cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
JURNAL BIOMEDIK
ISSN : 20859481     EISSN : 2597999X     DOI : -
Core Subject : Health, Science,
JURNAL BIOMEDIK adalah JURNAL ILMIAH KEDOKTERAN yang diterbitkan tiga kali setahun pada bulan Maret, Juli, November. Tulisan yang dimuat dapat berupa artikel telaah (review article), hasil penelitian, dan laporan kasus dalam bidang ilmu kedokteran..
Arjuna Subject : -
Articles 499 Documents
Neutrofil Darah Tepi pada Pasien Kanker Payudara Stadium Lanjut Sebelum dan Sesudah Dilakukan Tindakan Asri, Rizky; Pontoh, Victor; Merung, Marselus
Jurnal Biomedik : JBM Vol 11, No 1 (2019): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.11.1.2019.23213

Abstract

Abstract: Worldwide, there were around 2.1 million breast cancer cases diagnosed in 2018. There was nearly 1 of 4 cancer cases among women with an incidence of 38,1 per 100.000 and mortality of 14,1 per 100.000. This study was aimed to determine whether there was a change in response score of systemic inflammation by using peripheral blood neutrophil level in female patients with advanced stage of breast cancer before and after treatment. This was an interventional analytical study with a cross sectional design, conducted at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado. The results showed that there were 43 patients in the period of May 2018 to August 2018. The youngest age was 34 years and the oldest age was 70 years with a mean of 52.16 years (SD±10.002). The most frequent stage was III B (58.1%), followed by IIIC (25.6%), IIIA (11.6%), and IV (4.7%). Before treatment, the highest level of neutrophil was 55%, the lowest level was 12%, with a mean of 27.84% (SD±10.005). After treatment, the highest level of neutrophil was 45%, the lowest level was 11%, with a mean of 22.7% (SD±6.635). The paired-t test showed a very significant difference in peripheral blood neutrophil level between before and after treatment (P<0.001). Conclusion: There was a significant decrease of peripheral blood neutrophil level in breast cancer patients after treatment.Keywords: plasma neutrophil, advanced stage of breast cancerAbstrak: Di seluruh dunia, terdapat sekitar 2,1 juta kasus kanker payudara wanita yang didiagnosis pada tahun 2018, serta terhitung hampir 1 dari 4 kasus kanker di kalangan wanita dengan insidensi 38,1 per 100.000 dan kematian sebanyak 14,1 per 100.000. Penelitian ini bertujuan untuk untuk menilai adanya perubahan skor respons peradangan sistemik dengan menggunakan kadar neutrofil darah tepi pada pasien kanker payudara stadium lanjut sebelum dan setelah terapi. Jenis penelitian ialah intervensional analitik dengan desain potong lintang, yang dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Hasil penelitian mendapatkan 43 pasien sejak Mei 2018 s/d Agustus 2018. Usia termuda 34 tahun dan usia tertua 70 tahun dengan rerata usia 52,16 tahun (SD±10,002). Stadium terbanyak ialah stadium IIIB (58,1%), diikuti stadium IIIC (25,6%), stadium IIIA (11,6%), dan stadium IV (4,7%). Sebelum dilakukan tindakan didapatkan kadar neutrofil tertinggi 55%, kadar terendah 12%, dan rerata 27,84% (SD±10,005). Setelah dilakukan tindakan didapatkan kadar neutrofil tertinggi 45%, terendah 11%, dan rerata 22,7% (SD±6,635). Hasil uji t berpasangan mendapatkan perbedaan yang sangat bermakna dari kadar neutrofil sebelum dan sesudah terapi (P<0,001). Simpulan: Terdapat penurunan bermakna dari kadar neutrofil darah tepi pada pasien kanker payudara setelah dilakukan tindakan.Kata kunci: neutrofil darah tepi, kanker payudara stadium lanjut
REHABILITASI MEDIK PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT Yenni, .
Jurnal Biomedik : JBM Vol 6, No 1 (2014): JURNAL BIOMEDIK : JBM Maret 2014
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.6.1.2014.4156

