cover
Contact Name
Endang Sriyati
Contact Email
jppi.puslitbangkan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jppi.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kab. karawang,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
ISSN : 08535884     EISSN : 25026542     DOI : -
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia accepts articles in the field of fisheries, both sea and inland public waters. The journal presents results of research resources, arrest, oceanography, environmental, environmental remediation and enrichment of fish stocks.
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 25, No 2 (2019): (Juni) 2019" : 6 Documents clear
INTERAKSI TROFIK KOMUNITAS IKAN DI DANAU MATANO, SULAWESI SELATAN PASCA BERKEMBANGNYA IKAN ASING INVASIF Dimas Angga Hedianto; Agus Arifin Sentosa
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 25, No 2 (2019): (Juni) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (132.189 KB) | DOI: 10.15578/jppi.25.2.2019.117-133

Abstract

Interaksi trofik pasca masuknya ikan introduksi ataupun ikan asing invasif merupakan dasar untuk mengkaji tekanan ekologis terhadap ikan asli. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis interaksi trofik komunitas ikan pasca berkembangnya jenis-jenis ikan asing invasif di Danau Matano, Sulawesi Selatan. Ikan contoh diperoleh dari hasil tangkapan jaring insang percobaan, jala lempar, dan seser pada Mei, Oktober, dan November 2015 serta Februari, Juli, dan September 2016. Analisis ekologi trofik yang dilakukan meliputi indeks bagian terbesar, tingkat trofik, luas relung dan tumpang tindih relung makanan, serta pola strategi makan. Hasil penelitian menunjukkan komunitas ikan yang tertangkap di Danau Matano terdiri atas 9 famili, 11 genera, dan 17 spesies. Ikan louhan mendominasi komunitas ikan di Danau Matano sebesar 53,62%. Makanan alami yang banyak dimanfaatkan oleh sejumlah ikan dalam komunitas adalah insekta (Diptera), Gastropoda (Tylomelania sp.), dan larva insekta (Chironomidae). Kelompok trofik komunitas ikan di Danau Matano terdiri atas detritivora, herbivora, insektivora, zoobentivora, dan piscivora. Masuknya ikan introduksi memunculkan kelompok trofik baru (detritivora dan herbivora). Ikan introduksi cenderung memiliki luas relung makanan yang lebih bervariasi. Kompetisi terhadap makanan alami kategori moderat banyak terjadi antara ikan asli dengan louhan. Strategi pola makan ikan asli di Danau Matano cenderung bersifat spesialis, sedangkan ikan introduksi memiliki strategi pola makan yang lebih bervariasi dan oportunistik. Ikan louhan sebagai ikan introduksi dominan yang bersifat invasif mampu memanfaatkan seluruh sumber daya makanan alami yang tersedia dan menempati tingkat trofik tertinggi di Danau Matano. Tekanan ekologi terhadap ikan asli oleh ikan asing invasif di Danau Matano terjadi karena adanya kompetisi terhadap makanan alami.Trophic interactions post-develpment of non-native fish or invasive alien fish species are the basis knowledge for assessing and preventing the ecological pressure on native fish. This research aims to analyze the trophic interactions of fish community post-development of invasive alien fish species in Lake Matano, South Sulawesi. Fish samples were obtained from the catch of experimental gill nets, cast nets, and push nets in May, October, and November 2015 along with February, July, and September 2016. Trophic ecological analysis carried out included index of preponderance, trophic level, niche breadth and niche overlap of natural food, and feeding strategy. The fish community caught in Lake Matano consists of 9 families, 11 genera, and 17 species. Flowerhorn cichlid dominates the fish community in Lake Matano by 53.62%. Natural foods that are widely used by a number of fish in the community are Insecta (Diptera), Gastropods (Tylomelania sp.), and larvae of Insecta (Chironomidae). The guild trophic of fish community in Lake Matano consists of detritivores, herbivores, insectivores, zoobentivores, and piscivores. The introduction of non-native species bring up to new guilds (detritivores and herbivores). Non-native fishes tends to have a variety niche breadth. Moderate competition for natural food resources between native fish and flowerhorn cichlid is quite high. Feeding strategy of native species in Lake Matano tend to be specialist, while non-natives species have more variety and opportunistic. Flowerhorn cichlid as dominant invasive alien fish species is able to utilize all natural food resources and occupies the highest trophic level in Lake Matano. Ecological pressure on native fish by invasive alien fish species in Lake Matano occurs due to competition in obtaining natural food resources.
POLA SPASIAL DAN TEMPORAL KEGIATAN PENANGKAPAN RAJUNGAN NELAYAN BETAHWALANG KABUPATEN DEMAK Lana Izzul Azkia; Muhammad Fedi Alfiadi Sondita; Eko Sri Wiyono
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 25, No 2 (2019): (Juni) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (289.349 KB) | DOI: 10.15578/jppi.25.2.2019.67-77

