cover
Contact Name
Saldy Yusuf
Contact Email
saldy_yusuf@yahoo.com
Phone
-
Journal Mail Official
saldy_yusuf@yahoo.com
Editorial Address
-
Location
Kota makassar,
Sulawesi selatan
INDONESIA
Jurnal Luka Indonesia
Published by ETN Centre Indonesia
ISSN : 24422665     EISSN : 26143046     DOI : -
Core Subject : Health,
JURNAL LUKA INDONESIA Jurnal Luka Indonesia merupakan Jurnal ilmiah nasional pertama di Indonesia yang spesifik mendesiminasikan hasil penelitian di bidang manajemen luka yang diterbitkan tiga edisi dalam satu tahun (Februari, Juni dan Oktober). Oleh karena itu, Jurnal Luka Indonesia akan menjadi media publikasi yang paling relevan dalam pengembangan bidang keperawatan luka di Indonesia.
Arjuna Subject : -
Articles 32 Documents
Search results for , issue "Vol 2 No 2 Juni 2016" : 32 Documents clear
PERAWATAN LUKA, STOMA, DAN KONTINEN MASA LALU DAN MASA YANG AKAN DATANG Mulyadi, Edy
Jurnal Luka Indonesia Vol 2 No 2 Juni 2016
Publisher : ETN Centre Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32538/jli.v0i0.14

Abstract

Pendahuluan: Perkembangan perawatan luka, stoma, dan kontinen di Indonesia telah dimulai dari tahun 1993, dan telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama pada tahun 2010, kebutuhan perawat luka, stoma, dan kontinen semakin tinggi karena penderita luka, stoma, dan kontinen di Indonesia juga makin bertambah. Di masa yang akan datang perhimpunan membutuhkan kepemimpinan yang mampu membawa anggotanya lebih profesional dan sejahtera. Tujuan: Memberikan gambaran tentang sejarah perkembangan perawat luka, stoma, dan kontinen pada masa yang lalu dan perkembangannya saat ini di Indonesia. Metode: Desain yang digunakan adalah deskriptif, untuk menceritakan pengalaman tentang perkembangan perawat luka, stoma, dan kontinen Hasil: Pelayanan perawatan luka, stoma, dan kontinen telah berada hampir diseluruh daerah di Indonesia seperti di rumah sakit, dan praktek mandiri, untuk memberikan pelayanan profesional melalui promosi kesehatan, pelayanan klinik, dan penelitian yang berguna sebagai evidance based dan guide. Praktek mandiri saat ini sebanyak 300 buah, ditunjang oleh perawat ETN 214 orang, perawat luka 6.560, perawat stoma 71 orang, perawat kontinen 48 orang. Kesimpulan: Himpunan perawat luka, stoma, dan kontinen menjadi penting untuk bersinergi dalam membangun profesi dan mencapai tujuan memberikan pelayanan profesional untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Kata kunci:, perawat luka, stoma, dan kontinen
MEMULAI RISET BAHAN ALAM TERKAIT PERAWATAN LUKA Haryanto, Haryanto
Jurnal Luka Indonesia Vol 2 No 2 Juni 2016
Publisher : ETN Centre Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32538/jli.v0i0.16

Abstract

Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam flora dan fauna yang terbentang luas baik darat maupun laut. Keanekaragaman ini belum semua teridentifikasi yang berkaitan dengan penyembuhan luka. Kita telah mengenal terlebih dahulu madu, lidah buaya, nenas, dan terakhir teripang. Perkembangan perawatan luka yang semakin maju dengan berbagai perkembangan teknologi dan ?modern dressing?, namun perlu dipikirkan alternatif yang dapat dikembangkan untuk perawatan luka terutama negara-negara berkembang seperti Indonesia. Masih sedikitnya hasil-hasil penelitian yang mengembangkan bahan alam untuk perawatan luka, memberikan peluang yang besar bagi kita untuk meneliti lebih jauh. Penelitian-penelitian baik invivo maupun invitro sangatlah diperlukan untuk mengetahui efek dan signifikansi dari kandungan alam, sehingga penelitian-penelitian bersifat klinik dapat dilakukan dengan memperhatikan ?adverse event?, hasilnya dapat menjadikan produk baru untuk perawatan luka.
ENTEROSTOMAL THERAPY NURSE (ETN) DI INDONESIA: SEBUAH INVESTASI YANG KEMBALI Pratiwi, Arum Ratna
Jurnal Luka Indonesia Vol 2 No 2 Juni 2016
Publisher : ETN Centre Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32538/jli.v0i0.17