Abstract

Abstract: Acute lymphoblastic leukemia (ALL) is oftenly found in children as well as in adolescents. ALL occurs in 3-4 cases of 100,000 children. The specific etiology of ALL is still unknown, but it is related to a multifactorial process associated with genetic, immunology, environment, toxic substances, viral exposures, and ionization radiation. Clinical manifestations of ALL may include fatigue and weakness, palor, infections and febris that are not improved with antibiotics, easy bleeding or bruising, joint or bone pain, loss of appetite, weight loss, enlarged lymph nodes, cough, or difficulty of breathing, enlargement of the liver or spleen, swelling of the face and hands, headaches, and vomiting. Functional improvement is a goal for medical rehabilitation in patient with LLA. In general, cancer rehabilitation management aims to maintain body functions including mobilization and activity, nutrition, social support systems, and pain control. Moreover, the program is implemented in conjunction with specific interventions based on the affected organ systems.Keywords: ALL, medical rehabilitationAbstrak: Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan kanker yang sering terjadi pada anak-anak dan remaja. LLA terjadi pada 3-4 kasus dari 100.000 anak. Etiologi spesifik LLA belum diketahui, tetapi berhubungan dengan proses multifaktorial yang berkaitan dengan genetik, imunologi, lingkungan, toksik, paparan virus, ionization radiation. Manifestasi klinik leukemia dapat berupa kelelahan dan kelemahan, kulit pucat, infeksi dan demam yang tidak sembuh dengan antibiotik, mudah berdarah atau memar, nyeri sendi atau tulang, hilangnya nafsu makan dan turunnya berat badan, pembesaran kelenjar limfe, batuk atau kesulitan pernafasan, pembesaran hati atau limpa, pembengkakan muka dan tangan, sakit kepala, dan muntah Perbaikan status fungsional merupakan tujuan utama rehabilitasi medik pasien LLA. Penanganan rehabilitasi kanker secara umum ialah untuk memelihara fungsi meliputi mobilisasi, aktivitas, nutrisi, sistem pendukung sosial dan pengendalian rasa nyeri. Keseluruhan program ini diterapkan bersamaan dengan intervensi spesifik berdasarkan sistem organ yang terkena.Kata kunci: LLA, rehabilitasi medik
Faktor Penyebab Abortus di Indonesia Tahun 2010-2019: Studi Meta Analisis Akbar, Aidil
Jurnal Biomedik : JBM Vol 11, No 3 (2019): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.11.3.2019.26660

Abstract

Abstract: Abortion is often associated with bleeding and death in pregnancy. The incidence of abortion in Indonesia reaches 2.3 million annually. This meta-analysis study was aimed to determine the causal factors of abortion in Indonesia from 2010 to 2019. This meta-analysis study was conducted by collecting articles in official national scientific journals through the Google Scholar application relating to the causal factord of abortion in most provinces in Indonesia from 2010 to 2019. The results showed that there were 43 articles collected from 22 provinces in Indonesia, which involved 5707 total samples. Data analysis showed that there were eight main causes of abortion in Indonesia from 2010 to 2019, namely: maternal age during pregnancy (27 conclusions), parity (21 conclusions), history of abortion (10 conclusions), interparity interval (9 conclusions), gestational age (7 conclusions), level of education (6 conclusions), employment (6 conclusions), and anemia (5 conclusions). In conclusion, maternal age and parity are the leading factors of abortus in Indonesia. It is expected that the eight main causes of abortion could be the basis for health workers in making decisions in community education, therefore, the incidence of abortion and maternal mortality can be reduced.Keywords: abortion causal factor Abstrak: Abortus sering dikaitkan dengan kasus perdarahan dan kematian pada ibu hamil. Angka kejadian abortus di Indonesia mencapai 2,3 juta setiap tahunnya. Studi meta analisis ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab abortus di Indonesia dari tahun 2010 hingga tahun 2019. Studi ini dilakukan dengan mengumpulkan artikel pada jurnal ilmiah nasional resmi melalui aplikasi google scholar yang berkaitan dengan faktor kejadian abortus di sebagian besar provinsi di Indonesia mulai tahun 2010 hingga tahun 2019. Hasil penelitian mendapatkan 43 artikel yang berasal dari 22 provinsi di Indonesia dan melibatkan 5707 total sampel. Hasil analisis mendapatkan delapan faktor penyebab tertinggi abortus di Indonesia dari tahun 2010 hingga 2019 yaitu: umur ibu saat hamil (27 simpulan), paritas (21 simpulan), riwayat abortus (10 simpulan), jarak kehamilan (9 simpulan), usia kehamilan (7 simpulan), tingkat pendidikan dan pekerjaan (masing-masing 6 simpulan), serta anemia (5 simpulan). Simpulan penelitian ini ialah usia dan paritas merupakan faktor penyebab abortus yang utama di Indomesia. Dengan diketahui delapan faktor penyebab tertinggi abortus ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi tenaga kesehatan dalam mengambil keputusan dalam hal edukasi kepada masyarakat sehingga diharapkan angka kejadian abortus dan kematian ibu hamil dapat diturunkan.Kata kunci: faktor penyebab abortus
INTERAKSI ANTARA MAKROFAG DAN JARINGAN ADIPOSA PADA OBESITAS Wardhana, I Made W.; Wangko, Sunny
Jurnal Biomedik : JBM Vol 3, No 2 (2011): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.3.2.2011.866

Abstract

Abstract: In adipose tissues of obese people there is an activation of multiple signaling pathways towards hypertrophic adipocytes, associated with infiltration of macrophages.  These cells trigger inflammatory reactions in those tissues, that attract more macrophages from bone marrows; therefore, increasing the reactions. Moreover, there is a paracrine loop that consists of saturated fatty acids and TNF-α derived from macrophages and adipocytes. These two substances create an inflammatory/inflammation cycle, characterized by an up-regulation of pro-inflammatory adipokines and a down-regulation of anti-inflammatory adipokines. Disre-gulation of adipokines production in adipose tissues of obese people in vivo shows that there is a clear/strong interaction between adipocytes and macrophages in causing a chronic inflammation in the tissues. Key words: macrophages, adipose tissue, cytokines.   Abstrak: Pada jaringan adiposa orang obes terjadi aktivasi multiple signaling pathways terhadap adiposit yang hipertrofi, disertai adanya infiltrasi makrofag. Sel-sel ini memicu terjadinya reaksi inflamasi pada jaringan adiposa tersebut, yang selanjutnya menarik makrofag dari sumsum tulang, dengan akibat meningkatnya proses inflamasi. Selain itu terdapat lengkung parakrin yang meliputi asam lemak jenuh dan TNF-α yang berasal dari makrofag dan adiposit. Kedua bahan tersebut membentuk suatu siklus inflamasi yang ditandai oleh up-regulation dari adipokin pro-inflamasi dan down-regulation dari adipokin anti-inflamasi. Disregulasi produksi adipokin pada jaringan adiposa orang obes in vivo menunjukkan adanya hubungan erat antara adiposit dan makrofag sebagai mekanisme potensial yang menyebabkan inflamasi kronis pada jaringan adiposa. Kata kunci: makrofag, jaringan adiposa, sitokin.
Onikomikosis Kandida yang Diterapi dengan Itrakonazol Dosis Denyut Mamuaja, Enricco H.; Susanti, Ratna I.; Suling, Pieter L.; Kapantow, Grace M.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 9, No 3 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.9.3.2017.17340

Abstract

Abstract: Candidiasis onychomycosis is a nail disorder caused by candida spp. as the most common cause in Indonesia. The first line therapy for this case is pulse dosing of itraconazole (2x200 mg/day for 7 days with 3-week interval); 2 pulse doses for finger nails and 3-4 pulse doses for toe nails. We reported a male of 60 years old with nail destruction and thickening of the thumb and ring finger of the right hand since six months ago. In the beginning, the nails appeared dull and then became yellowish, thickened, and brittled. Dermatology examination of the 1st and 4th finger of the right hand showed onycholysis, onychodistrophy, subungual hyperkeratosis, and yellowish discoloration. KOH 20% test found no long hypha with septa. Moreover, Gram staining showed no spora, budding cell, or pseudohypha. Repeated ten-day culture resulted in Candida parapsilosis. The treatment was succeded with two doses of itraconazole 2x200 mg for 7 days, with interval of 3 weeks. In this case, candidiasis onychomycosis was invasive in nails with onycholysis which looked like distal subungual onychomycosis. The growth of candida colony was fully spread in the Petri disk in 10 days, therefore, dermatophyte infection could not be excluded. Conclusion: Pulse therapy with two-dose itraconazole succedeed in the treatment of candidiasis onychomycosis of the finger nails.Kata kunci: candidiasis onychomycosis, Candida parapsilosis, itraconazole pulse therapyAbstrak: Onikomikosis kandida adalah kelainan kuku akibat infeksi candida spp. yang merupakan penyebab terbanyak di Indonesia. Penatalaksanaan utama ialah itrakonazol dosis denyut (2x200 mg/hari selama 7 hari, istirahat 3 minggu) sebanyak 2 denyut untuk kuku tangan dan 3-4 denyut untuk kuku kaki. Kami melaporkan kasus seorang laki-laki 60 tahun dengan kerusakan dan penebalan kuku ibu jari dan jari manis tangan kanan sejak sekitar 6 bulan. Awalnya kuku berwarna putih suram kemudian berubah menjadi kekuningan, menebal dan rusak. Status dermatologikus memperlihatkan kuku jari I dan jari IV tangan kanan terdapat onikolisis, onikodistrofi, hiperkeratosis subungual, dan diskolorasi kekuningan. Pada pemeriksaan KOH 20% tidak ditemukan hifa panjang bersepta; pemeriksaan Gram tidak ditemukan spora, budding cell, dan pseudohifa. Hasil biakan berulang selama 10 hari ditemukan Candida parapsilosis. Terapi berhasil dengan pemberian itrakonazol 2x200 mg selama 7 hari, istirahat 3 minggu, sebanyak 2 denyut. Onikomikosis kandida pada kasus ini tergolong invasif pada kuku yang sudah onikolisis, menyerupai onikomikosis subungual distal. Pertumbuhan koloni kandida yang cepat memenuhi cawan menyebabkan lamanya kultur hanya 10 hari sehingga kemungkinan adanya infeksi dermatofita belum dapat disingkirkan. Simpulan: Terapi itrakonazol sebanyak 2 dosis denyut memperlihatkan keberhasilan pada onikomikosis candida di jari tangan.Kata kunci: onikomikosis kandida, Candida parapsilosis, itrakonazol dosis denyut
Kebutuhan riil tenaga pemasak di Instalasi Gizi dengan menggunakanmetode workload indicators of staffing need (WISN) di RSU Pancaran Kasih GMIM Manado Jocom, Patrisia A.; Massie, Roy G. A.; Porotu’o, John P.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.9.1.2017.15386

Abstract

Abstract: To provide an optimal nutrition care to the patients in a hospital, a proper human resource planning should be implemented. The workload indicators of staffing need (WISN) method is a health worker need calculation based on real workload in every facility. This study was aimed to assess the real need for cook in the Nutrition Department of Pancaran Kasih General Hospital Manado by using WISN method.This was an analytical observational study using quantitative method. Work sampling method was used to acquire the number of activity time for each cookand WISN method was used to calculate the need for cook. The population and samples in this study were 11 cooks from Nutrition Department in Pancaran Kasih General Hospital Manado; all were female. This study also used 6 informants consisted of the Vice Ancillary Hospital Director and Human Resource Department, Head of Human Resource Department, Head of Nutrition Department, and cooks to discuss about the cook staff human resources planning and the workload in the Nutrition Department. The result of the need for cooks using WISN method was 19. Currently,there were only 11 cooks in the Nutrition Department, which meant lack of eight from the calculated ideal. The calculation result for productivity proportion to workforce in Pancaran Kasih General Hospital Nutrition Department was 72.21% which was in normal baseline compared to standard productivity. To date, the hospital plan for cook need used ratio of beds and cooks method. Conclusion: There were eight cooks lacked at the Nutrition Department in Pancaran Kasih General Hospital, albeit, the workload was still within normal baseline, hence the need to add more staff was not urgent. The method to calculate manpower need of the hospital was not yet ideal because it only calculated the number of staffs inspite of the productivity level of staffs in the hospital. It is suggested to add male cooks since the workload was quite heavy and to consider the human resource planning using workload analysis in the future since it is more objective compared to ratio method.Keywords: cooks, WISN, nutrition department, hospitalAbstrak: Dalam upaya menjamin pelaksanaan pelayanan gizi yang optimal di rumah sakit diperlukan adanya perencanaan kebutuhan tenaga di Instalasi Gizi. Workload indicators of staffing need (WISN) adalah metode penghitungan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) kesehatan berdasarkan beban kerja pekerjaan nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM kesehatan pada tiap unit kerja fasilitas pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kebutuhan riil tenaga pemasak di Instalasi Gizi RSU Pancaran Kasih GMIM Manado dengan menggunakan meteode WISN.Jenis penelitian ialah observasional analitik dengan metode kualitatif. Metode work sampling digunakan dalam pengamatan untuk mendapatkan jumlah penggunaan waktu setiap aktivitas tenaga pemasak danmetode WISN untuk penghitungan kebutuhan tenaga pemasak. Populasi dan sampel dalam penelitian ialahtenaga pemasak di Instalasi Gizi RSU Pancaran Kasih GMIM Manado yang berjumlah 11 orang berjenis kelamin perempuan. Penelitian ini dilengkapi dengan 6 informan terdiri dari Wakil Direktur Penunjang dan SDM, Kepala Bagian SDM, Kepala Instalasi Gizi, dan tenaga pemasak, yang membahas mengenai perencanaan tenaga pemasak dan beban kerja di Instalasi Gizi.Hasil penghitungan kebutuhan tenaga pemasak dengan metode WISN ialah 19 orang. Saat ini di Instalasi Gizi RSU Pancaran Kasih GMIM Manado memiliki tenaga pemasak sebanyak 11 orang, yang berarti masih kekurangan 8 orang tenaga pemasak. Hasil penghitungan proporsi waktu produktif terhadap beban kerja tenaga pemasak sebesar 72,21%, yang masih dalam batas normal menurut standar produktivitas. Saat ini perencanaan kebutuhan tenaga pemasak di RSU Pancaran Kasih GMIM Manado menggunakan metode rasio antara jumlah tempat tidur rumah sakit dengan jumlah tenaga pemasak.Simpulan: Terdapat kekurangan tenaga pemasak di Instalasi Gizi RSU Pancaran Kasih GMIM Manado sebanyak 8 orang, tetapi karena beban kerjanya masih dalam batas normal, maka penambahan tenaga pemasak sifatnya tidak mendesak. Metode perencanaan kebutuhan tenaga pemasak di RSU Pancaran Kasih GMIM Manado masih kurang tepat karena metode ini hanya mengetahui jumlah tenaga secara total tetapi tidak bisa mengetahui produktivitas SDM rumah sakit, dan kapan tenaga tersebut dibutuhkan oleh setiap unit atau bagian rumah sakit yang membutuhkan. Disarankan penambahan tenaga pemasak berjenis laki-laki karena pekerjaan di Instalasi Gizi cukup berat dan perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan ke depan diharapkan menggunakan analisis beban kerja karena lebih obyektif daripada metode rasio.Kata kunci: tenaga pemasak, WISN, instalasi gizi, rumah sakit
PERAN SEL NODUS SINOATRIAL SEBAGAI PENGATUR IRAMA JANTUNG Hardi, Wahyudi; Wangko, Sunny
Jurnal Biomedik : JBM Vol 4, No 3 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.4.3.2012.1212

Abstract

Abstract: The heart has a special system that provokes impulses and conducts these in the whole heart, resulting in a contraction. Normally, the sinoatrial node (SA-node) functions as a natural pace maker of the heart which plays a very important role in heart beat regulation. In the SA-node, there are two kinds of cells: P cell, a specialized nodal cell; and T cell, the transition cell. The P cell, the main SA-nodal cell, is a small cell and contains a small amount of sarcoplasma reticulum, mitochondria, and myofilaments. The T cell has a larger size, and contains more mitochondria than the P cell. The action potential in the SA-node begins in the middle of the node (P cells), spreads to the periphery (T cells), and then gets into the atrial muscle tissues. P cells provoke a slower and lower action potential than that of atrial muscles and their surroundings; meanwhile the T cells provoke a faster and larger action potential. In the P cells, the upstroke action potential occurs slowly since these cells contain a small number of Na+ channels, or none. Although Ca2+ L-type channels are responsible for the upstroke action potential in the P cells, the Na+ channels in the T cells still play some important roles. Keywords: sinoatrial node, P cell, T cell, ion channels.     Abstrak: Jantung dilengkapi dengan suatu sistem khusus untuk membangkitkan impuls-impuls dan menghantarkannya dengan cepat ke seluruh jantung sehingga terjadi kontraksi otot jantung. Dalam keadaan normal, nodus sinoatrial (SA) di atrium kanan berperan sebagai pacu alami jantung dan berperan penting dalam mengatur irama jantung. Pada nodus SA terdapat sel P (sel-sel khas nodal) dan sel T (sel transisi). Sel P merupakan sel utama dalam nodus sinoatrial, berukuran kecil, dan hanya mengandung sedikit retikulum sarkoplasma, mitokondria dan miofilamen. Sel T berukuran lebih besar dan mempunyai mitokondria yang lebih banyak dari pada sel P. Potensial aksi pada nodus SA dimulai di daerah tengah nodus SA (sel P), kemudian merambat ke daerah tepi (sel T), lalu masuk ke dalam jaringan otot atrium. Sel P menimbulkan potensial aksi yang lebih lambat dan kecil dibandingkan potensial aksi pada otot atrium dan sekitarnya, sedangkan pada sel T ditemukan potensial aksi yang lebih cepat dan lebih besar. Pada sel P, potensial aksi upstroke (depolarisasi) terjadi lambat karena sel ini hanya mengandung sedikit saluran Na+, bahkan biasanya tidak ada. Meskipun saluran Ca2+ L-type (tipe lambat) yang bertanggung jawab dalam potensial aksi upstroke pada sel P, pada sel T saluran Na+ tetap berperan penting.13 Kata kunci: nodus sinoatrial, sel P, sel T, saluran ion.
GANGGUAN KESEIMBANGAN AIR DAN NATRIUM SERTA PEMERIKSAAN OSMOLALITAS Rambert, Glady I.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 6, No 3 (2014): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.6.3.2014.6333

Abstract

Abstract: Water distribution in each compartment of the body involves concentration of solutes in body fluids, and the amount of dissolved substance in a solvent called osmolality. Electrolyte that has the biggest contributor in determining the serum osmolality is sodium, which is osmotically active. Hipoosmolality actually describes the state of hyponatremia, and hyperosmolality describes the state of hypernatremia. Examination of plasma and urine osmolality is very helpful in the management of patients with water and electrolyte imbalance, in addition to assess the antidiuretic hormone (ADH) abnormalities. Urine osmolality is important in evaluating the ability of the kidney to concentrate the urine, in addition to monitor the fluid and electrolyte balance. There are two ways of osmolality examination: 1) indirectly, by using osmometer (osmolality measurement) with a freezing point depression method; 2) directly, by using a formula (osmolality count).Keywords: water, sodium, osmolality, freezing point depression, osmolality countAbstrak: Distribusi air pada setiap kompartemen tubuh melibatkan kadar zat terlarut di dalam cairan tubuh, dan jumlah zat terlarut dalam suatu pelarut yang disebut osmolalitas. Elektrolit pemberi kontribusi terbesar dalam menentukan besarnya osmolalitas serum ialah natrium, yang aktif secara osmotik. Keadaan hipoosmolalitas sebenarnya menggambarkan keadaan hiponatremia, sebaliknya hiperosmolalitas menggambarkan keadaan hipernatremia. Pemeriksaan osmolalitas plasma dan urin sangat membantu penatalaksanaan pasien dengan gangguan keseimbangan air dan elektrolit, selain menilai kelainan antidiuretic hormone (ADH). Osmolalitas urin penting untuk mengetahui kemampuan ginjal memekatkan urin, selain memonitor keseimbangan cairan dan elektrolit. Terdapat dua cara pemeriksaan osmolalitas yaitu: 1) secara tidak langsung menggunakan osmometer (osmolalitas ukur) dengan metode freezing point depression; 2) secara langsung dengan menggunakan rumus (osmolalitas hitung).Kata kunci: air, natrium, osmolalitas, freezing point depression, osmolalitas hitung
PERAN KELENJAR SEBASEA PADA ALOPESIA ANDROGENIK Fahruddin, Rahma M; Kalangi, Sonny J R; Pasiak, Taufiq F
Jurnal Biomedik : JBM Vol 4, No 3 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.4.3.2012.793

Abstract

Abstract: In the scalp there are about 100,000 hair shafts, made of dead keratinized tissues and hair follicles. Each hair follicle has a three-phase growth cycle: anagen, catagen, and telogen. Due to these, human hair grows discontinuously, with phases of growth followed by phases of rest, and does not fall simultanously, called mosaic growth pattern. Androgenic alopecia is the most common cause of hair loss and thinning in humans, which affects men and women. The sebaceous gland has an important role in the occurrence of androgenic alopecia. Recent advances in studies of hair growth show that selective and high safety drugs are needed in the management of androgenic alopecia. Substances that can be used are as follows: growth stimulators, DHT inhibitors, anti-inflammatory, anti-androgen, and super oxide dismuse substances.Key words: hair, hair folicle, androgenic alopecia, sebacceous gland.Abstrak: Pada kulit kepala terdapat sekitar 100.000 batang rambut yang terbuat dari jaringan tanduk mati dan folikel tempat tumbuh rambut. Setiap folikel rambut memiliki tiga tahap periode pertumbuhan, yaitu anagen, katagen, dan telogen. Adanya ketiga tahap ini menyebabkan pertumbuhan rambut „mozaik‟ dimana rambut tidak memanjang sekaligus dan rontok secara bersamaan. Alopesia androgenik merupakan penyebab paling umum kehilangan dan menipisnya rambut baik pada laki-laki maupun perempuan. Kelenjar sebasea berperan penting pada proses terjadinya alopesia androgenik. Dengan kemajuan terbaru dalam studi pertumbuhan rambut, pemilihan obat yang selektif dan aman menjadi pemecahan masalah utama bagi alopesia androgenik. Obat-obat yang dapat digunakan yaitu growth stimulator, DHT inhibitor, anti-inflamasi, anti-androgen, dan super oxide dismuse.Kata kunci: rambut, folilkel rambut, alopesia androgenik, kelenjar sebasea.
Karakteristik dan Motivasi Augmentasi Penis dengan Komplikasinya di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou dan RS Jejaring Purba, Adrian; Astram, Ari; Monoarfa, Richard
Jurnal Biomedik : JBM Vol 10, No 2 (2018): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.10.2.2018.20091

Abstract

Abstract: Penile augmentation is an individual effort to enlarge one’s penile size for his sexual satisfaction and his mate without functional alteration. This study was aimed to obtain the profile of motivation, sexual satisfaction, mental distortion, and complications in patients with penile augmentation. This was a descriptive categorical study with a retrospective approach. This study was conducted at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital and its link hospitals for 10 months involving 23 patients; most of them (34.78%) were 26-35 years old. Most patients (61%) had internal motivation based on NSSS scale >30. Based on ulcer free period, 3 patients had free period of ulcer I; no patient had free period of ulcer II. Based on pain scale, 14 patients (60.87%) had pain scale of <5 and 9 patients (39.13%) had pain scale of >5. Most complications were in the form of ulcers located in preputium (56.52%). The relationships between motivation and NSSS scale before and after penile augmentation were analyzed using Fisher exact test which obtained P = 0.000 for relationship between motivation and NSSS scale (sexual satisfaction) before and after penile augmentation and P = 0.360 between post augmentation (with its complications) and sexual satisfaction. Conclusion: Patients with penile augmentation were internally and externally motivated without any mental distortion. There was a significant relationship between internal motivation and penile augmentation as well as between motivation and sexual satisfaction. Albeit, there was no significant relationship bewteen complications of penile augmentation and sexual satisfaction. Most patients suffered complications.Keywords: penile augmentation, NSSSAbstrak: Augmentasi penis merupakan usaha individu untuk membesarkan ukuran penis demi memenuhi hasrat seksual dan pasangannya tanpa perubahan fungsi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran motivasi, kepuasan seksual, adanya gangguan jiwa, dan komplikasi pada pasien yang melakukan augmentasi penis. Jenis penelitian ialah deskriptif kategorik dengan pendekatan retrospektif. Penelitian ini dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou dan RS jejaring selama 10 bulan yang melibatkan 23 pasien. Rentang usia pasien 16-59 tahun, terbanyak pada usia 26-35 tahun (34,78%). Sebagian besar pasien (61%) dengan motivasi secara internal berdasarkan skala NSSS>30. Berdasarkan periode bebas ulkus didapatkan 3 pasien dengan periode bebas ulkus I; tidak didapatkan pasien dengan periode bebas ulkus II. Berdasarkan skala nyeri didapatkan 14 pasien (60,87%) dengan skala nyeri <5 dan 9 pasien (39,13%) dengan skala nyeri >5. Lokasi komplikasi terbanyak berupa ulkus di preputium (56,52%). Analisis menggunakan Fisher exact terhadap hubungan motivasi dan skala NSSS sebelum dan sesudah augmentasi penis memper-lihatkan hubungan antara motivasi dan kepuasan seksual dengan nilai P = 0,000 (<0,05) serta hubungan antara pasca augmentasi (beserta komplikasi) dan kepuasaan seksual dengan nilai P = 0,360 (>0,05). Simpulan: Pasien yang melakukan augmentasi penis termotivasi secara internal dan eksternal tanpa adanya distorsi gangguan psikiatrik. Terdapat hubungan bermakna antara motivasi internal dan augmentasi penis serta antara motivasi melakukan augmentasi penis dan kepuasan seksual. Tidak terdapat hubungan bermakna antara komplikasi augmentasi penis dan kepuasaan seksual. Hampir seluruh pasien disertai komplikasi.Kata kunci: augmentasi penis, NSSS

Filter by Year

2009 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 16 No. 1 (2024): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol. 14 No. 2 (2022): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 13, No 3 (2021): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 13, No 2 (2021): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 13, No 1 (2021): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 12, No 3 (2020): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 12, No 2 (2020): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 12, No 1 (2020): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 11, No 3 (2019): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 11, No 2 (2019): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 11, No 1 (2019): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 10, No 3 (2018): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 10, No 2 (2018): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 10, No 1 (2018): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 9, No 3 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 9, No 2 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 9, No 1 (2017): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 8, No 3 (2016): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 8, No 2 (2016): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 8, No 2 (2016): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 8, No 1 (2016): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 7, No 3 (2015): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 7, No 3 (2015): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 7, No 2 (2015): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 7, No 1 (2015): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 6, No 2 (2014): JURNAL BIOMEDIK : JBM Juli 2014 Vol 6, No 1 (2014): JURNAL BIOMEDIK : JBM Maret 2014 Vol 6, No 3 (2014): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 6, No 3 (2014): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 5, No 3 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 5, No 3 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 5, No 2 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 5, No 1 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 5, No 1 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 4, No 3 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen Vol 4, No 3 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 4, No 2 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 4, No 1 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 3, No 3 (2011): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 3, No 2 (2011): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 3, No 1 (2011): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 2, No 3 (2010): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 2, No 2 (2010): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 2, No 1 (2010): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 1, No 3 (2009): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 1, No 2 (2009): JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 1, No 1 (2009): JURNAL BIOMEDIK : JBM More Issue