cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. karawang,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum
ISSN : 24427578     EISSN : 25411594     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Ilmiah Hukum De’Jure: Kajian Ilmiah Hukum merupakan Jurnal Ilmu Hukum yang dipublikasikan oleh Lembaga Kajian Hukum Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang. Jurnal tersebut merupakan hasil penelitian serta kajian gagasan konseptual di bidang ilmu hukum terhadap isu-isu hukum, kosenseptual dalam tataran teori dan praktik, putusan pengadilan, analisis kebijakan pemerintah dan pemerintahan daerah serta lainnya.
Arjuna Subject : -
Articles 111 Documents
FUNGSI BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG Arliman, S.E., S.H., M.H., M.Kn, Laurensius
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 2, No 1 (2017): Jurnal Ilmiah Hukum De'Jure: Kajian Ilmiah Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.007 KB)

Abstract

ABSTRAKBadan Kehormatan merupakan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dibentuk untuk menegakan kode etik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pada dasarnya Badan Kehormatan merupakan lembaga pengawasan internal Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Fungsi Badan Kehormatan ada dua, yaitu fungsi aktif dan fungsi pasif. Penulis memilih Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Padang untuk diteliti, karena ada beberapa pelanggaran yang telah diterima dan tidak ditindaklanjuti. Metode penelitian ini adalah yuridis sosiologis. Pada dasarnya Badan Kehormatan telah melaksanakan fungsinya dengan baik, namun belum maksimal dalam penegakannya. Badan Kehormatan selama ini masih kurang mengigit karena tindakan-tindakan yang dilakukan Badan Kehormatan dalam menegakkan kode etik belum memberikan efek jera bagi anggota-anggota dewan yang “nakal”. Kendala-kendala yang dihadapi Badan Kehormatan antara lain: Badan Kehormatan dapat menindaklanjuti suatu pelanggaran karena ada pengaduan dari pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau masyarakat, tetapi sering laporan tidak lengkap. Pengaduan kurang bekerja sama dan unsur kepentingan politik yang masih kental. Penulis memberikan beberapa saran, antara lain: Badan Kehormatan hendaknya melibatkan pihak-pihak lain di luar anggota Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sendiri sehingga mekanisme pengawasan yang berbasis etika dapat terwujud lebih independen dan objektif. Selain itu aturan-aturan yang ada, yaitu kode etik dan tata tertib hendaknya lebih dipertegas dan diperbaiki sedemikian rupa agar anggota dewan tidak memiliki celah untuk terhindar dari sanksi-sanksi Badan Kehormatan.Kata kunci: Fungsi, Badan Kehormatan, DPRD Kota PadangABSTRACTHonorary Board is of the fittings of the regional council established to enforce the code of conduct the Regional Representatives Council. Basically the Ethics Council is an internal oversight agencies Regional Representatives Council. Honorary Board function was twofold function of active and passive functions. The author chose the Honorary Board of the Regional Representatives Council of Padang to be checked, because there are some violations that have been accepted and acted upon. This research method is a juridical sociological. Basically the Ethics Council has been carrying out its function properly, but is not maximized in enforcement. Honorary Board for this is still less bite because of the actions undertaken Honorary Board in enforcing the code of conduct has not provided a deterrent effect for the members of the board were “mischievous”. Constraints faced by the Ethics Council, among others: the Ethics Council to act on an infringement complaint because of the leadership of the Regional Representatives Council, members of the Regional Representatives Council, and/or society, but often the report is not complete. Complaints about cooperation, and an element of political interests is still thick. The author gives some suggestions, such as: the Ethics Council should involve other parties outside the Honorary Board member Legislative Council itself so that the monitoring mechanism based ethics can be realized more independent and objective. In addition to the existing rules, the code of conduct and discipline should be reinforced and improved so that board members do not have a gap to avoid sanctions Ethics CouncilKeywords: Functions, Honorary Board, DPRD City of Padang
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN MEREK SEBAGAI KODE TERSEMBUNYI (INVISIBLE CODE) DARI SEBUAH WEB PAGE (METATAG) DALAM MEDIA INTERNET Saripudin, S.H., M.H, Asep
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 2, No 1 (2017): Jurnal Ilmiah Hukum De'Jure: Kajian Ilmiah Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.007 KB)