Abstract

Berawal dari delapan perawat enterostomal therapy bekerjasama dengan Australia, pada tahun 2007, Enterostomal Therapy Nurse Education Program (ETNEP) pertama kali diadakan di Indonesia melalui program twinning project dari World Council of Enterostomal Therapy (WCET). Pada ETNEP pertama, ada dua puluh satu perawat yang menyelesaikan program yang kemudian diikuti oleh program-program selanjutnya sampai dengan tahun 2013. Lulusannya tersebar di berbagai daerah di Indonesia untuk memberikan asuhan keperawatan langsung kepada pasien dengan kebutuhan luka, stoma dan inkontinensia atau bergerak di bidag pendidikan. Sejak program pertama, WCET melalui Norma N Gill Foundation (NNGF) berperan sangat besar terhadap perkembangan enterostomal therapy di Indonesia. Selain twinning project, peran itu terlihat dalam beasiswa diberikan seperti general scholarship, material education scholarship, ETNEP scholarship, member scholarship sampai dengan congress travel scholarship. Saat ini, Indonesia dengan perawat enterostomal therapy yang dimiliki, terus bergerak untuk memberikan pelayanan yang lebih baik untuk masyarakat yang membutuhkan, menjadi life long learners dengan melanjutkan jenjang ke pendidikan yang lebih tinggi, mandiri dalam pelaksanaan ETNEP, dan mengambil peran aktif di WCET, untuk berbalik memberikan kontribusi kepada dunia. Kata kunci: Enterostomal therapist, Indonesia, Investasi
ENTEROSTOMAL THERAPY NURSE (ETN): MENUJU PERUBAHAN Yusuf, Saldy
Jurnal Luka Indonesia Vol 2 No 2 Juni 2016
Publisher : ETN Centre Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32538/jli.v0i0.18

Abstract

Sejarah Enterostomal Therapy Nurse (ETN) atau perawat luka, stoma dan kontinensia di dunia telah dimulai tahun 1958, namun di Indonesia starting point dimulai Tahun 2007 melalui program Indonesian Enterostomal Therapy Nurse Nursing Education Program (IndoETNEP) di WOCARE, Bogor atas lisensi World Council of Enterostomal Therapy Nursing (WCET) (Irma PA, 2010) (Carol Stott, 2010). Dukungan WCET juga diberikan dalam bentuk alokasi beasiswa NNGF bagi perawat Indonesia (Saldy Yusuf, 2011). Kebijakan ini berdampak positif dalam meningkatkan jumlah perawat ETN di Indonesia. Peningkatan jumlah perawat ETN di Indonesia mendapatkan lingkungan yang kondusif seiring dengan pengesahan Undang-Undang No 38 tahun 2014 tentang Keperawatan. Salah satu wujudnya adalah perawat Indonesia bisa melaksanakan praktik keperawatan mandiri termasuk perawat ETN. Riset kami menunjukkan pelayanan perawat ETN menurunkan durasi perawatan, frekuensi perawatan, dan meningkatkan laju penyembuhan luka (Saldy Yusuf, et al 2013). Sayangnya pertumbuhan praktik mandiri ini belum dibarengi implementasi standar. Oleh karena itu, tahun 2015 dirintis national consensus document tentang standar praktek perawatan luka, yang menghasilkan lima poin rekomendasi; standar dokumentasi, standar fasilitas, satandar perawatan luka, standar pelayanan dan standar peningkatan profesionalisme (Saldy Yusuf, 2016). Peningkatan profesionalisme yang dimaksud meliputi; Sertifikasi, kompetensi, legalitas, etika, komunikasi dan kredensialing (Saldy Yusuf, 2016). Hal ini bisa menjadi titik awal bagi perawat ETN untuk ?berubah? dan bertransformasi. Transformasi bisa diawali dalam pemikiran dengan menciptakan visi dan mewujudkan ke dalam misi sehingga menjadi ?passion? dalam hidup sehingga tidak hanya menjadi ETN sebagai atribut pelengkap status.
FACE AND CONSTRUCT VALIDITY OF THE CARDIFF WOUND IMPACT INSTRUMENT ON THE PATIENTS WITH DIABETIC FOOT ULCERS Yuliaty, Rina
Jurnal Luka Indonesia Vol 2 No 2 Juni 2016
Publisher : ETN Centre Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32538/jli.v0i0.20

