cover
Contact Name
Hirowati Ali
Contact Email
hirowatiali@med.unand.ac.id
Phone
+6281276163526
Journal Mail Official
mka@med.unand.ac.id
Editorial Address
Faculty of Medicine, Universitas Andalas
Location
Kota padang,
Sumatera barat
INDONESIA
Majalah Kedokteran Andalas
Published by Universitas Andalas
ISSN : 01262092     EISSN : 24425230     DOI : https://doi.org/10.25077
Core Subject : Health,
Majalah Kedokteran Andalas (MKA) (p-ISSN: 0126-2092, e-ISSN: 2442-5230) is a peer-reviewed, open-access national journal published by Faculty of Medicine, Universitas Andalas and is dedicated to publish and disseminate research articles, literature reviews, and case reports, in the field of medicine and health, and other related disciplines
Articles 785 Documents
HUBUNGAN DISTRES DAN KADAR KORTISOL DENGAN KEJADIAN OLIGO-AMENOREA PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA SESUMATERA BARAT Yaslinda Yaunin; Elita G. Ardi; Putri S. Lasmini; Erkadius Erkadius
Majalah Kedokteran Andalas Vol 34, No 2 (2010): Published in August 2010
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (427.814 KB) | DOI: 10.22338/mka.v34.i2.p138-146.2010

Abstract

AbstrakBeberapa penelitian membuktikan bahwa wanita lebih banyak mengalami depresi dari pada pria. Stresor sebagai penyebab distres bisa datang sendiri-sendiri atau bersamaan. Sebagai respon terhadap distres beberapa hormon dan neurotransmitter dikeluarkan untuk mempersiapkan tubuh menahan stresor. Hiperaktivasi HPA-aksis menyebabkan korteks adrenal mengsekresi kortisol secara berlebihan ke dalam darah, juga menyebabkan pelepasan β-endorphin yang berlebihan sehingga terjadi penekanan GnRH dan menghambat LH sehingga terjadi oligomenorea dan amenorea. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik,dengan subjek narapidana wanita di LP wanita se-Sumatera Barat pada bulan Juni 2007 s/d Desember 2007. Kriteria Inklusi : wanita usia 20-40 tahun, tidak sedang menderita penyakit sistemik, haid teratur sebelum masuk penjara, mempuyai BMI normal, bersedia ikut penelitian. Depresi ditegakkan berdasarkan PPDGJ III, sedangkan kortisol diperiksa melalui darah yang diambil melalui vena mediana cubiti pagi dan sore hari melalui pemeriksaan dengan sistem ECLIA. Hasil penelitian menunjukan kadar kortisol pagi hari pada subjek yang mengalami depresi memiliki perbedaan yang bermakna dibanding subjek yang tidak depresi, kadar kortisol sore hari tidak ada perbedaan bermakana antara subjek yang mengalami depresi dibanding tidak depresi. Tidak ada perbedaan kortisol pagi hari pada subjek yang menngalami gangguan haid dengan subjek yang haidnya normal,juga tidak terdapat hubungan yang bermakna antara gangguan haid yang terjadi dengan depresi yang dialami subjek pada penelitian ini (P=0,209).Kata Kunci : Depresi, Kortisol, Oligo-amenoreaAbstractSome studies showed that women more have depression than men.In order as the respon to stressor body will scret some hormones and some neurotransmitters. Hiperactivation of HPA-axis induce adrenal cortex to secretion more cortisol to blood stream and also more β endhorphin that will be pressure GnRH & inhibit LH and the end by oligomenorrhea and amenorrhea. The design of this study is analytic-descriptive studies with subjects prisoner women in WestARTIKEL PENELITIAN139Sumatera,age 20-40, no physical illnes, has normal menstruation before in the prison and BMI normal range.The result showed that cortisol level in the morning is significantly different between depression and non depression subjects. There are no different cortisol level in the afternoon between depression and non depression subjects, and also no different cortisol level women with disregulation menstruation and women with normal menstruation. There are no relationship between disregulation menstruation and depression.Key word : Depression,Cortisol, Oligomenorrhea
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAru LIMFOMA ORtsITA Ardizal Rahman
Majalah Kedokteran Andalas Vol 37 (2014): Supplement 2 | Published in December 2014
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7450.651 KB)