Abstract

Desa Betahwalang merupakan sebuah sentra pendaratan rajungan yang terletak di pesisir Kabupaten Demak Jawa Tengah. Kegiatan penangkapan rajungan adalah mata pencaharian utama nelayan Betahwalang. Lokasi dan waktu pengoperasian alat penangkapan ikan menentukan besar biaya operasional dan kualitas rajungan. Ketersediaan data dan informasi secara spasial dan temporal adalah faktor keberhasilan dalam kegiatan penangkapan dan sejauh ini belum tersedia secara rinci. Penelitian ini bertujuan mengkaji lokasi dan waktu penangkapan rajungan oleh nelayan Betahwalang dalam dua musim, yaitu musim angin barat (musim hujan) dan musim angin timur (musim kemarau). Data diperoleh dari wawancara terhadap 30 responden per jenis alat tangkap (bubu, arad, dan jaring insang dasar). Informasi tentang lokasi dan waktu penangkapan rajungan diplot langsung pada sebuah peta grid berukuran 1 km x 1 km. Selanjutnya, informasi dari peta tersebut dipindahkan ke peta grid berukuran 10 km x 10 km. Lokasi penangkapan dominan nelayan bubu di perairan sekitar bagian barat Betahwalang (zona E5) pada musim angin barat dan di perairan sekitar bagian utara Semarang (zona F6) pada musim angin timur, sementara lokasi penangkapan dominan nelayan arad adalah perairan sekitar bagian utara Semarang (zona F6) baik pada musim angin barat maupun timur; untuk lokasi penangkapan dominan nelayan jaring insang dasar pada musim angin barat adalah perairan sekitar bagian barat Betahwalang (zona G5) dan perairan sekitar bagian utara Semarang (zona F6) pada musim angin timur.Betahwalang is center of blue swimming crab (BSC) landing place in coastal area of Demak, Central java. BSC fishing is the main livelihood of betahwalang fishing community. The fishing area and fishing time determine the operational cost and BSC quality. The availability of data and information on spatial and temporal is successful factors in BSC fishing bussiness and these were not available yet. This study aimed to assess BSC fishing area and fishing time of Betahwalang fisher in two seasons, i.e westerly monsoon wind (wet season) and easterly monsoon wind (dry season). Data were collected through interview to 30 respondent for each type of fishing fleet (traps, mini trawl and bottom gill net). Information on fishing area and fishing time was plotted on the grid map 1 km x 1 km, then transferred to a grid map 10 km x 10 km. The result showed that the major fishing area of collapsible trap on the west monsoon around western of Betahwalang waters (zone E5), while during east monsoon they operated around northern of Semarang (zone F6). The major fishing area of mini trawl during west and east monsoon was on the waters around northern of Semarang (zone F6). The major fishing area of bottom gillnet on the west monsoon was around western of Betahwalang (zone G5), while east monsoon around northern of Semarang (zone F6).
PENENTUAN UKURAN PERTAMA KALI MATANG GONAD (Lm) CAKALANG (Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758) DI SAMUDRA HINDIA SELATAN BALI Hety Hartaty; Gussasta Levi Arnenda
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 25, No 2 (2019): (Juni) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (363.482 KB) | DOI: 10.15578/jppi.25.2.2019.135-145