Abstract

Background: Diabetic foot ulcer is one of the diabetes mellitus complications that impact on the patient's life. Cardiff Wound Impact (CWI) is one of instruments that can measure the impact of chronic wounds. The purpose of this study was to evaluate and validate the Cardiff Wound Impact in diabetic foot ulcers in Indonesia population. Methods: This research used cross-sectional method and used 51 samples of diabetic foot ulcers patients in Sulianti Saroso hospital, Wocare Clinic and Husada hospital. The respondents filled the Cardiff Wound Impact Questionnaire. In the face validity there was no significant problems in terms of language and meaning of a sentence. Construct validity was performed by using factor analysis. Results: The data showed that the value of Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO) and Bartlet Test of each component of CWI were in the range of 0.741 to 0.834. The results of this study also showed a strong correlation between the scale of quality of life and satisfaction of quality of life (p = 0005; r = 0.764). Conclusion: This study has shown that the CWI is a valid and reliable tool to assess the impact of the diabetic foot ulcer in Indonesia because it has been tested through the face and construct validity. Researcher suggested that this research need to be done again with the same proportion between outpatients and inpatients wards. Keywords: Cardiff Wound Impact, construct validity, diabetes mellitus, diabetic foot ulcer
MANAJEMEN PERAWATAN LUKA DEHISENSI PASIEN CA RECTI DENGAN CALCIUM ALGINATE DI RSUP DR M DJAMIL PADANG 2015 Febrianti, Lina
Jurnal Luka Indonesia Vol 2 No 2 Juni 2016
Publisher : ETN Centre Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32538/jli.v0i0.21

Abstract

Pendahuluan: Manajemen perawatan luka dehisensi merupakan suatu tantangan bagi perawat dalam proses penyembuhan luka. Luka dehisensi adalah salah satu komplikasi bedah abdominal yaitu terpisahnya lapisan fasia. Luka dehisensi merupakan kasus yang jarang terjadi tetapi dapat menyebabkan kematian, memperpanjang hari perawatan dan meningkatkan biaya. Studi kasus ini merupakan inovasi dari manajemen perawatan luka dehisensi pada pasien dengan diagnosa kanker rectum post kolostomi usia 49 tahun. Metode: Skala Bates Jensen digunakan sebagai pedoman observasi dalam pengkajian luka pasien. Pencucian luka dilakukan dengan menggunakan larutan NaCl 0.9%. Balutan primer yang digunakan pada perawatan luka adalah calcium alginate. Observasi dilakukan hanya 7 hari karena pasien hecting sekunder. Hasil: Hasil observasi selama 7 hari didapatkan berkurangnya ukuran luka, kedalaman luka, jumlah slough, serta jumlah eksudat. Total skor skala Bates Jensen pada awal perawatan luka 29 dan setelah perawatan luka dengan calcium alginate adalah 25. Adanya pengurangan frekuensi pergantian balutan dan jumlah balutan sekunder yang digunakan. Faktor resiko infeksi luka, penyakit kronis dan hipo albumin menjadi penyebab terjadinya dehisensi pada pasien ini. Kesimpulan: Pengkajian merupakan hal penting yang harus dilakukan secara berkesinambungan untuk melihat perkembangan luka. Perkembangan luka yang mengarah pada regenerasi luka dengan balutan luka calcium alginate yang berfungsi mengabsorbsi exsudat, sebagai autolisis debridemen pada jaringan nekrotik dan slough. Calcium alginate juga mencegah perdarahan, mempertahankan kelembaban luka dalam proses penyembuhan. Pemilihan balutan yang tepat mempengaruhi proses penyembuhan luka, meningkatkan kenyamanan pasien serta kepuasan kerja perawat. Perkembangan luka yang baik dapat meningkatkan motivasi pasien untuk mempertahankan kualitas hidupnya. Kata Kunci: dehiscence, skala Bates Jensen, calcium alginate
SUITABILITY TEST OF WAGNER SCALE AND BATES-JENSEN IN EVALUATING THE HEALING GRADE OF DIABETIC ULCER PATIENTS Asbaningsih, Febrianti; Gayatri, Dewi
Jurnal Luka Indonesia Vol 2 No 2 Juni 2016
Publisher : ETN Centre Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32538/jli.v0i0.22