Abstract

Limfoma orbita merujuk pada limfoma yang terjadi di konjungtiva, kelenjar lakrimal, palpebradan otot-otot ekstraokular. Limfoma primer non-Hodgkin (NHL) dari orbita dapat ditemukanpada hanya 1o/o dari semua limforna non-Hodgkin. Anaiisis mutasi somatik pada regiovariabel (V) dari immunoglobulin (ig) dan segmen gen rantai berat (H) telah menunjukkanperan dari stimulasi antigen kronik pada patogenesis limfoma /nucosa-associated lymphoidflssue (MALT). Patogen mikroba seperti Helicobacter pylaridan Chlamydia pneumonia dapaimendasari proses inflamasi dan pada akhirnya memicu akuisisi MALT juga memainkanperan penting dalam tranformasi maligna dan ekspansi klonal lanjutan limfoma. Penentuanstadium kanker sangat penting karena akan menentukan terapi apa yang akan diberikan dankemungkinan remisi dan prognosisnya. Berdasarkan sistem stadium Ann-Arbor, limfoma yangterbatas di orbita disebut sebagai stadium l, keterlibatan struktur sekitar (sinus paranasal,tonsil, dan hidung) menjadikannya stadium ll. Stadium lll adalah penyakit nodal abdominaldibawah diafragma dan stadium lV merujuk pada keterlibatan yang tersebar dari satu ataulebih lokasi ekstranodal (hepar, sum-sum tulang atau sistem saraf pusat). Mayoritas pasiendatang dengan keluhan massa konjungtiva berwarna pink (91%), diikuti hiperemis konjungtiva(32%), propiosis (27%), massa palpebra atau orbita (19"fi, penurunan visus dan ptosis (6%),dan diplopia(2%). Bilateralitas terjadi pada 10% hingga 15% kasus dimana 80 % terjadisecarasimultan sedangkan 20% merupakan kondisi yang berurutan. Penilaian lanjut untuk stagingyang akurat dan perencanaan terapitermasuk anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik,pemeriksaan laboratorium rutin, elektroforesis protein sei-um, LDH serum, Fr-mikroglobulin,rontgen thoraks, CT scan thoraks, abdornen, dan pelvis, dan biopsisum-sum tulang. Diagnosapositif harus berdasarkan pada perneriksaan histologik dari sampeltumor yang memadai yangdiperoleh dengan biopsiorbita. Beberapa kriteria mayor harus dipertimbangkan pada penilaianawal penyakit untuk menentukan ierapi optimal secara jelas, yaitu : (1) subtipe histopatolcgiklimfoma, menurut klasifikasiWHO; (2) perluasan penyakit, clidalam dan di luar regio periokuiar;(3) faktor prognostik yang berhubungan dengan penyakit dan pasien; dan (4) dampak limfomaorbita pada mata dan fungsi visual. Berbagai modalitas terapi konvensiona! dapat diterapkanuntuk iimfoma orbita, termasuk agen tunggal atau kombinasi regimen kemoterapi, radioterapi,dan antibodi anti-CD20 monoklonal atau imunoterapi interferon.
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK PEPAYA TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL, LDL DAN HDL DARAH TIKUS PUTIH JANTAN HIPERKOLESTEROLEMIA Endrinaldi Endrinaldi; Asterina Asterina
Majalah Kedokteran Andalas Vol 36, No 1 (2012): Published in April 2012
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.176 KB) | DOI: 10.22338/mka.v36.i1.p29-38.2012