Abstract

Cakalang tergolong kelompok jenis ikan pelagis besar yang keberadaanya cukup melimpah di perairan Samudera Hindia termasuk perairan selatan Bali. Informasi biologi reproduksi sangat penting terutama untuk mengetahui kapan ikan tersebut memijah sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengelolaannya. Cakalang memijah beberapa kali (multiple spawner), hal ini diketahui berdasarkan tingkat perkembangan oosit yang lebih dari satu tingkatan dalam satu gonad aktif. Sampel gonad cakalang betina diperoleh dari Pangkalan Pendaratan Ikan Kedonganan, Bali. Sebanyak 106 ekor cakalang betina dengan kisaran panjang cagak 37-71 cmFL dan kisaran bobot 902-7.214 gram yang teramati. Sampel gonad dalam keadaan segar langsung difiksasi menggunakan larutan buffer-formalin 10% kemudian dianalisis secara histologis menggunakan metode parafin dan pewarnaan HE (Harris-Haemotoxilin dan Eosin). Cakalang betina yang diklasifikasikan sebagai ikan yang belum dewasa (immature) memiliki karakteristik oosit unyolked (UY) yang lebih gelap pewarnaannya, memiliki diameter <156 µm dan Early yolked (EY) yang memiliki diameter 114-249 µm. Cakalang dewasa (mature) memiliki karakteristik perkembangan ovari berupa adanya oosit pada tingkat yang lebih tinggi yaitu advanced yolked (AY) dengan diameter oosit berkisar antara 180-448 µm, migratory nucleus (MN) 239-468 µm dan hydrated (Hy) dimana ukuran oositnya sangat besar yaitu sekitar 459-552 µm dan berbentuk seperti noda merah muda (pink stain). Cakalang betina di perairan Samudera Hindia selatan Bali memiliki perkembangan oosit yang asynchronous (tidak seragam) yang ditandai oleh munculnya beberapa tingkat perkembangan oosit dalam satu ovari. Ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) cakalang betina yaitu 44,7 cmFL. Cakalang betina dewasa yang berstatus memijah aktif (actively spawning) ditemukan di setiap bulan pengamatan (April-September) dan diduga memijah sepanjang tahun. Skipjack tuna is classified as a large pelagic fish species and has abundant presence in the waters of the Indian Ocean including the waters of southern Bali. Information related to reproductive biology is very important especially to find out when the fish spawn so that they can be used as a basis for its management. Skipjack spawns several times (multiple spawner), this is known based on the level of oocyte development that was more than one level in one active gonad. Samples of female skipjack gonads were obtained from Kedonganan, Bali. A total of 106 female skipjack tuna with length range of 37-71 cmFL and weight range of 902-7,214 grams were observed. Gonad samples in fresh condition were immediately fixed using a 10% buffer-formalin solution then histologically analyzed using the paraffin method and HE staining (Harris-Haemotoxilin and Eosin). Female skipjack classified as immature fish has the characteristics of unyolked oocytes (UY) which are darker in coloration, have a diameter <156 ìm and Early yolked (EY) which has a diameter of 114-249 ìm. Adult skipjack (mature) has the characteristics of ovarian development in the form of oocytes at a higher level, namely advanced yolked (AY) with oocyte diameter ranging from 180-448 µm, migratory nucleus (MN) 239-468 µm and hydrated (Hy) where oocyte size is very large, which is around 459-552 µm and shaped like a pink stain. Female skipjack in the waters of the Indian Ocean south of Bali has an asynchronous (non-uniform) oocyte development which is characterized by the appearance of several levels of oocyte development in one ovary. Size at first maturity (Lm) of female skipjack in Indian Ocean southern Bali was 44.7 cmFL. Adult skipjack females with active spawning status are found every month of observation (April-September) and suspected to spawn throughout the year.
PERIKANAN DAN DINAMIKA POPULASI RAJUNGAN (Portunus pelagicus Linnaeus, 1758) DI TELUK JAKARTA Karsono Wagiyo; Tirtadanu Tirtadanu; Tri Ernawati
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 25, No 2 (2019): (Juni) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5438.597 KB) | DOI: 10.15578/jppi.25.2.2019.79-92

