melaksanakan Profesinya Wartawan Mendapat Perlindungan Hukum”, yang dimana perlindungan hukum yang dimaksud bahwa setiap apa yang dilakkan wartawan dalam menjalankan profesinya mendapatkan perlindungan hukum apabila watawan tersebt idak melanggar juga hak dan kewajibannya dalam menjalankan profesinya. 2. Dalam menjalankan profesinya wartawan mendapat hambatan baik yang darimasyarakat maupun dari dalam Lembaga pers yang dinaunginya,oleh sebab itu wartawan harus berpeganggang pada pendirian pribadi dan juga kode etik jurnalistik maupun aturan lainnya yang mengatur dalam menjalankan profesinya.Kata kunci:  Perlindungan Hukum,  Wartawan.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEREMPUAN SEBAGAI KORBAN DAN SAKSI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MENURUT HUKUM POSITIF Paulina, Stevany Vionita Santa
LEX CRIMEN Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa  penyebab  terjadinya  tindak  kekerasan  dalam  rumah  tangga dan bagaimana perlindungan hukum bagi perempuan sebagai korban dan saksi korban kekerasan dalam rumah tangga menurut hukum positif. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Penyebab  terjadinya  kekerasan  dalam  rumah  tangga  adalah  budaya  patriarkhat  (dominasi laki-laki)  yang  menempatkan  perempuan  sebagai  subordinasi  laki-laki.  Laki-laki  merasa  dirinya  adalah  lebih  kuat  dibandingkan  perempuan  dan  ada  toleransi  penggunaan  kekuatan  oleh  laki-laki.  Selain  itu  terdapat  faktor-faktor  pendorong,  yang  berbeda-beda  menurut  kasus  demi  kasus,  yaitu  terutama  penghasilan  yang  rendah,  tumbuh  dalam  keluarga  yang  penuh  kekerasan,  penyalahgunaan  alkohol  dan  obat-obatan,  pengangguran,  problema  seksual,  pertengkaran  tentang  anak,  istri  ingin  sekolah  lagi  atau  bekerja,  kehamilan  serta  adanya  gangguan  kepribadian  yang  bersifat  antisosial. 2. Perlindungan hukum bagi perempuan sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga sudah diatur terlebih dahulu dalam KUHP khusus mengenai kejahatan kekerasan berupa penganiayaan, dan kekerasan seksual seperti pencabulan, perkosaan, perzinahan dan merusak kesusilaan di depan umum yang kemudian diatur secara khusus dalam UU No 23 Tahun 2004 khususnya Pasal 16 sampai dengan Pasal 38.Kata kunci: Perlindungan Hukum, Perempuan, Korban Dan Saksi Korban Kekerasan, Rumah Tangga, Hukum Positif
KEWENANGAN PPATK DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2010 Sondakh, Christian
LEX CRIMEN Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui bagaimanakah wewenang PPATK menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 dan bagaimanakah upaya PPATK dalam menangulanggi tindak pidana pencucian uang. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Pembentukan PPATK merupakan suatu langkah yang penting dalam upaya menanggulangi tindak pidana pencucian uang di Indonesia. namun untuk lebih mengefektifkan fungsi dan tugasnya, PPATK juga harus diberikan kewenangan untuk melakukan karena hakikat dibentuknya lembaga ini adalah untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan maka dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kewenangan melakukan investigasi merupakan salah satu unsur yang sangat penting dan seharusnya melekat pada PPATK. 2. Untuk melaksanakan tugas pokoknya, PPATK menganggap perlu kerjasama dengan penyedia jasa keuangan untuk mendeteksi kegiatan pencucian uang karena penyedia jasa keuangan dianggap sebagai ladang yang subur oleh pelaku tindak pidana pencucian uang dalam upaya menguburkan asal-usul dana yang dimilikinya. Dalam melaksanakan tugasnya PPATK mewajibkan penyedia jasa keuangan untuk melaksanakan berbagai prinsip atau ketentuan yang diyakini dapat memerangi praktek ilegal tindak pidana pencucian uang. Kata kunci: Kewenangan, PPATK, pencucian
TINDAK PIDANA MEMBAHAYAKAN NYAWA ATAU KESEHATAN ORANG (PASAL 204 DAN 205 KUHP) DALAM KAITANNYA DENGAN UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Moningka, Christofel