Abstract

AbstrakPepaya mengandung pektin yang merupakan serat larut air. Pektin berkemampuan mengikat asam empedu dan dieliminasi keluar tubuh melalui feses. Penurunan jumlah asam empedu di lumen usus menyebabkan hepar menggunakan kolesterol dalam darah untuk membentuk asam empedu. Hal tersebut mengakibatkan penurunan jumlah kolesterol.Tujuan studi ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak pepaya mengkal terhadap kadar kolesterol total, HDL dan LDL tikus putih. Desain penelitian ini adalah eksperimental menggunakan 20 ekor tikus putih jantan yang dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok kontrol, dan kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak pepaya dengan dosis 0,5 ml, 1 ml dan 1,5 ml per 200g/BB melalui oral selama 15 hari.Hasil penelitian menunjukkan terjadinya penurunan rerata kadar kolesterol total, LDL, dan peningkatan kadar HDL serum tikus setelah pemberian ekstrak pepaya selama 15 hari secara bermakna (p<0,05). Tetapi tidak terjadi perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara kelompok yang diberi ekstrak pepaya dengan dosis 0,5 ml, 1 ml, dan 1,5 ml.Kesimpulan yang dapat diambil dari studi ini ialah bahwa ekstrak pepaya dapat menurunkan kadar kolesterol total, LDL, dan peningkatan kadar HDL pada serum tikus putih jantanKata kunci : pektin, kolesterol, asam empedu, serat, tikus.AbstractPapaya contain pectin which is a water-soluble fiber. Pectin has the ablity to bind bile acids and eliminated out of the body through the feces. Decrease in the amount of bile acids in intestinal lumen causing liver uses cholesterol to synthesize bile acids blood.The purpose of this study was to see the effect of papaya extract on total cholesterol, HDL and LDL of male rats. This is an experimental research design using 20 white male rats were divided into four groups : control group and group treated with papaya extract a dose of 0,5 ml, 1 ml per 200 gr/body weight orally for 15 days.Results showed a decrease in everage total cholesterol, LDL and increased serum levels of rats after administration of papaya extract after 15 days wereARTIKEL PENELITIAN30significantly (p<0,05). But no significantly difference occused (p>0,05) between groups were fed papaya extractat a dose of 0,5 ml, 1 ml and 1,5 ml.Conclusions from the study are that papaya extract can lower total cholesterol, LDL and levels increased in the serum of male ratsKey word : pectin, cholesterol, bile acid, fiber, rats.
PREVALENSI ISOLAT MRSA PENGHASIL PANTON-VALENTINE LEUKOCIDIN PADA PASIEN ICU RUMAH SAKIT TERSIER Linosefa Linosefa; Delly Chipta Lestari; Ardiana Kusumaningrum; Anis Karuniawati; Andi Yasmon
Majalah Kedokteran Andalas Vol 39, No 1 (2016): Published in April 2016
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (529.517 KB) | DOI: 10.22338/mka.v39.i1.p1-10.2016

Abstract

Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi MRSA penghasil Panton-Valentine leukocidin (PVL) dan pola kepekaannya. Sampel penelitian adalah isolat MRSA dari 315 pasien Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) selama tahun 2011 dan 2014, dengan melakukan identifikasi, uji kepekaan dan uji molekuler terhadap isolat tersebut. Penelitian ini menunjukkan sebanyak 59% dari koloni MRSA yang ditemukan masih sensitif terhadap antibiotik golongan selain β-laktam, sehingga masih dapat diduga sebagai community-associated MRSA (CA-MRSA). CA-MRSA sepertinya mulai ditransmisikan di fasilitas kesehatan. Uji molekuler terhadap isolat MRSA memberikan hasil 8,3% isolat MRSA menghasilkan PVL. Berdasarkan tipe pola kepekaannya isolat MRSA penghasil PVL tersebut masih dapat digolongkan sebagai CA-MRSA. MRSA penghasil PVL ditemukan di RSUPNCM sebagai kolonisasi. Surveilan perlu dilakukan untuk memahami interaksi antara MRSA di komunitas dan rumah sakit, terutama untuk mengurangi transmisi di fasilitas kesehatan.
PENATALAKSANAAN MALIGNANT FIBROUS HISTIOCYTOMA Azamris Azamris
Majalah Kedokteran Andalas Vol 32, No 1: April 2008
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (50.63 KB) | DOI: 10.22338/mka.v32.i1.p8-15.2008