Abstract

Teluk Jakarta merupakan salah satu daerah penangkapan dan habitat rajungan (Portunus pelagicus) di Indonesia. Permintaan pasar yang terus meningkat dan bersamaan dengan penurunan kualitas perairan mengakibatkan stok rajungan mengalami tekanan eksploitasi dan degradasi habitat. Agar pengelolaan sumberdaya rajungan di Teluk Jakarta tetap lestari, maka diperlukan penelitian mengenai perikanan dan dinamika populasi. Tujuan penelitian memperoleh data dan informasi mengenai daerah tangkapan, alat dan musim penangkapan, indeks kelimpahan, produksi dan komposisi, struktur ukuran, nisbah kelamin, kematangan gonad, musim pemijahan, ukuran panjang pertama tertangkap, ukuran panjang pertama matang gonad, laju pertumbuhan, laju kematian dan laju eksploitasi. Data dan informasi diperoleh dengan eksplorasi, observasi, enumerasi, wawancara dan perunutan pada tempat pendaratan ikan dan instansi lain yang terkait dengan perikanan, selama tahun 2016. Hasil penelitian didapatkan karakteritik daerah penangkapan rajungan; substrat lumpur berpasir dengan perairan dasar yang mempunyai salinitas 30,5-32 ppt, oksigen 6,5-6,9 ml/l, pH 7,5-8,01, kecepatan arus 0,08-0,24 m/dt. Alat tangkap utama berupa jaring insang dasar bermata 3-3,5 inchi, musim penangkapan Mei-Agustus dan paceklik November-Januari. CPUE rajungan tahun 2016 sebesar 7,2 kg/tarik/trip/hari dan mengalami penurunan 55,22 % tahun 2007. Rajungan berkontribusi 69,11 % terhadap hasil tangkapan jaring insang dasar, sumberdaya ikan lainnya 30,89 %. Modus lebar karapas 85-90 mmCW, lebar karapas pada perairan dekat pantai 84,3 mm dan kearah lepas pantai 99,4 mm. Rajungan di Teluk Jakarta mempunyai tipe pertumbuhan alometrik negatif. Nisbah kelamin jantan : betina = 1 : 0,83, betina dominan pada perairan kearah lepas pantai dan jantan dominan kearah pantai (salinitas rendah). Musim pemijahan rajungan di Teluk Jakarta sepanjang tahun, mempunyai dua puncak pada bulan Maret dan September dengan pusat sebaran gonad ovigerous di sekitar perairan P. Damar. Rata-rata ukuran pertama tertangkap (Lc) = 93,87 mmCW lebih besar dari rata-rata ukuran pertama matang gonad (Lm) = 68,8 mmCW. Laju pertumbuhan (K) = 1,08 mmCW/tahun dengan lebar karapas maksimal (L”) = 142,5 mmCW. Laju kematian total (Z)= 4,87/tahun, penangkapan (F) = 3,63/tahun, alami (M) = 1,24/tahun dan laju pengusahaan (E) = 0,75/tahun. Jakarta Bay is one of the fishing areas and habitat of blue swimmer crabs (Portunus pelagicus) in Indonesia. Market demand that continues to increase and along with the decline in water quality results in crab stocks experiencing pressure from exploitation and habitat degradation. So that the management of crab resources in the Jakarta Bay remains sustainable, research on fisheries and population dynamics is needed. The purpose of the study was to obtain data and information; fishing ground, fishing season and main gears, abundance index, production and composition of catch, size structure, sex ratio, gonad maturity, spawning season, first length of catch, length of first gonad maturity, growth rate, mortality rate and exploitation rate. Data and information were obtained by exploration, observation, enumeration, interviews and tracing at fish landing sites and other institutions related to fisheries, during 2016. The results of the study obtained the characteristics of the crab fishing ground; sandy mud substrate with bottom waters which have a salinity of 30.5-32 ppt, oxygen 6.5-6.9 ml / l, pH 7.5-8.01, flow velocity 0.08-0.24 m / sec. The main gears are bottom gill nets with mesh size 3-3.5-inch, the fishing season in May-August and famine in the November-January. CPUE of blue swimmer crabs in the 2016 was 7.2 kg / pull / trip / day decreased 55.22% in 2007. The blue swimmer crabs contributed 69.11% to the catch of bottom gill nets, other fish resources 30.89%. Carapace width frequency have mode is 85-90 mmCW, carapace width in waters near the coast is 84.3 mm and offshore is 99.4 mm. The blue swimmer crabs in Jakarta Bay has a negative allometric growth type. Sex ratio male: female = 1: 0.83, female dominant in offshore and male dominant direction towards in shore and (low salinity). The spawning season of blue swimmer crabs in Jakarta Bay has two peaks in March and September with an ovigerous gonad distribution center around the waters of P. Damar. The average size of the length first catch (Lc) = 93.87 mmCW is greater than the average size of the length first gonad maturity (Lm) = 68.8 mmCW. Growth rate (K) = 1.08 mmCW / year with length infinity of carapace width (L”) = 142.5 mmCW. Maturity rate are total (Z) = 4.87/year, capture (F) = 3.63/year, natural (M) = 1.24/year and explotation rate (E) = 0.75/year.
KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN KEPITING BAKAU (Scylla spp.) DI KAWASAN HUTAN BAKAU PASAR BANGGI, REMBANG Danang Setyo PAMBUDI; Agung Budiharjo; Sunarto Sunarto
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 25, No 2 (2019): (Juni) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (398.794 KB) | DOI: 10.15578/jppi.25.2.2019.93-102