Abstract

ABSTRAKHukum Kekayaan Intelektual harus mampu merespon kecepatan temuan-temuan di bidang teknologi untuk berkemampuan memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi negara. Pertumbuhan ekonomi yang terlahir dari adanya kepastian hukum di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang mampu memberikan dorongan positif bagi para insan kreatif untuk dapat mencurahkan potensi pikir yang diwujudkan lewat karya yang bernilai ekonomis. Lebih khusus hukum merek menegaskan tentang bagaimana hukum mampu memberikan perlindungan bagi pemilik merek, perlindungan dari tindakan pelanggaran merek yang sangat merugikan terhadap pemilik merek yang telah berinvestasi sangat besar untuk menghasilkan produk baik barang atau jasa yang berdaya saing. Dalam perkembangan teknologi informasi khususnya internet yang sangat cepat dengan daya jangkau yang sangat luas dan kecepatan yang sangat luar biasa, membuat media ini mampu menjadi instrumen yang sangat penting bagi penopang aktivitas bisinis yang sangat menguntungkan. Namun ternyata dalam perkembangan media internet tersebut, terdapat pihak yang tidak memiliki itikad baik untuk menggunakan merek terkenal yang dijadikan sebagai kode yang tidak tampak dari sebuah web page (metatag), sehingga menguntungkan kepada pengguna metatag tersebut. Hasil pembahasan menegaskan bahwa penggunaan merek sebagai kode yang tidak tampak dari sebuah web page (metatag) oleh pihak lain, telah merugikan pemilik merek yang sebenarnya dan juga konsumen yang melakukan pencarian melalui mesin pencari. Pengguna metatag telah melanggar kepemilikan merek yang bersifat ekslusif yang telah diberikan oleh negara dan melakukan manipulasi terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan menggunakan merek yang bukan miliknya sebagai kode web page.Kata kunci: Perlindungan Hukum Merek, Kode Web Page Tersembunyi (Metatag), InternetABSTRACTIntellectual Property Law have to responsible with the acceleration of human invention in field of technology, and have contribution for the growth of economic’s state. Economic growth as impact of law enforcement in  intellectual property right will spur and push people to exploring their potential intellectual to produce more competitive product. Specially in trade mark law, how the instrument of trade mark law can protect the owner of trade mark (product) from trade mark infringement. As we know the trade mark owner spend for high invest to produce the product, and trade mark infringer  it’s really not fair, some one have advantage without investment, with the bad faith use goodwill from the real trade mark owner. The growth of information technology have give positive impact to the business sector, the coverage, and the acceleration of information can connecting people without borderless.But in this situation we find some one who use the internet to get benefit with bad faith, they use trade mark as invisible instrument (code) from their webpage (metatag). And the result of my research that use trade mark as a code from webpage (metatag) by another party who not the owner of the mark, it’s make damage to the real owner of the mark with lost potential customer who lookng for the product use internet as a tool to find the product. Metatager abusing the exlusive right of trade mark owner, also abusing and manipulating electronic information and or electronic document when he use another party’s trade mark as a code of webpage.Keyword: Trade Mark Protection, Invisible Code of Web Page, Internet
IMPLEMENTASI PERDAMAIAN (ACCORD) PADA PENGADILAN NIAGA DALAM PENYELESAIAN PERKARA KEPAILITAN DI INDONESIA Anita Afriana, S.H., M.H., dan Rai Mantili, S.H., M.H
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 2 No 2 (2017): Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Volume 2 Nomor 2
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.207 KB) | DOI: 10.35706/dejure.v2i2.1301

Abstract

ABSTRAKDalam hukum kepailitan juga mengenal istilah perdamaian, perdamaian dalam hukum kepailitan ini merupakan salah satu cara untuk mengakhiri suatu proses kepailitan yang sedang berjalan. Artikel ini dikhususkan pada perdamaian setelah putusan pernyataan pailit, yaitu akan meneliti mengenai implementasi perdamaian di Pengadilan Niaga Jakarta dan meneliti faktor-faktor yang menjadi hambatan bagi para pihak untuk melaksanakan perdamaian. Artikel ini merupakan bagian dari hasil penelitian yang telah selesai dilakukan, dengan metode yuridis normatif yang tidak hanya terbatas pada penelitan kepustakaan akan tetapi juga memerlukan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer. Data primer diperoleh dari Pengadilan Niaga Jakarta dengan cara wawancara terhadap hakim niaga. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan dengan meneliti bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Berdasarkan hasil penelitian lapangan didapatkan data bahwa mekanisme perdamaian ini jarang sekali dimanfaatkan oleh para pihak, sepanjang Pengadilan Niaga Jakarta berdiri hanya terdapat 2 (dua) perjanjian perdamaian yang disahkan. Hambatan-hambatan yang terjadi dalam praktik sehingga perdamaian tidak dapat dicapai oleh kedua belah pihak di Pengadilan Niaga Jakarta terdiri dari beberapa faktor seperti tidak adanya peran dari hakim dan lembaga, tidak adanya kewajiban untuk berdamai, faktor para pihak (SDM) yang mencapai kesepakatan, adanya prosedur dan mekanisme tertentu, hasil perjanjian perdamaian yang kurang memberikan akibat hukum sehingga memberikan peluang besar bagi Debitur untuk melanggar kesepakatan yang telah disetujui bersama merupakan kendala yang terjadi dalam praktik sehingga perdamaian akan sulit tercapai dan dimanfaatkan para pihak sebagai suatu prosedur beracara dalam menyelesaikan perkara pailit.Kata kunci: Perdamaian, Kepailitan, Pengadilan NiagaABSTRACTIn bankruptcy law also known terms of peace, peace in bankruptcy law is one way to end an ongoing bankruptcy process. This article aims to know devoted to peace after the verdict of bankruptcy declaration, which will examine the implementation of peace in the Commercial Court of Jakarta and examine the factors that become obstacles for the parties to implement peace. This article is part of the research that has been done, with the normative juridical method that is not only limited to the research of the library but also require field research to obtain the primary data. Primary data were obtained from the Jakarta Commercial Court by interviewing commercial judges. Secondary data were obtained from library research by examining primary, secondary, and tertiary legal materials. Based on the results of field research, it is found that the mechanism of peace is rarely used by the parties, as long as the Commercial Court of Jakarta stands only 2 (two) signed peace treaties. The barriers that occur in practice so that peace can not be achieved by both parties in the Jakarta Commercial Court consists of several factors such as the absence of roles of judges and institutions, the absence of obligation to reconcile, the factors of the parties (HR) to reach an agreement, the existence procedures and mechanisms, the result of a peace agreement that gives less legal effect, thus providing a great opportunity for the debtor to violate a mutually agreed agreement is a constraint in practice so that peace will be difficult to achieve and utilized by the parties as a procedural procedure in solving the bankruptcy case.Keyword: Peace, Bankrupty, Commercial Court
PENERAPAN REKONVENSI SEBAGAI HAK ISTIMEWA TERGUGAT DALAM PERKARA PERCERAIAN (TALAK) DI PENGADILAN AGAMA Linda Rachmainy, S.H., M.H., dan Ema Rahmawati, S.H., M.H
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 2 No 2 (2017): Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Volume 2 Nomor 2
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.207 KB) | DOI: 10.35706/dejure.v2i2.1306

Abstract

ABSTRAKGugat balas (rekonvensi) merupakan hak istimewa tergugat untuk mengajukan gugatan balik terhadap penggugat, termasuk dalam perkara cerai (talak) di Pengadilan Agama. Artikel ini bertujuan untuk menguraikan dalam perihal apa saja perkara rekonvensi dapat diajukan oleh tergugat (termohon) pada gugat cerai/permohonan talak di Pengadilan Agama dikaitkan dengan Hukum Acara Perdata dan mengenai sikap hakim Pengadilan Agama dalam memberikan pertimbangan dan putusan terkait dengan gugatan rekonvensi di dalam perkara gugat cerai/permohonan talak. Rekonvensi dapat diajukan untuk setiap perkara dengan pengecualian dalam Pasal 132a HIR. Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriftif analitis yang bertujuan untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai Penerapan Gugat Balas (Rekonvensi) Sebagai Hak Istimewa Tergugat di dalam Praktik Pemeriksaan Perkara Perceraian (Talak) di Pengadilan Agama. Berdasarkan penelitian, pada umumnya perkara perceraian di Pengadilan Agama yang diputus secara contradictoir disertai gugatan rekonvensi yang diajukan bersamaan dengan jawaban. Rekonvensi berkaitan dengan gugatan nafkah akibat talak yaitu nafkah iddah, mut’ah, kiswah, maskan, hak asuh anak (hadhanah) serta biaya hadhanah, yang antara gugatan konvensi dengan rekonvensi memiliki koneksitas erat. Sikap hakim Pengadilan Agama dalam memutus perkara cerai (talak) dengan gugatan rekonvensi disertai pertimbangan hukum yang bervariasi.Kata kunci: Rekonvensi, Tergugat, Pengadilan AgamaABSTRACTDefendant (reconvention) is the privilege of the defendant to file a counter-claim against the plaintiff, including in the divorce (talaq) case in The Court of Islamic Religion. This article aims to describe in what subject matter the reconvention may be filed by the defendant (petitioner) on divorce/divorce petition in The Court of Islamic Religion associated with the Civil Procedure Code and regarding the attitude of Religious Court judges in giving consideration and decision related to the lawsuit of reconciliation in the case divorce lawsuit/petition of divorce. Reconvention may be filed for each case with the exception of Article 132a HIR. The research specification used in this research is an analytical descriptive that aims to obtain a comprehensive description of the Application of Defense (Reconvention) as the Privileges of the Defendant in the Practice of Divorce Case Examination (Talaq) in The Court of Islamic Religion. Based on the research, generally the divorce cases in The Court of Islamic Religion are disconnected contradictoir accompanied by reconvention lawsuit filed simultaneously with the answer. Reconvention relating to the livelihood sued for divorce is the livelihood of iddah, mut'ah, kiswah, maskan, custody of the children (hadhanah) as well as the cost of hadhanah, which between claims and reconciliation claims have close connexity. The attitude of Religious Court judges in deciding divorce cases (talaq) with the lawsuit of reconvention accompanied by various legal considerations.Keyword: Reconvention, Defendants, The Court of Islamic Religion
DAMPAK PENERAPAN PRINSIP COMMON HERITAGE OF MANKIND DI KAWASAN DASAR LAUT DAN SAMUDERA YANG BERADA DI LUAR YURISDIKSI NASIONAL SERTA PEMANFAATAN SUMBER DAYA MINERAL DI KAWASAN TERSEBUT BERDASARKAN HUKUM Davina Oktivana
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 1 No 1 (2016): Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Volume 1 Nomor 1
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.203 KB) | DOI: 10.35706/dejure.v1i1.409

Abstract

ABSTRAKDasar laut dan dasar samudera diketahui sebagai lokasi di mana banyak ditemukan sumber non-hayati berupa batu-batuan yang kaya akan kandungan logam dan mineral. Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur dasar laut dan samudera yang berada di luar yurisdiksi nasional atau disebut sebagai Kawasan, serta pemanfaatan sumber daya non-hayati khususnya sumber daya mineral dengan menerapkan prinsip common heritage of mankind. Seluruh aktivitas yang berkaitan dengan eksplorasi dan eksploitasi di Kawasan diatur oleh International Seabed Authority (ISBA). ISBA memiliki kewenangan dalam menentukan Negara atau perusahaan mana yang akan melakukan penambangan, lokasi mana yang dapat dilakukan penambangan, jangka waktu serta biaya yang ditetapkan. Dalam tulisan ini akan ditelusuri bagaimana aspek hukum konsep benefit for mankind dan benefit sharing dalam penerapan prinsip common heritage of mankind terhadap Kawasan dan sumber daya mineral yang terkandung di dalamnya, dimulai sejak kemunculannya dan perkembangan yang menyertainya, kemudian bagaimana aspek-aspek lain yang mempengaruhi penerapan prinsip tersebut. Terakhir, akan dijelaskan mengenai dampak terhadap perlindungan lingkungan laut yang muncul akibat kegiatan eksplorasi dan eksploitasi terhadap sumber daya mineral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan prinsip common heritage of mankind melahirkan konsep benefit for mankind dan benefit sharing dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral di Kawasan. Konsep benefit for mankind berarti semua negara tanpa terkecuali memiliki hak yang sama untuk melakukan kegiatan di Kawasan, sementara benefit sharing adalah pembagian keuntungan dari Negara-negara penambang yang di distribusikan secara merata kepada negara dengan status least-developed atau negara tidak berpantai (land-locked states). Terdapat pengaturan secara zonasi dan pembedaan spesies dalam upaya melakukan tindakan konservasi, serta pengaturan khusus mengenai pencemaran lingkungan laut oleh aktivitas penambangan di Kawasan berdasarkan KHL 1982, 1994 Agreement, The Mining Code (ISBA) maupun prinsip-prinsip yang berlaku berdasarkan hukum kebiasaan internasional.Kata kunci: Common Heritage of Mankind, Kawasan Dasar Laut, Sumber Daya Mineral.ABSTRACTSeabed and ocean floor known as the site where many non-biological sources found in the form of rocks rich in metals and minerals. Convention on the Law of the Sea 1982 regulates the of oceans and seas which are beyond national jurisdiction or referred to as the Region, as well as the utilization of non-living resources, especially mineral resources by applying the principle of common heritage of mankind. All activities related to the exploration and exploitation in the area governed by the International Seabed Authority (ISBA). ISBA have the authority to determine the country or which company will do mine, which location do mining, as well as the time period a set fee. In this article will explore how the legal aspects of the concept of benefit for mankind and benefit sharing in the application of the principle of common heritage of mankind against the Region and mineral resources contained therein, starting from its origins and developments that accompany it, then what about the other aspects that affect the application of the principle. The last, in this article will explain the impact on the protection of the marine environment arising from the exploration and exploitation of mineral resources. The results showed that the application of the principle of common heritage of mankind gave birth to the concept of benefit for mankind and benefit sharing in the exploration and exploitation of mineral resources in the Area. The concept of benefit for mankind means all countries without exception have the same rights to perform activities in the Region, while benefit sharing is the sharing of benefits from countries miners were distributed evenly to the state or the status of least-developed countries are not locked (land-locked states). There are zoning regulation and differentiation of species in an effort to make conservation measures, as well as special arrangements regarding pollution of the marine environment by mining activities in the area based KHL 1982, 1994 Agreement, The Mining Code (ISBA) and the principles that apply under customary international law.Keywords: Common Heritage of Mankind, Seabed Area, Mineral Resources.
KEWENANGAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN TERHADAP DUGAAN PELANGGARAN KODE ETIK ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Pamungkas Satya Putra, S.H., M.H
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 1 No 1 (2016): Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Volume 1 Nomor 1
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.203 KB) | DOI: 10.35706/dejure.v1i1.414

Abstract

ABSTRAKRepublik Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana tertuang dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3). Kebijakan yang mereduksi regulasi, governance (tata pemerintahan) dan risk (risiko) merupakan hukum yang ideal dalam bentuk mengawal dari upaya menghindari kemerosotan akan kepercayaan dan ketidakpatuhan terhadap hukum dan etika. Aspek-aspek tersebut yang seyogyanya merupakan landasan dari pembentukan kebijakan yang bersifat langsung mengatur melalui pembentukan badan kehormatan yaitu “Mahkamah Kehormatan Dewan” untuk melindungi kewibawaan (gezag organisatie) DPR RI sebagai lembaga perwakilan rakyat. MKD merupakan salah satu dari alat perlengkapan DPR RI. Berdasarkan hal tersebut tujuan penelitian ini yaitu pertama untuk mengkaji dan menganalisis mengenai pengaturan Mahkamah Kehormatan Dewan berdasarkan Undang-undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan kedua untuk meneliti dan menganalisis mengenai implementasi dan implikasi pengaturan Mahkamah Kehormatan Dewan berdasarkan Undang-undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.Kata kunci: Kewenangan, Mahkamah Kehormatan Dewan, Pelanggaran Kode Etik.ABSTRACTThe Republic of Indonesia as a state based on law as regulated in The Constitution of The Republic of Indonesia 1945 Article 1 (3). Policies such as regulation, governance and risk is an ideal form of law in guarding democracy than an attempt to avoid the deterioration of belief and non-compliance with laws and ethics. These aspects should be a foundation of the establishment of a policy that is directly regulate through the creation of honorary bodies of "the Court of Honor Council" to protect authority (gezag organisatie) of The House of Representatives as a representative institution of the people. MKD is one of the committee The House of Representatives. Based on the purpose of this study in the first to examine and analyze “the Court of Honor Council” regulation based on The Law of The Peoples Consultative Assembly, The House of Representatives, The Regional House of Representatives and The Regional Representatives Council, secondly to research and analyze the implementation and implications of the Court of Honor Council regulation based on the Law of The Law of The Peoples Consultative Assembly, The House of Representatives, The Regional House of Representatives and The Regional Representatives Council.Keywords: Authority, the Court of Honor Council, Violations of the Code of Ethics.
KEWENANGAN BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN PASCA BERLAKUNYA POJK NOMOR 1/POJK.07/2013 DAN POJK NOMOR 1/POJK.07/2014 TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA NASABAH DI INDONESIA Nun Harrieti, S.H., M.H
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 1 No 2 (2016): Jurnal Ilmiah Hukum De'Jure: Kajian Ilmiah Hukum Volume 1 Nomor 2
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.203 KB) | DOI: 10.35706/dejure.v1i2.512

Abstract

ABSTRAKSejak 31 Desember 2013 fungsi, tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengawasi perbankan telah beralih secara efektif dari Bank Indonesia (yang selanjutnya disebut dengan BI) kepada Otoritas Jasa Keuangan (yang selanjutnya disebut dengan OJK), sehingga saat ini kewenangan BI mencakup kebijakan moneter dan dalam lalu lintas pembayaran. Tahun 2014 BI telah menetapkan PBI tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran dan sebelumnya PBI tentang Mediasi Perbankan serta OJK menetapkan POJK tentang Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan yang berlaku secara efektif sejak Juli 2014 dan POJK tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. Aturan-aturan tersebut diantaranya mencakup mengenai mekanisme penyelesaian sengketa melalui fasilitasi BI dan OJK, mengingat Nasabah sebagai konsumen perbankan tercakup dalam lingkup aturan-aturan tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah kewenangan BI dan OJK dalam penyelesaian sengketa nasabah di Indonesia serta bagaimanakah sinkronisasi kewenangan BI dan OJK dalam penyelesaian sengketa nasabah tersebut. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Kewenangan BI dan OJK dalam penyelesaian sengketa nasabah di Indonesia adalah berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 7 Undang-undang OJK yaitu sengketa yang mencakup ranah microprudential menjadi kewenangan OJK dan yang mencakup ranah macroprudential menjadi kewenangan BI termasuk dalam penyelesaian sengketa nasabah dalam sistem pembayaran. Sinkronisasi kewenangan BI dan OJK dalam penyelesaian sengketa nasabah di Indonesia dilakukan dengan cara berkoordinasi sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 39 Undang-undang OJK, agar tidak terjadi tumpang tindih pengaturan penyelesaian sengketa nasabah.Kata kunci: Sengketa Nasabah, Perbankan, Mekanisme Penyelesaian Sengketa.ABSTRACTSince December 31, 2013 the functions, duties and authority to regulate and supervise the banking system has been switched effectively from Bank Indonesia (hereinafter referred to as BI) to the Authority Financial Services (hereinafter referred to as the OJK), so this time the authority of BI include monetary policy and in payment traffic. In 2014 the central bank has set a regulation on Consumer Protection Service Payment System and previous PBI on Banking Mediation and OJK set POJK on Consumer Protection Financial Services which took effect in July 2014 and POJK on Institute Alternative Dispute Resolution. Among them are rules include the mechanisms of dispute resolution through the facilitation of BI and the OJK, given the customer as a consumer banking within the scope of those rules. The problem in this research is how authority BI and OJK in the dispute resolution of customers in Indonesia as well as how the synchronization BI and OJK authority in the customer dispute resolution. This study uses normative juridical approach with specifications descriptive analytical research. BI and OJK authority in of customers dispute resolution in Indonesia is based on the provision in Article 7 of Law OJK that disputes include microprudential sphere under the authority of OJK and that includes the realm of authority BI macroprudential be included in a of customers dispute resolution in the payment system. Synchronization authority of BI and OJK in of customers dispute resolution in Indonesia is done by way of coordination as provided for in Article 39 of the Law of OJK, in order to avoid overlapping of customers dispute resolution arrangements.Keywords: Customer Dispute, Banking, Dispute Resolution Mechanism.
STUDI PERBANDINGAN PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS DAN IMPLEMENTASINYA ANTARA LEMBAGA BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA DAN SINGAPORE INTERNATIONAL ARBITRATION CENTRE Grasia Kurniati, S.H., M.H
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 1 No 2 (2016): Jurnal Ilmiah Hukum De'Jure: Kajian Ilmiah Hukum Volume 1 Nomor 2
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.203 KB) | DOI: 10.35706/dejure.v1i2.507

Abstract

ABSTRAKForum penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang dikenal saat ini adalah Arbitrase Nasional dan Arbitrase Internasional. Yang dimaksud dengan Arbitrase Internasional adalah suatu metode yang sangat dikenal yang digunakan untuk menyelesaiakan sengketa antara para pihak yang terikat dalam suatu kontrak bisnis internasional. Sejalan dengan arbitrase pada umumnya, arbitrase internasional tercipta dari klausul arbitrase yang dituangkan di dalam kontrak yang sudah disetujui oleh para pihak yang terikat di dalamnya. Penyelesaian sengketa internasional yang berdasarkan kontrak bisnis internasional secara luas dijalankan di bawah beberapa institusi peradilan wasit internasional ternama, salah satunya adalah Singapore International Arbitration Center (yang selanjutnya disebut SIAC). Mengenai posedur pelaksanaan putusan arbitrase di Indonesia dibedakan berdasarkan jenis putusan, yakni putusan arbitrase nasional atau putusan arbitrase internasional. Yang dimaksud dengan putusan arbitrase internasional adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka (9) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian Sengketa. Melatarbelakangi penelitian ini adalah bahwa para pelaku bisnis, baik domestik maupun internasional, dalam menyelesaikan sengketa bisnis mereka lebih memilih penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase, khususnya SIAC dibanding dengan lembaga arbitrase seperti BANI. Hal ini yang akan diteliti apa dan bagaimana proses dan tata cara yang ada pada kedua lembaga tersebut, sebagai perbandingan serta kelebihan dan kekurangannya. Penelitian ini membahas mengenai perbandingan proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase pada lembaga BANI dan SIAC, sehingga didapatkan data mengenai bagaimana metode penyelesaian sengketa melalui arbitrase tersebut menjadi pilihan utama bagi para pelaku bisnis yang bersengketa. Hasil penelitian membuktikan bahwa proses dan tata cara penyelesaian sengketa pada lembaga SIAC memiliki perbedaan dengan lembaga BANI dalam proses dan tata cara serta dasar hukum yang digunakan dalam penyelesaian sengketa bisnis para pihak.Kata kunci: Perbandingan, Putusan Arbitrase, Implementasi. ABSTRACTForum dispute resolution through arbitration that we know today is the National Arbitration and International Arbitration. What is meant by International Arbitration is a well known method used for resolving disputes between parties who are bound in an international business contracts. In line with arbitration in general, international arbitration is created from arbitration clause contained in a contract that has been agreed by the parties who are bound in it. International dispute resolution is based on broad international business contracts executed under some judicial institutions internationally renowned referees, one of which is the Singapore International Arbitration Center (SIAC). Procedure regarding the implementation of the arbitral award in Indonesia distinguished by the type of decision, the arbitration award of national or international arbitration decision. What is meant by international arbitration decision is stipulated in Article 1 point (9) of Law Number 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Settlement. The background of this research is that businesses, both domestic and international, to resolve business disputes they prefer resolving disputes through arbitration institutions, in particular SIAC compared with BANI institutions. It is to be examined whether and how the process and procedures that exist in both institutions, as well as the comparative advantages and disadvantages. This study discusses the comparison process of dispute resolution through arbitration in BANI Institutions and SIAC, so we get the data of how the method of dispute resolution through arbitration has become the primary choice for businesses in the dispute. The research proves that the processes and procedures for dispute resolution in the SIAC institutions have differences with BANI institutions in the processes and procedures and the legal basis used in the settlement of business disputes between the parties. Keywords: Comparison, Arbitral, Implementation. 
Pedoman Penulisan Penulisan, Pedoman
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 2, No 1 (2017): Jurnal Ilmiah Hukum De'Jure: Kajian Ilmiah Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.007 KB)

Abstract

Pedoman Penulisan
ANALISIS NORMATIF PENATAAN HUKUM TERHADAP KRITERIA KEADAAN MEMAKSA DALAM PROSES PENERBITAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 M. Holyone N. Singadimedja, S.H., M.H, Ida R. Hasan, S.H., M.H
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 2, No 1 (2017): Jurnal Ilmiah Hukum De'Jure: Kajian Ilmiah Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.007 KB)

Abstract

ABSTRAKPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau disingkat Perppu adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang. Hal tersebut didasarkan kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Jo. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal yang diteliti di dalam penulisan ini yaitu kedudukan Perppu dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca amandemen dan Perppu dalam perspektif konsep negara hukum. Dalam menafsirkan istilah “hal ihwal kegentingan yang memaksa” dalam penerbitan Perppu, maka sudah seharusnya undang-undang menerjemahkan secara lebih detail kehendak dari Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sifat “hal ihwal kegentingan yang memaksa” dalam konteks kenegaraan hanya dilihat sebagai aspek hak prerogatif Presiden tanpa menilai sistem cheks and balances mekanisme pengujian Perppu oleh DPR.Kata kunci: Kriteria Keadaan Memaksa, Perppu, UUD NRI Tahun 1945ABSTRACTGovernment Regulation Regarding Act or abbreviated as Perppu is a Legislation stipulated by the President in the case of crucial urges. The substance of Government Regulation Regarding Act is the same as the substance of the Act. It is based on the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 Jo. Law No. 12 Year 2011 on the Establishment of Legislation. It studied in this paper that the position of regulation has in the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 after the amendment and regulation has in the perspective of the concept of legal state. In interpreting the term "happenings crunch that forced" in the issuance of regulation has, then it should act in more detail translate the will of Section 22A of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945. This research is descriptive and normative approach. The nature of "happenings crunch that forced" in the context of the state is only seen as an aspect of the prerogative of the President without judging cheks and balances system testing mechanism Perppu by Parliament.Keyword: Criteria of Forced Condition, Perppu, The Constitution of The Republic of Indonesia Year 1945

Page 2 of 12 | Total Record : 111