Abstract

AbstrakMalignant fibrous histiocytoma (MFH) merupakan sarkoma jaringan lunak yang banyak ditemukan terutama pada ekstremitas, yaitu 70%-75%. Munculannya berupa massa kelenjar tumor jaringan lunak, besar, dan tidak nyeri. Keadaan ini lebih sering ditemukan pada orang kulit putih dibandingkan dengan kulit hitam. Insiden banyak terjadi pada dekade kelima sampai keenam, dengan metastasis hematogen lebih sering dijumpai. Untuk diagnosis yang definitif diperlukan biopsi yang adekuat, dan untuk eksistensi tumor digunakan CT-Scan/MRI. Untuk diagnosis klinis sangat diperlukan GTNM staging. MFH sangat tidak berespon terhadap adjuvant terapi, oleh karena itu tindakan operatif yang pertama kali sangat menentukan prognosis penderita.Kata Kunci : Malignant Fibrous Histiocytoma - GTNMAbstractMalignant fibrous hystiocytoma (MFH) is a soft tissue sarcoma found mostly (70%-75%). in the extremities. It appears as a mass of large and painless glandular tumor of soft tissue. MFH is found mostly in white people, during fifth and sixth decade of life. Hematogenous metastasis is found more often. For definitive diagnosis, incisional biopsy was needed, and its existence is detected using with CT-Scan/MRI. Clinical diagnosis requires GTNM staging system. MFH is not responsive to adjuvant therapy, therefore the first surgical operation is crucial in defining the patient prognosis.Keywords; Malignant Fibrous Hystiocytoma, GTNMTINJAUAN PUSTAKA
Preface and ToC - Vol 40, No 2 (2017) Redaksi MKA
Majalah Kedokteran Andalas Vol 40, No 2 (2017): Published in September 2017
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1093.871 KB)

Abstract

IDENTIFIKASI DAN PENENTUAN KADAR BORAKS PADA MIE BASAH YANG BEREDAR DIBEBERAPA PASAR DI KOTA PADANG Asterina Asterina; Elmatris Elmatris; Endrinaldi Endrinaldi
Majalah Kedokteran Andalas Vol 32, No 2: Agustus 2008
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (174.421 KB) | DOI: 10.22338/mka.v32.i2.p%p.2008

Abstract

AbstrakDewasa ini penggunaan bahan tambah makanan yang terlarang masih sering ditemukan, bahkan semakin meningkat terutama pada pengusaha pangan yang umumnya dihasilkan oleh industri kecil atau rumah tangga. Hal ini harus diwaspadai bersama baik oleh produsen maupun konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menetapkan kadar boraks pada mie basah yang beredar di beberapa pasar di kota Padang yang dilakukan dilaboratorium Kesehatan Padang dari bulan Maret sampai bulan September 2006. Desain penelitian adalah deskriptif, sampel diambil dari produsen mie yang berbeda secara total sampling, ditemukan sebanyak 10 produsen yang dianalisis dengan metode titrsasi alkalimetri. Hasil penelitian menunjukkan 50% dari mie basah yang dianalisis dijumpai mengandung boraks, dengan kadar masing-masing 384,805 ppm, 394,79 ppm, 478,55 ppm, 484,87 ppm, dan 557,14 ppm. Rata-rata kadar boraks yang ditemukan adalah 460,031  71,249 ppm. Dapat disimpulkan masih ada produsen yang menggunakan boraks pada mie basah yang beredar di pasar kota Padang.Kata kunci : boraks, mie basah, alkalimetriAbstractThe currently the use of the forbidden foods are often found, in particularly in food company which is generally produced by small industri or households was increasing. This should be alert with both the producens and custamers.This reseach is animed to identify and defined the borax level in wet noodles spread in some market in Padang city which performed in the health of laboratory in Padang from March until September 2006. The study design is descriptive. Sample taken from the different noodles producers by totally sampling, was found 10 producers analyzed by titration alkalimetric method. The result suggest 50% of wet noodles analyzed, was found 384.805 ppm; 394.79 ppm; 478.55 ppm; 484.87 ppm; and 557.14 ppm respectively. The average of borax level found are 460.031 ± 71.249 ppm. Could be concluded that remain the producers using borax at wet noodles at some market in Padang.Keywords: borax,wet noodles, alkalimetryARTIKEL PENELITIAN
Preface and ToC - Vol 37, No 2 (2014) Redaksi MKA
Majalah Kedokteran Andalas Vol 37, No 2 (2014): Published in September 2014
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.301 KB)

Abstract

GAMBARAN INFEKSI PROTOZOA INTESTINAL PADA ANAK BINAAN RUMAH SINGGAH AMANAH KOTA PADANG Nurhayati Nurhayati
Majalah Kedokteran Andalas Vol 34, No 1 (2010): Published in April 2010
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (247.115 KB) | DOI: 10.22338/mka.v34.i1.p60-69.2010

