cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 1,647 Documents
JAMINAN SERTIFIKAT PRODUK HALAL SEBAGAI SALAH SATU PERLINDUNGAN TERHADAP KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Paju, Purwanti
LEX CRIMEN Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk pengaturan hukum atas jaminan sertifikasi produk halal sebagai salah satu perlindungan terhadap konsumen menurut UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan bagaimana peranan Pemerintah dalam perlindungan konsumen beragama Islam atas jaminan sertifikasi produk halal di Indonesia.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Keterangan produk halal sangatlah penting bagi warga negara Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Sudah seharusnya produk-produk yang diproduksi harus memiliki sertifikat halal dan/atau label halal pada kemasan produk tersebut, agar barang yang dijual kepada konsumen terkhususnya konsumen muslim aman untuk dikonsumsi. Dalam hal ini, bukan hanya konsumen muslim yang terlindungi, tapi juga bagi konsumen non muslim juga akan mendapatkan manfaatnya. 2. Sertifikasi halal adalah fatwa tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai syariat Islam melalui pemeriksaan yang terperinci oleh LP POM MUI. Sertifikat halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan izin pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang (BPOM). Izin pencantuman label halal pada kemasan produk makanan yang dikeluarkan oleh BPOM didasarkan rekomendasi MUI dalam bentuk sertifikat halal MUI. Sertifikat halal MUI dikeluarkan oleh MUI berdasarkan hasil pemeriksaan LP POM MUI. Pemerintah diberikan tugas melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya. Kata kunci: Jaminan sertifikat, produk halal, perlindungan konsumen.
CATATAN SINGKAT: BUKTI PIDANA DARI ASPEK FENOMENOLOGI Maramis, Frans
LEX CRIMEN Vol 1, No 1 (2012)
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bukti pidana, yaitu alat bukti dan barang bukti untuk dan dalam perkara pidana,  diperlukan guna menentukan apakah suatu peristiwa merupakan tindak pidana dan siapakah pelakunya.  Hukum Acara Pidana Indonesia membedakan antara alat bukti, sebagai dasar untuk menentukan peristiwa dan pelakunya, dan barang bukti (corpus delicti) sebagai bukti pendukung; tetapi baik alat bukti maupun barang bukti yang dapat ditemukan diperlukan untuk merekonstruksi peristiwa oleh karenanya untuk maksud penulisan ini  -  kajian dari sudut pandang fenomenologi  -  keduanya akan disebut sekaligus sebagai bukti pidana. Kita sering mendengar kata-kata seperti: “Berdasarkan alat-alat bukti ditemukan fakta-fakta sehingga dapat disimpulkan bahwa …”; atau “Itu hanya opini yang tidak didasarkan pada alat bukti …”. Seberapa banyak bukti yang dibutuhkan dan bagaimana kualitasnya untuk sampai pada kesimpulan bahwa bukti-bukti itu telah “membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi”[1]? [1] Bagian dari pengertian penyidikan menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP yang keseluruhannya berbunyi: “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Sompotan, Christie
LEX CRIMEN Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana proses penyidikan tindak pidana secara umum dan bagaimana penyidikan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga menurut KUHAP. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Proses penyidikan dimulai sejak penyidik menggunakan wewenangnya sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP dan Pasal 16 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Proses penyidikan meliputi pemeriksaan terhadap tersangka sejak tersangka ditangkap, ditahan, digeledah dan dilakukan penyitaan kemudian pemeriksaan saksi, kemudian sampai pada tindakan penyidik untuk menghentikan penyidikan. 