Abstract

Pantai utara Rembang memiliki kawasan hutan bakau yang masih tersisa di Jawa Tengah. Salah satu habitat kepiting bakau (Scylla spp.) yang penting terdapat di pantai Pasar Banggi. Penangkapan secara intensif menggunakan alat tangkap bubu kepiting. Tingginya permintaan pasar terhadap kepiting bakau mengakibatkan aktivitas penangkapan di pantai Rembang dan sekitarnya berlangsung terus-menerus sehingga dikhawatirkan mengancam kelestariannya. Penelitian ini akan mendata dan menganalisa kelimpahan dan keanekaragaman kepiting bakau di pantai Pasar Banggi yang dilakukan pada bulan Februari-Maret 2019. Metode penelitian yang digunakan adalah line transek kuadrant. Pengamatan dilakukan pada 3 (tiga) stasiun, dimana masing-masing stasiun mempunyai 9 plot yang berukuran 10 x 10m. Pengambilan tangkapan kepiting dilakukan sebanyak 4 (empat) ulangan. Selanjutnya dihitung indek kelimpahan relatif (IKR) dan indek keanekaragaman Shannon-Winner (H’) di setiap stasiun penelitian. Hasil penelitian menunjukkan IKR di setiap stasiun relatif tinggi. Nilai tertinggi (37,74%) terdapat pada stasiun 2 dan terendah (25,16%) pada stasiun 1. Berdasarkan jenisnya, IKR tertinggi (53,5%) terdapat pada Scylla tranquebarica dan terendah (20,8%) pada jenis Scylla serrata. Indeks keanekaragaman (H’) rata-rata di semua stasiun penelitian relatif rendah. Nilai H’ tertinggi (1,060) terdapat di stasiun 2 dan terendah (0,697) di stasiun 1. Disarankan segera dilakukan pengelolaan kawasan hutan bakau di pantai Pasar Banggi sehingga sumberdaya kepiting bakau (Scylla spp.) dapat terus berkelanjutan.The north coast of Rembang have mangrove forest that remaining area in Central Java, One of the important habitat of mangrove crab (Scylla spp.) was Pasar Banggi coast. Trap net as the main fishing gear used for mangrove crab in those areas. The high market demand for the mangrove rab their sustainability. This research will record and analyze the abundance and diversity of mangrove crabs on the Banggi Market beach conducted in February-March 2019 by using quadrant transect line methods. Observation made consist of 3 (three) stations where each station has 9 plots with the size of plot of 10 x 10m. Furthermore, the relative abundance indices (IKR) and diversity indices of Shanon-Wienner (H’) were calculated for each station. The results showed that the value of IKR in each station was relatively high. The highest value (37.74%) found at station 2 and the lowest (25.165) at station 1. Based on the species caught, the highest IKR (53.5%) was species of Scylla tranquebarica and the lowest (20.8%) was Scylla serrata The average of H’ were low relativelly for all stations with the highest value (1.060) at station 2 and the lowest (0.697) at station 1. It is recommended that mangrove management be carried out in Pasarbanggi coast immediately so that the utilization of mangrove crab resources can continue. 
PENGARUH ASPEK TEKNIS-OPERASIONAL PADA JEJAK KARBON KAPAL PERIKANAN HUHATE INDONESIA Suryanto suryanto; Sandi Wibowo; Setiya Triharyuni; Duto Nugroho
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 25, No 2 (2019): (Juni) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2333.098 KB) | DOI: 10.15578/jppi.25.2.2019.103-115