Abstract

AbstrakInfeksi protozoa intestinal masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara tropis dan negara berkembang. Yang termasuk ke dalam protozoa intestinal patogen di antaranya adalah G. lamblia dan E. histolitika.Telah dilakukan penelitian terhadap anak binaan Rumah Singgah “Amanah”, Kelurahan Rimbo Kaluang, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang. Pemeriksaan tinja dilakukan terhadap 66 anak dengan metode langsung menggunakan eosin dan lugol. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran infeksi protozoa intestinal pada anak binaan rumah singgah Amanah.Telah dilakukan penelitian di Rumah Singgah “Amanah”, Kelurahan Rimbo Kaluang, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, terhadap anak biaHasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak yang terinfeksi protozoa intestinal sebesar 40,91%. Berdasarkan jenis spesies, distribusi frekuensi terbanyak yang menginfeksi anak adalah G. lamblia yaitu 37,88%, sedangkan infeksi oleh E. histolitika adalah 3,03%. Frekuensi infeksi G. Lamblia lebih tinggi pada umur < 10 tahun yaitu 27,27%, tetapi pada infeksi E. histolitika terlihat tidak ada perbedaan. Distribusi infeksi berdasarkan jenis kelamin hampir sama pada G. lamblia maupun E. histolitika. Berdasarkan pekerjaan, lebih separuh anak binaan yang terinfeksi protozoa intestinal bekerja sebagai penjaja makanan.Kata kunci: Protozoa intestinal, G. lamblia, E. histolitikaAbstractPrevalence of intestinal protozoan infection in Rumah Singgah Amanah, Kota Padang. Intestinal protozoan infection is still a public health problem in tropical countries and developing countries. The intestinal protozoan pathogen of which is G. lamblia and E.histolitika.This research is descriptif study and it was conducted in Rumah Singgah Amanah, Kelurahan Rimbo Kaluang, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang. Stool examination has been carried out to 66 children by direct fecal examination method using eosin and Lugol. The purpose of this research is to know the description of intestinal protozoan in fection in Rumah Singgah Amanah.Prevalence of intestinal protozoa infection was 40,91%, the highest frequent infection was G. lamblia which was 37.88%, E. histolitika was 3.03%. FrequencyARTIKEL PENELITIAN61of G. lamblia infection was higher in age <10 years is 27.27%. There was no different in age in E.histolytica infection. There was no different in sex in both infection. Half of children with intestinal protozoa infection were food seller.Key words : Intestinal Protozoa, G. lamblia, E. histolitika
HUBUNGAN DOKTER-PASIEN MELALUI MEDIA SOSIAL DITINJAU DARI PRINSIP DASAR BIOETIKA Rani Tiyas Budiyanti
Majalah Kedokteran Andalas Vol 37 (2014): Supplement 1 | Published in March 2014
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (708.65 KB)

Abstract

AbstrakPerkembangan teknologi yang ditandai munculnya berbagai alat canggih, kemudahandan kecepatan akses informasi serta komunikasi terjadi di segala aspek kehidupan masyarakattermasuk aspek kedokteran. Munculnya web 2.0 memudahkan penyebarluasan informasi olehadmin maupun pengguna. Salah satunya adalah munculnya media sosial yang dapat diaksesoleh siapa saja, termasuk dokter dan pasien. Fleksibilias dan keterbukaan penggunaan mediasosial menyebabkan pergeseran makna 'kontrak terapeutik' antara dokter dan pasien.Kebebasan interaksi antara dokter pasien mulai dari masalah personal hingga konsultasimasalah kesehatan dapat dilakukan melalui media sosial seperti facebook atau twitter denganmudah dan cepat. Seorang dokter seharusnya berpijak pada kaidah dasar bioetika sebagaiprinsip dasar hubungan dokter-pasien. Hubungan melalui media sosial sebaiknyadipertimbangkan lebih lanjut berdasarkan konsep beneficience, otonomy, nonmaleficience, danjustice. Hubungan dokter-pasien melalui media sosial memberikan efek yang menguntungkanbagi dokter dan pasien, dengan syarat terdapat aturan terlentu yang harus disepakati bersama.Kata kunci: hubungan dokter-pasien, media sosial, prinsip dasar bioetikaAbstractTechnology improvemenf resuifs variety of sophisticated tool, ease of communication inall aspects of iife including meriical aspecfs. The advent of Web 2.0 facilitate dissemination ofinformation by the admin and user. One of them is social media that can be acces-ced by anyane,inctuding doctors and patients. Flexibility oi social media change the meaning of 'therapeuticcontract' between doctors and patients. Free interactions between physicians and patients aboutpersonal to heatth problems can be done through social media like facebook or twitter easily andquickly A doctor should stand on the basic principles of bioethics as a l.rasic principle of thedoctor - patient relationship. Relationship through social media should be considered further bythe concept of beneficience, otonomy, nonmaleficience, and iustice. Doctor-patient relationshipthrough social ntedia provide a beneficial effect for doctars and patients with the ceftain rules.Keywords. doctor - patient relattonship, social media, basic principles of bioethics