Abstract

Background : Diabetic ulcer is one of the complications of diabetes mellitus which require appropriate wound evaluation instruments to determine the proper treatment in order to avoid more severe condition. The study objective was to identify the relationship between the Wagner scale wound assessment instruments and Bates- Jensen Wound Assessment Tool (BWAT) in patients with diabetic ulcers. Methods: The study design was descriptive cross sectional study. The samples of this study were 43 patients with diabetic ulcer. The instrument used was the Wagner scale to measure the severity of the diabetic ulcers patient's wound and the BWAT used to measure the severity of the patient's decubitus ulcer wounds. Results: The result of statistical tests showed that there was a strong correlation between the Wagner scale instrument and the BWAT in assessing diabetic ulcer wounds (r = 0.789, p = 0.0005). Conclusions: The results of the study showed that the BWAT can be used to evaluate diabetic ulcer wounds. Therefore it could be recommended to use BWAT for evaluating wound healing in patients with diabetic ulcer is clinical setting. Keywords: Bates-Jensen Wound Assessment Tool, diabetic ulcer, Wagner scale
THE EFFECT OF PHERETIMA ASPERGILLUM EXTRACT ON THE INCREASE OF HAIR FOLLICLES NUMBER IN DIABETIC ULCER GRADE II IN WISTAR RAT Kristianto, Heri; Sari, Dwi Astika
Jurnal Luka Indonesia Vol 2 No 2 Juni 2016
Publisher : ETN Centre Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32538/jli.v0i0.23

Abstract

Background: Diabetic ulcer is the result of serious microvascular complication of diabetes mellitus that is caused by vascular insufficiency, resulting in dry skin, loss of taste, and a decrease in the number of hair follicles. Earthworm (Pheretima aspergillum) has a bioactive component of IGF-1 (insulin like growth factor 1), which can stimulate cell growth and survival. IGF-1 is involved in hair follicle growth by regulating cell proliferation and migration through the cellular mechanism of its receptor (IGF - 1R). This study aimed to determine the effect of earthworm extract on the increase of hair follicles number in rats induced diabetic ulcer stage II. Methods: This study used a true experimental posttest only controlled group design. Samples were randomly selected, divided into five groups: Normal Saline as a negative control group, Hydrogel as a positive control group, and the three treatment groups received earthworm extract via topical, oral, and topical-oral. Ulcer treatment is done for 21 days, on day 22, rats were euthanized. The numbers of hair follicles in skin tissue connecting to nervous fibers were identified using silver impregnation stain. Results: The results showed that the treatment groups that received earthworm extract had significantly higher number of hair follicles as compared to the control groups (p=0.000). The administration of earthworm extract via topical has an optimal effect on the increase of hair follicles numbers. Conclusion: It can be concluded that the extract of earthworm (Pheretima aspergillum) can increase the growth of hair follicles in rats diabetic models. Keywords: diabetic ulcer, earthworm (Pheretima aspergillum), hair follicles.
RELATIONSHIP BETWEEN MACERATION AND WOUND HEALING ON DIABETIC FOOT ULCERS IN INDONESIA: A PROSPECTIVE STUDY Haryanto, Haryanto; Arisandi, Defa; Suriadi, Suriadi; Ogai, Kazuhiro; Sanada, Hiromi; Okuwa, Mayumi; Sugama, Junko
Jurnal Luka Indonesia Vol 2 No 2 Juni 2016
Publisher : ETN Centre Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32538/jli.v0i0.24

Abstract

Background: Maceration results in enhancement of the wound area and infection. This condition is caused by a breakdown of the skin resulting in an open wound so that the wound area is enhanced and contaminated by microorganisms. Consequently, wound healing is delayed and quality of life is negatively affected. The prevention of maceration is important, and exudate management offers a way to prevent maceration. Exudate management can reduce the healing time, exudate, and frequency of dressing changes, and improve patient quality of life. Aims: The aim of this study was to clarify the relationship between maceration and wound healing. Methods: A prospective longitudinal design was used in this study. The wound condition determined the type of dressings used and the dressing change frequency. A total of 62 participants with diabetic foot ulcers (70 wounds) were divided two groups: non-macerated (n = 52) and macerated wounds (n = 18). Each group was evaluated weekly using the Bates?Jensen Wound Assessment Tool with follow-ups until week 4. Results: The Mann?Whitney U test showed that the changes in the wound area in week 1 were faster in the non-macerated group than the macerated group (P = 0.02). The Pearson correlation analysis showed a moderate correlation between maceration and wound healing from enrolment until week 4 (P = 0.002). After week 4, the Kaplan?Meier analysis showed that the non-macerated wounds healed significantly faster than the macerated wounds (log-rank test = 19.378, P = 0.000). The Cox regression analysis confirmed that maceration was significant and independent predictor of wound healing in this study (adjusted hazard ratio, 0.324; 95% CI, 0.131?0.799; P = 0.014). Conclusion: The results of this study demonstrated that there is a relationship between maceration and wound healing. Changes in the wound area can help predict the healing of wounds with maceration in clinical settings. Keywords: Wound maceration; wound healing, diabetic foot ulcers.
ALTERNATIF MOISTURE BALANCE DRESSING DALAM PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DI RSUP DR.SARDJITO YOGYAKARTA Purwaningsih, Lucia Anik
Jurnal Luka Indonesia Vol 2 No 2 Juni 2016
Publisher : ETN Centre Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32538/jli.v0i0.25

Abstract

Latar Belakang: Luka bakar merupakan trauma yang berdampak paling berat terhadap fisik maupun psikologis. Hal ini disebabkan karena perawatannya masih sulit, dan penyembuhan lukanya membutuhkan waktu yang lama serta biaya yang mahal. Dengan masih terbatasnya jenis modern dressing untuk perawatan luka yang tersedia, maka RSUP Dr. Sardjito mengembangkan alternatif perawatan luka berbasis moisture balance dressing untuk mempercepat penyembuhan luka sejak pertengahan tahun 2007. Alternatif moisture balance dressing merupakan perawatan luka bakar tertutup dimana pemberian topikal terapi sesuai dengan tiga warna dasar luka, red, yellow, dan black. Sebelum tahun 2007, perawatan luka bakar masih menggunakan metode konvensional dimana pemberian topikal terapi tidak berdasarkan warna dasar luka. Tujuan: Membandingkan lama rawat inap pasien luka bakar yang dirawat dengan metode konvensional dengan metode moisture balance dressing Metode: Cross Sectional Study Hasil: Dari 305 pasien (2007-2014) dengan kedalaman luka derajat II -III dan luas antara 14-70% BSA, perawatan luka dengan alternatif moisture balance dressing diperlukan lama rawat inap rata-rata 14-28 hari untuk penyembuhan luka dan diizinkan pulang. Sedangkan tahun 2003-2006 dari 67 pasien dengan kedalaman luka derajat II-III dan luas antara 12-70% BSA perawatan luka secara konvensional diperlukan lama rawat inap rata-rata 31- 40 hari untuk penyembuhan luka dan diizinkan pulang. Kesimpulan : Perawatan luka bakar dalam suasana lembab mempercepat terjadinya epitelisasi sehingga mempercepat proses penyembuhan luka dan lama rawat inap (Length of stay) menjadi lebih pendek sehingga mengurangi biaya bagi pasien (cost effective) Kata Kunci: alternatif moisture balance, penyembuhan luka

Page 3 of 4 | Total Record : 32