LEX CRIMEN Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum lingkungan berdasarkan UU PPLH Tahun 2009 dan bagaimana penerapan asas ultimum remedium dalam penegakan hukum pidana lingkungan menurut UU PPLH Tahun 2009. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1.Penegakan hukum lingkungan berdasarkan UU PPLH Tahun 2009, terdiri atas : penegakan hukum administrasi, penegakan hukum perdata dan penegakan hukum pidana. Penegakan hukum administrasi ditujukan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup melalui kewenangan administrasi yang diberikan oleh undang-undang kepada pemerintah. Penegakan hukum perdata ditujukan untuk menuntut pembayaran ganti rugi atau pemulihan lingkungan atas pencemaran atau kerusakan lingkungan yang terjadi. Dan penegakan hukum pidana untuk memberikan efek jera terhadap pelaku. 2. Penerapan asas ultimum remedium berdasarkan UU PPLH Tahun 2009 hanya untuk tindak pidana formil tertentu yang diatur dalam Pasal 100 yakni melanggar baku mutu air limbah, emisi dan gangguan apabila sanksi administrasi yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali. Penegakan hukum pidana didayagunakan setelah penegakan hukum administrasi dinyatakan gagal.Kata kunci: Penegakan hokum, penerapan, asas ultimum rededium
TINDAK PIDANA MENYEMBUNYIKAN PELAKU KEJAHATAN Lalelorang, Abdul
LEX CRIMEN Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembunuhan, pencurian, penganiayaan, perkosaan, penipuan, penggelapan, dan berbagai tindak pidana lainnya, di kenal juga oleh berbagai Negara di dunia. Salah satu pasal tindak pidana yang dapat di katakana bersifat universal adalah Pasal 221 ayat (1) KUHP. Tiap Negara tentunya akan berupaya supaya penegakan hukum tidak dihaling-halangi dengan tindakan-tindakan yang berupa menyembunyikan pelaku kejahatan ataupun menolongnya melepaskan diri dari penyidikan dan penuntutan. Dengan ketentuan ini maka jalanya sistem peradilan pidana hendak dijaga agar tidak diganggu oleh perbuatan-perbuatan yang tidak layak tersebut. Penulisan ini bertujuan untuk memahami bahwa mereka yang meyembunyikan orang yang telah melakukan kejahatan itu dapat dipidana. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni penelitian kepustakaan (library research) yakni penelitian dengan menggunakan kepustakaan untuk mendapatkan bahan-bahan yang berkaitan dengan pokok penelitian yang akan dibahas. Hasil penelitian menunjukkan bagaimana ketentuan hukum Pidana bagi mereka yang dengan sengaja menyembunyikan pelaku pidana serta apakah ada yang dapat dijadikan sebagai alasan penghapusan pidana bagi mereka yang menyembunyikan pelaku pidana. Pertama, dalam pasal 221 ayat (1) KUH Pidana diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Kedua, dalam ayat (2) dari pasal 221 KUH Pidana ini merupakan suatu alasan penghapus pidana. Alasan penghapus pidana ini merupakan alasan penghapus pidana khusus. Disebut sebagai alasan penghapus pidana khusus karena alasan penghapus pidana ini hanya berlaku untuk tindak pidana tertentu saja, yaitu untuk pidana yang dirumuskan dalam pasal 221 ayat (1) KUH Pidana. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Cakupan pasal 221 ayat (1) KUH Pidana adalah perbuatan menyembunyikan, menolong untuk menghindarkan diri dari penyidikan atau penahanan, serta menghalangi atau mempersulit penyidikan atau penuntutan terhadap orang yang melakukan kejahatan. Kemudian Pasal 221 ayat (2) KUH Pidana merupakan alasan pengahapus pidana khusus terhadap tindak pidana yang dirumuskan dalam pasal 221 ayat (1) KUH Pidana. Kata Kunci : Menyembunyikan, kejahatan
PEMERIKSAAN ALAT BUKTI PERKARA TINDAK PIDANA HAK CIPTA PADA TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA Marwan, Jesmen
LEX CRIMEN Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan perkara tindak pidana hak cipta di tingkat penyidikan dan bagaimana pemeriksaan alat bukti perkara tindak pidana hak cipta pada tingkat penyidikan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pemeriksaan perkara tindak pidana hak cipta di tingkat penyidikan dilakukan oleh penyidik pejabat kepolisian negara Republik lndonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana hak cipta dan hak terkait. Pemeriksaan perkara tindak pidana hak cipta akan dilakukan apabila ada pihak yang mengadukan peristiwa pidana yang terjadi dan untuk tingkat penyidikan dilakukan pemeriksaan bukti-bukti melalui rangkaian tindakan penyidik untuk membuat terang peristiwa pidana dan menemukan tersangka tindak pidana hak cipta. 2. Pemeriksaan alat bukti perkara tindak pidana hak cipta di tingkat penyidikan, dilakukan terkait dengan tahapan peradilan pidana pada tingkat penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan. Pemeriksaan alat bukti dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik diakui sebagai alat bukti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga memerlukan kecermatan dan ketelitian penyidik dalam melakukan pemeriksaan alat bukti.Kata kunci: Pemeriksaan Perkara, Tindak Pidana, Hak Cipta, Di Tingkat Penyidikan .