Page 3 of 79 | Total Record : 785


Filter by Year

2008 2025


Filter By Issues
All Issue Vol. 48 No. 4 (2025): MKA October 2025 Vol. 48 No. 3 (2025): MKA July 2025 Vol. 48 No. 2 (2025): MKA April 2025 Vol. 48 No. 1 (2025): MKA January 2025 Vol 46, No 12 (2024): Online Oktober 2024 Vol 46, No 11 (2024): July 2024 Vol 46, No 10 (2024): Online May 2024 Vol 46, No 10 (2024): Supplementary April 2024 Vol. 47 No. 4 (2024): MKA October 2024 Vol. 47 No. 3 (2024): MKA July 2024 Vol. 47 No. 2 (2024): MKA April 2024 Vol. 47 No. 1 (2024): MKA Januari 2024 Vol 46, No 9 (2024): Supplementary Januari 2024 Vol 46, No 8 (2024): Online Januari 2024 Vol 46, No 7 (2023): Supplementary December 2023 Vol 46, No 5 (2023): Supplementary July 2023 Vol 46, No 4 (2023): Online Juli 2023 Vol. 46 No. 3 (2023): Supplementary July 2023 Vol 46, No 3 (2023): Supplementary May 2023 Vol. 46 No. 3 (2023): Online Juli 2023 Vol 46, No 2 (2023): Online April 2023 Vol 46, No 1 (2023): Online Januari 2023 Vol 46, No 6 (2023): Online Oktober Vol. 46 No. 4 (2023): Online Oktober Vol 45, No 4 (2022): Online October 2022 Vol 45, No 3 (2022): Online July 2022 Vol 45, No 2 (2022): Online April 2022 Vol 45, No 1 (2022): Online Januari 2022 Vol 44, No 7 (2021): Online Desember 2021 Vol 44, No 6 (2021): Online November 2021 Vol 44, No 5 (2021): Online Oktober 2021 Vol 44, No 4 (2021): Online September 2021 Vol 44, No 3 (2021): Online August 2021 Vol 44, No 2 (2021): Online July 2021 Vol 44, No 1 (2021) Vol 43, No 2 (2020): Online Mei 2020 Vol 43, No 1 (2020): Published in January 2020 Vol 42, No 3 (2019): Published in September 2019 Vol 42, No 3S (2019): Published in November 2019 Vol 42, No 2 (2019): Published in May 2019 Vol 42, No 1 (2019): Published in January 2019 Vol 41, No 3 (2018): Published in September 2018 Vol 41, No 2 (2018): Published in May 2018 Vol 41, No 1 (2018): Published in January 2018 Vol 40, No 2 (2017): Published in September 2017 Vol 40, No 1 (2017): Published in May 2017 Vol 39, No 2 (2016): Published in August 2016 Vol 39, No 1 (2016): Published in April 2016 Vol 38, No 3 (2015): Published in December 2015 Vol 38, No 2 (2015): Published in September 2015 Vol 38 (2015): Supplement 1 | Published in September 2015 Vol 38, No 1 (2015): Published in May 2015 Vol 37, No 3 (2014): Published in December 2014 Vol 37, No 2 (2014): Published in September 2014 Vol 37 (2014): Supplement 2 | Published in December 2014 Vol 37 (2014): Supplement 1 | Published in March 2014 Vol 37, No 1 (2014): Published in May 2014 Vol 36, No 2 (2012): Published in August 2012 Vol 36, No 1 (2012): Published in April 2012 Vol 35, No 2 (2011): Published in August 2011 Vol 35, No 1 (2011): Published in April 2011 Vol 34, No 2 (2010): Published in August 2010 Vol 34, No 1 (2010): Published in April 2010 Vol 33, No 2: Agustus 2009 Vol 33, No 1: April 2009 Vol 32, No 2: Agustus 2008 Vol 32, No 1: April 2008 More Issue