Abstract

Meningkatnya permintaan pasar dunia terhadap komoditas tuna cakalang tongkol (TCT) mendorong semakin intensifnya penggunaan alat tangkap huhate di perairan timur Indonesia. Sementara proses sertifikasi Marine Stewardship Council (MSC) sedang berlangsung, trade barrier terkait jejak karbon produk perikanan yang dikenal ramah lingkungan dan memiliki dampak sosial ekonomi yang tinggi ini akan menjadi salah satu faktor yang akan diperhatikan pasar. Dewasa ini data jejak karbon perikanan belum tersedia. Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengestimasi jejak karbon kegiatan penangkapan (cradle to gate) armada huhate di Sorong, Bitung, Kendari, Ambon dan Larantuka. Penelitian yang mengacu pada British Standard Institute PAS 2050-2:2012, dilaksanakan pada Juni-Desember 2015. Data diperoleh melalui kuesioner dan wawancara nakhoda dan kepala kamar mesin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa armada huhate di Larantuka memiliki jejak karbon terendah (0,59 ton CO2eq/ton ikan). Sedangkan armada huhate di Sorong, Bitung dan Kendari menghasilkan jejak karbon yang berkisar antara 0,61-1,14 ton CO2eq/ton ikan. Secara umum jejak karbon armada tersebut lebih dipengaruhi oleh aspek operasional dari pada aspek teknis kapal. Pembandingan hasil studi jejak karbon sangat perlu dengan memperhatikan kesetaraan batasan sistem produksi (system boundary) yang digunakan.  The increase of world market demand for tuna, skipjack, and kawa-kawa commodities has been escalating the use of pole and line vessels in eastern Indonesian waters. Meanwhile the Marine Stewardship Council (MSC) certification process is ongoing, trade barriers related to carbon footprint of the fisheries that are known to be environmentally friendly and have a high socio-economic impact are massively raised. Nowadays,carbon footprint data of this fishery are not available yet. Therefore research was intended on June-December 2015 to estimate carbon footprint of this fishery, located in main TCT fishing ports such as Sorong, Bitung, Kendari, Ambon, and Larantuka. The research conducted is based on the British Standard Institute PAS 2050-2: 2012. Data were obtained through in-depth interviewing the captains and engine officers. The results show that pole and line fleet based in Larantuka had the lowest carbon footprint of 0.59 tons CO2eq/ton, while the other fleets have produced carbon footprint ranging from 0.61 to 1.14 tons of CO2eq/ton. In general, carbon footprint of this fleet is more likely influenced by the operational aspects rather than the technical ones. Comparisons of the results of carbon footprint studies should be carefully considered the system boundary used by existing fisheries.

Page 1 of 1 | Total Record : 6


Filter by Year

2019 2019


Filter By Issues
All Issue Vol 31, No 4 (2025): (Desember 2025) Vol 31, No 3 (2025): (September 2025) Vol 31, No 2 (2025): (Juni 2025) Vol 31, No 1 (2025): (Maret 2025) Vol 30, No 4 (2024): (Desember 2024) Vol 30, No 3 (2024): (September) 2024 Vol 30, No 2 (2024): (Juni) 2024 Vol 30, No 1 (2024): (Maret) 2024 Vol 29, No 4 (2023): (Desember) 2023 Vol 29, No 3 (2023): (September) 2023 Vol 29, No 1 (2023): (Maret) 2023 Vol 28, No 4 (2022): (Desember) 2022 Vol 28, No 3 (2022): (September) 2022 Vol 28, No 2 (2022): (Juni) 2022 Vol 28, No 1 (2022): (Maret) 2022 Vol 27, No 4 (2021): (Desember) 2021 Vol 27, No 3 (2021): (September) 2021 Vol 27, No 2 (2021): (Juni) 2021 Vol 27, No 1 (2021): (Maret) 2021 Vol 26, No 4 (2020): (Desember) 2020 Vol 26, No 3 (2020): (September) 2020 Vol 26, No 2 (2020): (Juni) 2020 Vol 26, No 1 (2020): (Maret) 2020 Vol 25, No 4 (2019): (Desember) 2019 Vol 25, No 3 (2019): (September) 2019 Vol 25, No 2 (2019): (Juni) 2019 Vol 25, No 1 (2019): (Maret) 2019 Vol 24, No 4 (2018): (Desember) 2018 Vol 24, No 3 (2018): (September) 2018 Vol 24, No 2 (2018): (Juni 2018) Vol 24, No 1 (2018): (Maret 2018) Vol 23, No 4 (2017): (Desember 2017) Vol 23, No 3 (2017): (September 2017) Vol 23, No 2 (2017): (Juni 2017) Vol 23, No 1 (2017): (Maret, 2017) Vol 22, No 4 (2016): (Desember 2016) Vol 22, No 3 (2016): (September) 2016 Vol 22, No 2 (2016): (Juni 2016) Vol 22, No 1 (2016): (Maret 2016) Vol 21, No 4 (2015): (Desember 2015) Vol 21, No 3 (2015): (September 2015) Vol 21, No 2 (2015): (Juni 2015) Vol 21, No 1 (2015): (Maret 2015) Vol 20, No 4 (2014): (Desember 2014) Vol 20, No 3 (2014): (September 2014) Vol 20, No 2 (2014): (Juni 2014) Vol 20, No 1 (2014): (Maret 2014) Vol 19, No 4 (2013): (Desember 2013) Vol 19, No 3 (2013): (September 2013) Vol 19, No 2 (2013): (Juni 2013) Vol 19, No 1 (2013): (Maret 2013) Vol 18, No 4 (2012): (Desember 2012) Vol 18, No 3 (2012): (September 2012) Vol 18, No 2 (2012): (Juni) 2012 Vol 18, No 1 (2012): (Maret 2012) Vol 17, No 4 (2011): (Desember 2011) Vol 17, No 3 (2011): (September 2011) Vol 17, No 2 (2011): (Juni 2011) Vol 17, No 1 (2011): (Maret 2011) Vol 16, No 4 (2010): (Desember 2010) Vol 16, No 3 (2010): (September 2010) Vol 16, No 2 (2010): (Juni 2010) Vol 16, No 1 (2010): (Maret 2010) Vol 15, No 4 (2009): (Desember 2009) Vol 15, No 3 (2009): (September 2009) Vol 15, No 2 (2009): (Juni 2009) Vol 15, No 1 (2009): (Maret 2009) Vol 14, No 4 (2008): (Desember 2008) Vol 14, No 3 (2008): (September 2008) Vol 14, No 2 (2008): (Juni 2008) Vol 14, No 1 (2008): (Maret 2008) Vol 13, No 3 (2007): (Desember 2007) Vol 13, No 2 (2007): (Agustus 2007) Vol 13, No 1 (2007): (April 2007) Vol 12, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 12, No 2 (2006): (Agustus 2006) Vol 12, No 1 (2006): (April 2006) Vol 11, No 9 (2005): (Vol. 11 No. 9 2005) Vol 11, No 8 (2005): (Vol. 11 No. 8 2005) Vol 11, No 7 (2005): (Vol. 11 No. 7 2005) Vol 11, No 6 (2005): (Vol. 11 No. 6 2005) Vol 11, No 5 (2005): (Vol. 11 No. 5 2005) Vol 11, No 4 (2005): (Vol. 11 No. 4 2005) Vol 11, No 3 (2005): (Vol. 11 No. 3 2005) Vol 11, No 2 (2005): (Vol. 11 No. 2 2005) Vol 11, No 1 (2005): (Vol. 11 No. 1 2005) Vol 10, No 7 (2004): (Vol. 10 No. 7 2004) Vol 10, No 6 (2004): (Vol. 10 No. 6 2004) Vol 10, No 5 (2004): (Vol. 10 No. 5 2004) Vol 10, No 4 (2004): (Vol. 10 No. 4 2004) Vol 10, No 3 (2004): (Vol. 10 No. 3 2004) Vol 10, No 2 (2004): (Vol. 10 No. 2 2004) Vol 10, No 1 (2004): (Vol. 10 No. 1 2004) Vol 9, No 7 (2003): (Vol.9 No.7 2003) Vol 9, No 6 (2003): (Vol.9 No.6 2003) Vol 9, No 5 (2003): Vol. 9 No. 5 2003) Vol 9, No 4 (2003): Vol. 9 No. 4 2003) Vol 9, No 3 (2003): (Vol.9 No.3 2003) Vol 9, No 2 (2003): (Vol, 9 No. 2 2003) Vol 9, No 1 (2003): (Vol.9 No.1 2003) Vol 8, No 7 (2002): (Vol.8 No.7 2002) Vol 8, No 6 (2002): (Vol.8 No.6 2002) Vol 8, No 5 (2002): (Vol.8 No.5 2002) Vol 8, No 4 (2002): (Vol.8 No.4 2002) Vol 8, No 3 (2002): (Vol.8 No.3 2002) Vol 8, No 2 (2002): (Vol. 8 No. 2 2002) Vol 8, No 1 (2002): (Vol.8 No.1 2002) Vol 7, No 4 (2001): (Vol. 7 No. 4 2001) Vol 7, No 2 (2001): (Vol.7 No. 2 2001) Vol 6, No 3-4 (2000): (Vol.6 No.3-4 2000) Vol 6, No 2 (2000): (Vol.6 No.2 2000) Vol 6, No 1 (2000): (Vol.6 No.1 2000) Vol 5, No 2 (1999): (Vol.5 No.2 1999) Vol 5, No 1 (1999): (Vol.5 No. 1 1999) Vol 4, No 4 (1998): (Vol.4 No.4 1998) Vol 4, No 3 (1998): (Vol.4 No.3 1998) Vol 4, No 2 (1998): (Vol.4 No.2 1998) Vol 4, No 1 (1998): (Vol.4 No.1 1998) Vol 3, No 4 (1997): (Vol.3 No.4 1997) Vol 3, No 3 (1997): (Vol.3 No.3 1997) Vol 3, No 2 (1997): (Vol.3 No.2 1997) Vol 3, No 1 (1997): (Vol.3 No.1 1997) Vol 2, No 4 (1996): (Vol.2 No.4 1996) Vol 2, No 3 (1996): (Vol.2 No.3 1996) Vol 2, No 2 (1996): (Vol.2 No.2 1996) Vol 2, No 1 (1996): (Vol.2 No.1 1996) Vol 1, No 4 (1995): (Vol.1 No.4 1995) Vol 1, No 3 (1995): (Vol.1 No.3 1995) Vol 1, No 2 (1995): (Vol.1 No.2 1995) Vol 1, No 1 (1995): (Vol.1 No.1 1995) More Issue