2. Dalam KUHAP, proses penyelidikan dan penyidikan merupakan kompetensi Polri. Penyidikan merupakan tindakan lanjutan dari penyelidikan yang dilakukan untuk mencari dan menemukan sesuatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. Dengan tindakan penyelidikan ini peristiwa kekerasan rumah tangga sudah  menjadi suatu tindak pidana sehingga dilanjutkan ke tingkat penyidikan. Secara garis besar penyidikan dalam tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga meliputi tiga (3) tahapan yaitu tahap penyidikan, tahap penindakan yang meliputi pemeriksaan saksi dan tersangka, penangkapan, penahanan, dan penggeledahan serta tahap pemeriksaan.Kata kunci: Penyidikan, Tindak Pidana, Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
KAJIAN YURIDIS TENTANG UPAYA PEMBERANTASAN PERDAGANGAN PEREMPUAN Joseph, Victory
LEX CRIMEN Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui bagaimanakah  bentuk-bentuk  perdagangan  perempuan  di  Indonesia dan bagaimanakah  upaya pemberantasan perdagangan  perempuan menurut perspektif hukum pidana  di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Perdagangan  perempuan  merupakan  bentuk  kejahatan  terutama  terhadap  kehormatan  mental  maupun  fisik  yang  akan  dideritanya  selama  hidup,  yang  merupakan  pelanggaran  tidak  saja  terhadap  hak  azasi  manusia  secara  hukum,  tetapi  juga  terhadap  pelanggaran  norma-norma  sosial  dan  budaya  bangsa.  Perdagangan  perempuan  yang  dilakukan  dengan  tujuan  dijadikan  pemuasan  seksual  dan  pekerjaan  yang  tidak  manusiawi  seperti  kerja  paksa,  perbudakan  dan  pengambilan  organ  tubuh,  merupakan  kejahatan  terhadap  kehormatan  dan  eksploitasi  serta  perbudakan. 2. Sejumlah  upaya  harus  dilakukan  untuk  mencegah  dan  menanggulangi  terjadinya  perdagangan  perempuan  misalnya  :  pemberlakuan  ketentuan  hukum  yang  memberi  perlindungan  khusus  terhadap  perempuan  yang  menjadi  korban.  Pembentukan  lembaga  yang  berskala  nasional  sudah  sangat  mendesak  untuk  diadakan,  dalam  rangka  menampung  kaum  perempuan  yang  menjadi  korban  tindakan  semacam  ini,  mengingat  viktimisasi  yang  terjadi  di  Indonesia  pada  beberapa  tahun  terakhir  ini  sudah  sangat  memprihatinkan.Kata kunci: perdagangan perempuan; perempuan;
PEMBINAAN TERHADAP WARGA BINAAN DI DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN YANG BERLAKU Marentek, Hesly E.
LEX CRIMEN Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pembinaan terhadap warga binaan di dalam lembaga pemasyarakatan ditinjau dari perspektif  peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bagaimanakah jaminan perlindungan hak-hak warga binaan dalam lembaga pemasyarakatan dari perspektif peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melalui metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1.  Pembinaan terhadap Warga Binaan di dalam lembaga pemasyarakatan ditinjau dari perspektif peraturan perundang-undangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor  12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dimaksudkan untuk membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.  2. Jaminan perlindungan hak-hak warga binaan dalam lembaga pemasyarakatan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor  12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dilakukan dengan penghormatan harkat dan martabat manusia sebab kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan sehingga Warga Binaan Pemasyarakatan harus berada dalam LAPAS untuk jangka waktu tertentu, agar negara mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya. Kata kunci: warga binaan, lembaga pemasyarakatan
TINDAK PIDANA MELAKUKAN KAMPANYE PADA MASA TENANG DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL INTERNET MENURUT UNDANG-UNDANG No. 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Pangemanan, Julio Oliver J.