ASPEK HUKUM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL Tompodung, Schwars Marhani
LEX CRIMEN Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi menurut instrumen hukum internasional dan bagaimana implementasi konvensi pbb menentang korupsi dalam perundang-undangan nasional. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Berlakunya Konvensi PBB Anti Korupsi atau United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003, merupakan Instrument Hukum Internasional yang menjadi dasar hukum kerjasama internasional pengembalian aset yang diperoleh secara tidak sah, membuka peluang bagi negara-negara dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan, termasuk tindak pidana korupsi. UNCAC mempunyai tujuan yang sangat ampuh untuk mencegah, memajukan dan mengambil langkah-langkah tegas dalam mencegah dan melawan korupsi secara efektif. 2. Implementasi Konvensi PBB Menentang Korupsi Dalam Perundang-undangan Nasional Pasal 1 ayat (1) UU No 7 Tahun 2006 menyatakan mengesahkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003. Terkait dengan tindakan implementasi, Indonesia juga mempunyai Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang nomor 30 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK (Komisi Pembera ntasan Korupsi) yang disahkan melalui Undang-Undang nomor 30 tahun 2002, Undang-Undang nomor 15 tahun 2002 dan Undang-Undang nomor 25 tahun 2003 tentang Pencucian Uang yang mana disebutkan dalam pasal 14 UNCAC mengenai tindakan-tindakan untuk mencegah pencucian uang.Kata kunci: Aspek Hukum, Pemberantasan, Tindak Pidana Korupsi, Hukum Internasional
PEMBERLAKUAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Rorong, Marcell R.
LEX CRIMEN Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemberlakuan sanksi pidana dalam perkara anak menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan bagaimana pemberlakuan sanksi tindakan yang dapat dikenakan pada anak  menurut Sistem Peradilan Pidana Anak. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pemberlakuan sanksi pidana dalam perkara anak menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, yaitu pidana pokok berupa pidana peringatan; pidana dengan syarat yang terdiri dari: (pembinaan di luar lembaga; pelayanan masyarakat atau pengawasan), pelatihan kerja, pembinaan dalam lembaga, dan penjara. Pidana tambahan terdiri atas: perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau pemenuhan kewajiban adat. Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja. 2.Pemberlakuan sanksi tindakan yang dapat dikenakan pada anak menurut sistem peradilan pidana anak menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Tindakan yang dapat dikenakan kepada Anak meliputi: pengembalian kepada orang tua/Wali; penyerahan kepada seseorang; perawatan di rumah sakit jiwa; perawatan di LPKS; kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau perbaikan akibat tindak pidana. Tindakan sebagaimana dimaksud perawatan di LPKS; kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; pencabutan surat izin mengemudi dikenakan paling lama 1 (satu) tahun. Semua sanksi Tindakan dapat diajukan oleh Penuntut Umum dalam tuntutannya, kecuali tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun. Kata kunci: Sanksi pidana, anak, sistem peradilan.
TANGGUNG JAWAB BANK TERHADAP HAK YANG DIRUGIKAN DALAM PEMBOBOLAN REKENING NASABAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN Sampul, Marselina
LEX CRIMEN Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum kepada nasabah penyimpan dana pada bank menurut ketentuan peraturan perundang-undangan dan bagaimana bentuk Tanggung Jawab Bank Terhadap Nasabah Yang Menjadi Korban Pembobolan Rekening Menurut UU. No. 10. Tahun 1998 Tentang Perbankan.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Perlindungan hukum terhadap dana yang disimpan oleh nasabah kepada pihak bank diatur dalam Pasal 29 UUP tentang pembinaan dan pengawasan perbankan, yang mengatakan bahwa Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia, Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan atau kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya. 2. Bentuk tanggung jawab dari pihak bank terhadap pihak nasabah yang mengalami tindakan kejahatan bank dalam hal ini terjadi kasus pembobolan rekening nasabah, ialah terdapat dua bentuk tanggung jawab, yaitu bentuk tanggung jawab dalam bentuk hukum pidana, dan bentuk tanggung jawab dalam bentuk hukum perdata. Dimana dalam kedua bentuk tanggung jawab tersebut terdapat sanksi-sanksi yang memberatkan pihak yang melakukan tindakan kejahatan bank. Kata kunci: Tanggung jawab bank, hak yang dirugikan, pembobolan rekening, nasabah
PENYELIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA PORNOGRAFI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI Rano, Andre
LEX CRIMEN Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penyidikan dalam penanggulanan tindak pidana pornografi berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi dan apakah cakupan ketentuan pemidanaan tindak pidana pornografi dalam pemberdayaan Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Dengan menggunakan meode penelitian normatif disimpulkan bahwa: 1. Bagi aparat penegak hukum khususnya kepolisian dalam melakukan penyelidikan terhadap dugaan adanya tindak pidana pornografi haruslah benar-benar memahami Undang-Undang Pornografi, untuk mengoptimalkan implentasinya agar tidak salah sasaran. 2. Undang-Undang Pornografi menganut sistem sanksi pidana minimal dan maksimal sebagaimana yang telah dirumuskan pada 10 (sepuluh) Pasal yang ada dalam Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Ketentuan ini memberikan kesan bahwa pembuat perundangan tidak main-main dalam melakukan pemberantasan tindak pidana pornografi. Di sini secara ekplisit telah secara jelas dan tegas disebutkan secara eksplisit sanksi minimalnya. Bagi pelaku tindak pidana yang terbukti tidak mungkin diberikan sanksi yang sangat ringan. Kata Kunci: Orang, Pornografi dan Pornoaksi

Page 2 of 165 | Total Record : 1647


Filter by Year

2012 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue