JURNAL MERCATORIA
Mercatoria is a Journal of Law for information and communication resources for academics, and observers of Business Law, International law, Criminal law, and Civil law. The published paper is the result of research, reflection, and criticism with respect to the themes of Business Law, International law, Criminal law, and Civil law. All papers are peer-reviewed by at least two referees. Published twice a year (June and December) and first published for print edition in June 2008.
Articles
386 Documents
ANALISIS TERHADAP PERJANJIAN PEMASANGAN AIR MINUM ANTARA PDAM TIRTANADI SUMATERA UTARA DENGAN PELANGGAN DI CABANG MEDAN DENAI
Sahat HE Simorangkir;
Januari Siregar
JURNAL MERCATORIA Vol 3, No 2 (2010): JURNAL MERCATORIA DESEMBER
Publisher : Universitas Medan Area
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31289/mercatoria.v3i2.602
Air minum adalah merupakan kebutuhan pokok manusia, maka dengan segala daya upaya akan diusahakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Tirtanadi Propinsi Sumatera Utara, yang berada di Kota Medan maupun Kabupaten untuk mendapatkan air minum demi kelangsungan hidup perusahaan dalam pelayanan pada pelanggan, baik itu dilakukan melalui air bawah tanah yang bersumber dari penggalian sumur bor maupun penyulingan atau penyaringan dari air sungai. Dimana dari sekian ratus Perusahaan Daerah Air Minum di Indonesia (300 s/d 335 unit), bahwa dimana hanya ada puluhan Perusahaan Daerah Air Minum yang sehat (70 s/d 80 unit) dan dinamis dalam pengolahannya. PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara dalam memberikan pelayanan air minum kepada masyarakat mengunakan system manajemen untuk I.S.O. 9001 : 2000.
Pertanggungjawaban Korporasi dalam Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Prinsip Hukum Pidana Indonesia (Corporate Responsibility on Money Laundering Crimes on Indonesian Criminal Law Principle)
Ridwan Arifin;
Shafa Amalia Choirinnisa
JURNAL MERCATORIA Vol 12, No 1 (2019): JURNAL MERCATORIA JUNI
Publisher : Universitas Medan Area
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31289/mercatoria.v12i1.2349
Tujuan dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui bentuk pencucian uang yang dilakukan oleh pelaku korporasi, untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban sebuah perusahaan dalam tindak pidana pencucian uang, untuk mengkaji mengenai bentuk pertanggungjawaban tindak pidana korporasi dalam peraturan yang ada dalam perundang–undangan serta mengkaji mengenai pertanggungjawaban tidak pidana korporasi dalam kasus tindak pidana pencucian uang. Penulisan ini bersifat deskriptif guna untuk mengetahui gambaran permasalahan yang ada, yang kemudian dianalisis secara deduktif. Bentuk pidana pencucian uang oleh korporasi ada tiga jenis yaitu penempatan, pelapisan, dan penggabungan. Subjek korporasi akan mendapatkan hukuman pidana sesuai dengan perbuatannya. Seperti yang telah disebutkan dalam pasal 6 UU No 8 tahun 2010 bahwa dalam tindakan pencucian uang sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 3, 4 dan pasal 5 dilakukan oleh korporasi sehingga pidana akan dijatuhkan kepada personil pengendali korporasi. Apabila personil tidak mampu membayar maka akan diganti dengan penyitaan korporasi dan personil pengendali perusahaan. Dan apabila belum cukup maka penjara dapat diganti oleh denda kontrol perusahaan.
PUNISHMENT DALAM DUNIA PENDIDIKAN DAN TINDAK PIDANA KEKERASAN
Marlina Marlina
JURNAL MERCATORIA Vol 7, No 1 (2014): JURNAL MERCATORIA JUNI
Publisher : Universitas Medan Area
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31289/mercatoria.v7i1.659
Seorang guru harus memiliki tanggung jawab dalam menjalankan tugasnya, yakni mengkondisikan agar pekerjaannya berhasil secara efektif dan efisien. Guru yang profesional akan mengambil tindakan yang tepat untuk melaksanakan dan menjalankan perannya tersebut. Menghadapi perkembangan teknologi dan pengaruh globalisasi proses pendidikan hari ini menuntut guru harus lebih berhati-hati dan terus mengembangkan ilmu pengetahuannya agar dapat menjalankan tugas dan perannya tersebut. Salah satu hal delematis yang di hadapi oleh guru pada saat ini adalah adanya ketakutan untuk melakukan punishment terhadap siswa-siswa yang melakukan tindakan salah dan tidak sesuai dengan aturan dan tata tertib yang ada di sekolah. Hukuman tersebut pada dasarnya ditujukan agar siswa menjadi jera dan sadar akan kesalahannya, serta tidak akan mengulangi kesalahannya dikemudian hari. Akan tetapi, hukuman yang diberikan kepada anak juga dapat menjurus kepada tindak pidana kekerasanterhadapanak. Sehingga, guru harus memberikan punishment sesuai dengan tujuan pendidikan dan bukan untuk tujuan kekerasan.
KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Medan)
Olan Laurance Hasiholan Pasaribu;
Iman Jauhari;
Elvi Zahara
JURNAL MERCATORIA Vol 1, No 2 (2008): JURNAL MERCATORIA DESEMBER
Publisher : Universitas Medan Area
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31289/mercatoria.v1i2.627
Korupsi merupakan salah satu factor yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi bangsa. Setiap bentuk tindak pidana terhadap keuangan Negara atau perekonomian Negara harus di cegah dan ditanggulangi seobjektif mungkin. Faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi adalah penyalah gunaan kepercayaan, amanah, wewenang atau kedudukan publik atau Negara untuk keuntungan pribadi. Penyebab tindak pidana korupsi sulit dibuktikan di dalam persidangan, sehingga Tindak Pidana Korupsi dikategorikan sebagai extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) sehingga menimbulkan kendala penuntutannya. Pelaku korupsi dan saksi maupun orang-orang yang terlibat di dalamnya. Penyebab putusan bebas dalam perkara korupsi yakni adanya perbedaan persepsi antara jaksa dan hakim baik mengenai penerapan hukum maupun penilaian terhadap fakta yang terungkap dalam persidangan, adanya kekeliruan atau kurang cermatnya penuntut umum dalam menerapkan pasal yang didakwakan termasuk adanya pembahasan yuridis di dalam surat tuntutan yang diajukan oleh penuntut umum kurang optimal sehingga menimbulkan celah bagi hakim untuk menyatakan bahwa penuntut umum tidak dapat membuktikan dakwaannya. Kendala yang dihadapi dalam penuntutan perkara tindak pidana korupsi adanya intervensi dari oknum – oknum tertentu atau aparat pejabat pemerintah/Negara yang ingin membebaskan terdakwa dari tanggungjawab, baik dengan cara menggunakan kekuasaan atau kewenangan jabatan atau imbalan uang atau dengan kekeluargaan.
PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA DI BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk. CABANG BINJAI DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Rendra Yozar Dharmaputra;
Januari Siregar
JURNAL MERCATORIA Vol 3, No 2 (2010): JURNAL MERCATORIA DESEMBER
Publisher : Universitas Medan Area
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31289/mercatoria.v3i2.592
Pelaksanaan perjanjian kredit perbankan sebagai kontrak baku di mana ada suatu fenomena ketidakseimbangan kedudukan antara pihak bank dan calon debitur pada saat akan dilakukannya perjanjian kredit tersebut. Hal ini dikarenakan kedudukan bank sebagai surplus spending unit berhadapan dengan calon debitur sebagai defisit spending unit, sehingga dalam pelaksanaan perjanjian kredit sebagai kontrak baku akan meniadakan posisi tawar debitur. Untuk meninjau perlindungan hukum bagi nasabah dalam pelaksanakan perjanjian kredit perbankan sebagai kontrak baku, maka perlu dikaji kekuatan mengikat perjanjian kredit perbankan sebagai kontrak baku tersebut dengan menekankan kepada analisis klausula-klausula yang melemahkan kedudukan debitur untuk menentukan potensi terjadinya kerugian bagi debitur. Kehadiran Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen khususnya ketentuan Pasal 18 mengenai ketentuan pencantuman klausula baku akan berpengaruh terhadap pelaksanakan perjanjian kredit perbankan sebagai kontrak baku, sehingga akan dikaji mengenai pelaksanaan perjanjian kredit modal kerja di Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Binjai sebagai salah satu jenis kredit yang dilaksanakan sebagai kontrak baku ditinjau dari ketentuan Pasal 18 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelaksanakan perjanjian kredit modal kerja di Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Binjai sebagai kontrak baku, berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap beberapa klausulanya dapatlah diketahui bahwa tidaklah semua masuk dalam rumusan pembatasan yang ditentukan dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Walaupun terdapat beberapa Pasal yang diindikasikan melanggar ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut, maka tetaplah harus memperhatikan tujuan Pasal 18 tersebut untuk menciptakan asas kebebasan berkontrak yang seimbang, selain itu juga harus memperhatikan keberlakuan perjanjian kredit sebagai kontrak baku dalam ruang lingkup perbankan, khususnya karakteristik perbankan yang mengedepankan asas kehatihatian dalam rangka menjaga tingkat kesehatan yang akan berhubungan dengan manajemen resiko.
Aspek Hukum Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja yang Dilakukan oleh Pengusaha
Sri Hidayani;
Riswan Munthe
JURNAL MERCATORIA Vol 11, No 2 (2018): JURNAL MERCATORIA DESEMBER
Publisher : Universitas Medan Area
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31289/mercatoria.v11i2.2017
Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Jenis-jenis pemutusan hubungan kerja adalah: Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Paengusah. Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Pekerja. Pemutusan Hubungan Kerja Batal Demi Hukum. Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Pengadilan.Faktor-faktor penyebab pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh pengusahan adalah karena alasan-alasan yang berhubungan atau yang melekat pada pribadi buruh. Alasan-alasan yang berhubungan dengan tingkah laku buruh dan alasan-alasan yang berkenaan dengan jalannya perusahaan artinya demi kelangsungan jalannya perusahaan. Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh pengusaha dilihat berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.Proses penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau biasa disebut Perselisihan hubungan Industrial diselesaikan melalui Lembaga Bipartit adalah suatu bentuk perundingan antara pekerja/buruh atau serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Dengan lembaga tripartit yaitu Mediasi Konsiliasi, Arbitrase dan Melalui Pengadilan Hubungan Industrial.
UPAYA PENEGAKAN HUKUM ATAS INSIDER TRADING SEBAGAI KEJAHATAN ASAL (PREDICATE CRIME) DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
Firman Halawa;
Marlina Marlina
JURNAL MERCATORIA Vol 5, No 2 (2012): JURNAL MERCATORIA DESEMBER
Publisher : Universitas Medan Area
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31289/mercatoria.v5i2.675
Pasar Modal dapat menjadi sarana pencucian uang karena adanya investasi yang dilakukan dengan tujuan untuk menyamarkan atau menyembunyikan asal usul sumber investasi yang dimasukkan ke Pasar Modal. Pemidanaan atas tindak pidana asal dan pemidanaan atas pemanfaatan hasil tindak pidananya yang kemudian dikenal dengan istilah tindak pidana pencucian uang. Tindak pidana pencucian uang berkaitan erat dengan pelanggaran-pelanggaran di pasar modal termasuk insider trading. Namun kenyataan yang terjadi hingga saat ini belum ada suatu kasus tindak pidana pencucian uang yang kejahatan asalnya insider trading diajukan ke persidangan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR
Marlina Marlina;
Elvi Zahara
JURNAL MERCATORIA Vol 1, No 2 (2008): JURNAL MERCATORIA DESEMBER
Publisher : Universitas Medan Area
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31289/mercatoria.v1i2.650
Anak adalah seseorang yang secara fisik dan psikis memiliki terbatasan dalam memahami hak yang dimilikinya. Anak melakukan segala perbuatan berdasarkan pada keinginannya akan tetapi bukan berdasarkan akibat dan tujuan dari perbuatannya. Banyak anak yang melakukan suatu perbuatan pidana tidak memahami bahwa perbuatannya merupakan perbuatan yang dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana. Terkait dengan perkawinan, anak dibawah umum melakukan perkawinan karena keinginan untuk kawin, kondisi ini berbahaya jika orang tuanya tidak memberikan pengarahan untuk anak sebelum melakukan perkawinan. Kekhawatiran yang muncul anak tidak memahami makna tujuan dan hak dan kewajiban yang timbul dari perkawinan yang dilakukan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN PENGAMANAN (SAFEGUARD) DI INDONESIA RELEVANSINYA DENGAN MEA 2015
Agus Setiawan
JURNAL MERCATORIA Vol 10, No 1 (2017): JURNAL MERCATORIA JUNI
Publisher : Universitas Medan Area
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31289/mercatoria.v10i1.616
Pengamanan perdagangan (safeguard) terhadap industri tekstil dan produk tekstil dalam negeri dalam perundang-undangan di Indonesia saat ini masih belum efektif memberikan kemajuan yang besar bagi industri tekstil dan produk tekstil dalam negeri.Hal ini terlihat dari masih kurang dapat bersaingnya produk tekstil Indonesia di pasar internasional. Tindakan pengamanan (safeguard) berfungsi untuk melindungi industri dalam negeri dari ancamankerugian ataupun kerugian atas terjadinya lonjakan impor. Namun, menurut aturan ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) tidak diperbolehkan lagi melakukan perlakuan yang berbeda terhadap produk dalam negeri dengan produk asing.Hal ini lah yangmenimbulkan pertanyaan mengenai peraturan di Indonesia yang mengatur tentangtindakan pengamanan perdagangan (safeguard).
PENERAPAN HUKUMAN MATI BAGI KORUPTOR DALAM PERSPEKTIF ISLAM DI INDONESIA
Maswandi Maswandi
JURNAL MERCATORIA Vol 9, No 1 (2016): JURNAL MERCATORIA JUNI
Publisher : Universitas Medan Area
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31289/mercatoria.v9i1.353
The application of the death penalty in Indonesia is the most severe punishments were applied to cases which are considered an extraordinary crime (extra-ordinary crime) as the case Terrorists, Drug, Makar and Corruption, the death penalty has a foundation as stipulated in Article 10 letter a figure 1e of the Code of Penal. In corruption cases are death penalty as stipulated in Article 2 paragraph (2) of Law No. 31 of 1999 amended by Law No. 20 of 2001 on Corruption Eradication. Despite the threat of the death penalty for criminals, but in fact until now none of the Decision of the Court of Corruption (Corruption) in Indonesia who dared break the criminals with death sentences, but quite clearly both national law or in the perspective of Islam to justify the enactment of punishment die for criminals who commit corruption under certain circumstances and the perpetration of crimes that can be destructive to the life of the nation.