LEX CRIMEN Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan yang mengatur tentang kampanye melalui media sosial internet dalam undang-undang nomor 8 tahun 2012 dan apa kampanye pada masa tenang melalui media sosial internet merupakan tindak pidana.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Penggunaan media social internet sebagai salah satu sarana sosialisasi politik juga tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam pasal 77-85 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Dengan demikian, maka sosialisasi politik dengan menggunakan media sosial elektronik secara normatif bisa diaplikasikan. Problemnya, pengawasan media sosial internet yang disalahgunakan, Seharusnya dengan telah diterbitkan PKPU No. 7 tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Walikota yang mengatur kampanye di Media social imternet, tidak boleh ada kampanye Pemilu/Pilkada melalui media social internet di luar akun resmi yang dilaporkan kepada KPU. 2. Kampanye dengan menggunakan media sosial internet merupakan media baru yang sangat efektif jika dipergunakan dalam berkampanye oleh para calon merupakan pelanggaran atau tindak pidana jika dilakukan pada masa tenang dikarenakan media social internet memenuhi segala unsur dari kampanye itu sendiri yang sebagaimana diatur dalam peraturan KPU, walaupun dalam undang-undang  No. 8 tahun 2012 tentang Pemilu, belum merumuskannya secara konkrit tapi mengingat  dinamika perkembangan media social elektronik yang tak dapat dihindari lagi sesuai dengan kebutuhan manusia termasuk dalam penyelenggaran pemilu maka keminalisasi terhadap pelanggaran pemilu menggunakan media social internet ini dapat diakomodir dalam ketentuan yang ada.Kata kunci: Tindak pidana, kampanye pada masa tenang, menggunakan media social internet
TANGGUNG JAWAB PELAKU PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA (PASAL 55 DAN 56 KUHP) Sambulele, Aknes Susanty
LEX CRIMEN Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif yang merupakan salah satu jenis penelitian yang dikenal umum dalam kajian ilmu hukum. Mengingat penelitian ini menggunakan pendekatan normatif yang tidak bermaksud untuk menguji hipotesa, maka titik berat penelitian tertuju pada penelitian kepustakaan. Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan prosedur identifikasi dan inventarisasi hukum positif sebagai suatu kegiatan pendahuluan.  Biasanya, pada penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tertier.  Dalam hasil penelitian ini menunjukan bagaimanakah keberadaan ajaran penyertaan sebagai perluasan delik dan perluasan pertanggungjawaban pidana serta tanggungjawab pelaku penyertaan dalam tindak pidana. Pertama bahwah keberadaan ajaran penyertaan sebagai perluasan delik dan perluasan pertanggungjawaban pidana sebagaimana yang dikemukakan oleh D. Hazewinkel Suringa[1]' berpendapat bahwa penyertaan pidana sebagai dasar untuk memperluas pertanggungjawaban pidana (tatbestands) selain pelaku yang mewujudkan seluruh isi delik, orang-orang turut serta mewujudkannya, yang tanpa ketentuan tentang penyertaan tidak dapat dipidana, oleh karena mereka tidak mewujudkan delik, misalnya seseorang pejabat atau pegawai negeri yang memerintahkan anggota masyarakat yang dilayaninya untuk mendebet sejumlah uang ke rekening pribadinya, agar mendapat previllege dalam pelayanan publik. Kedua tanggungjawab pelaku penyertaan dalam tindak pidana yang kita lihat dalam KUHPidana pada umumnya dirumuskan secara tunggal, yakni orang peroranglah yang dipertanggungjawabkan atas delik yang dilakukannya (melanggar setiap rumusan delik). Hal demikian dapat diketahui dengan diilustrasikan bunyi "barangsiapa ...." yang menunjukkan bahwa hanya seorang saja yang dapat mempertanggung jawabkan atas terlanggarnya perumusan delik itu. Jadi jelas bahwa setiap orang bertanggungjawab atas perbuatan melanggar hukum pidana secara sendiri-sendiri. Maka dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keberadaan ajaran penyertaan sebagai perluasan delik dan perluasan pertanggungjawaban pidana dalam delik pertanggungjawaban pidana selain pelaku yang mewujudkan seluruh isi delik, orang-orang yang turut serta mewujudkannya, yang tanpa ketentuan tentang penyertaan tidak dapat dipidana. Sedangkan tanggungjawab pelaku penyertaan dalam tindak pidana yang kita lihat dalam KUHPidana pada umumnya dirumuskan secara tunggal, yakni orang peroranglah yang dipertanggungjawabkan atas delik yang dilakukannya (melanggar setiap rumusan delik). Kata kunci: Pelaku, penyertaan [1] Hazewinkel-Suringa dalam Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana Jakarta: Yarsifwatampone, 2005, hlm. 339.
SANKSI ADMINISTRATIF DALAM HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Ngala, Andrew Korompis
LEX CRIMEN Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang sanksi administratif dalam hukum lingkungan dan bagaimana penerapan sanksi administratif dalam hukum lingkungan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan sanksi administrasi yang ditentukan dalam hukum lingkungan, yaitu : teguran tertulis; paksaan pemerintah; pembekuan izin lingkungan; atau pencabutan izin lingkungan yang secara jelas tercantum dalam: Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaaan Lingkungan Hidup; Undang-Undang No.51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara; Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan; Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administrasi di Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2. Penerapan sanksi administrasi sebagai salah satu bentuk tindakan pemerintahan berupa keputusan tata usaha negara harus didasarkan pada keabsahan suatu keputusan, mekanisme, jenis dan bentuk putusan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.Kata kunci: Sanksi Administratif, Hukum Lingkungan, Perlindungan dan Pengeloaan Lingkugan Hidup
ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOBA Umpele, Friendly Juin
LEX CRIMEN Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Penerapan Hukum Pidana terhadap Anak Sebagai Pelaku Penyalahgunaan Narkoba dan bagaimana Analisis Yuridis terhadap dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan pidana anak sebagai pelaku tindak pidana narkotika. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Perlindungan hukum bagi anak yang berkonflik dengan hukum di dalam sistem peradilan pidana diatur dalam instrumen hukum internasional dan instrumen hukum nasional. Di Indonesia, dalam menangani perkara anak yang berkonflik dengan hukum, pemerintah membuat perundang - undangan khusus yaitu dengan mengeluarkan Undang - undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-undang ini mengutamakan keadilan restoratif yaitu berupa adanya kewajiban mengupayakan diversi dalam menangani perkara pidana anak, dimana penyelesaian perkara anak sebisa mungkin dihindari dari proses peradilan pidana yang akan memberikan stigma bagi anak. 2. Keputusan hakim menjatuhkan pidana penjara kepada anak sebagai pelaku tindak pidana narkotika berdasarkan berbagai pertimbangan yang terdiri dari pertimbangan yang memberatkan dan yang meringankan menunjukkan, bahwa hakim hanya berorientasi pada perbuatan yang dilarang yang berarti hanya berorientasi pada pertimbangan yang memberatkan.Kata kunci: Analisis Yuridis, Pertimbangan Hakim, Penjatuhan Pidna,  Anak, Pelaku Tindak Pidana Narkoba.
PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN YANG TELAH MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP Mokobimbing, Desly S.
LEX CRIMEN Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penanganan terhadap aset atau kerugian negara yang telah disita dan bagaimana pengembalian aset atau kerugian negara tidak sebanding dengan kerugian keuangan negara yang dikorupsi. Penelitiahn ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif sehingga dapat disimpulkan: 1. Penanganan terhadap kerugian negara dalam hal ini barang atau aset yang disita pada tahap penyidikan selanjutnya diserahkan kepada Jaksa selaku eksekutor yang diberi wewenang oleh undang-undang yang terdapat pada Pasal 270 KUHAP juncto Pasal 54 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Jaksa yang telah diberi wewenang, melakukan koordinasi dan kerjasama dengan instansi atau institusi lainnya dalam rangka penanganan terhadap kerugian negara khususnya yang telah diputus dalam sidang pengadilan dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang kemudian diadakan pelelangan dan selanjutnya dilakukan pengembalian kerugian negara ke kas negara. 2. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pelaku tindak pidana korupsi yang telah terbukti melakukan tindak pidana merugikan keuangan negara wajib mengembalikan kerugian keuangan negara lewat uang pengganti. Kata kunci: Pengembalian, kerugian negara, korupsi, kekuatan hukum tetap

Page 5 of 165 | Total Record : 1647


Filter by Year

2012 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue