cover
Contact Name
David Alinurdin
Contact Email
veritas@seabs.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
veritas@seabs.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan
ISSN : 14117649     EISSN : 26849194     DOI : -
Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan is a peer-reviewed and open-access journal published semiannually (June and December) by Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary), Malang City, East Java, Indonesia. The journal specializes in evangelical theology that focuses on the novelty in biblical studies, systematic theology, and practical theology, contributing to theological studies and ecclesial ministry. Manuscripts submitted for publication in this journal include quantitative or qualitative field research findings, conceptual and critical studies, exegesis or exposition material, case studies, and other forms of original thought in the broad scope of theological research, supported with academic references that are adequate, robust, and accurate.
Articles 413 Documents
Apologetika Kristen : Tanggung Jawab Semua Anak Tuhan Tanudjaja, Rahmiati
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 6 No 2 (2005)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.5 KB)

Abstract

Apologetika berasal dari kata Yunani apologia yang berarti berbicara untuk mempertahankan atau memberikan jawaban. Di dalam kitab suci kata ini dipakai dalam konteks 1 Petrus 3:15-16: "Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab (apologia) kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu." Jadi, apologetika artinya adalah sebuah studi untuk mempelajari bagaimana melaksanakan pertanggungan jawab, mempertahankan atau memberikan jawaban dari apa yang ia yakini dengan efektif. Lalu apa artinya apabila kata apologetika dikaitkan dengan kata Kristen?
Misi Personal dan Komunal : Perbandingan Yohanes 1:35-51 dan 2:12-25 Barus, Armand
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 6 No 2 (2005)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.768 KB)

Abstract

Perkembangan suatu agama dipengaruhi dan dibentuk oleh konsep keselamatan. Demikian juga perkembangan agama Kristen bertumpu pada konsep keselamatan. Dengan perkataan lain, teologi dan praksis misi berdasarkan pada dan mengalir dari konsep keselamatan. Perkembangan agama Kristen ke seluruh dunia didorong oleh konsep keselamatan yang ingin disebarkan agar orang lain mengikutinya. Di samping itu perlu diperhatikan bahwa misi dalam PB tidak mengenal dikotomi pemberitaan injil dan perbuatan sosial. Misi PB selalu holistis. Namun ada masalah lain. Pemberitaan injil memberi penekanan pada individualitas, sedang perbuatan sosial menekankan komunitas. Dikotomi personal-komunal sebenarnya telah melandasi berbagai rumusan konsep misi Kristen, seperti terungkap, misalnya, dalam istilah-istilah penginjilan, penanaman gereja (church planting) ... Bagaimana di Indonesia? Secara umum dapat dikatakan adanya karakter komunal bangsa Indonesia. Sifat komunal ini tercermin dalam bentuk yang dikenal sebagai “gotong royong.” Pada hakikatnya, konsep gotong royong tidak memberikan ruang terhadap semangat individualistis. Konsep keselamatan individualistis yang dibawa oleh bentara Kristus dari Barat tentu saja masuk ke dalam ruang berbeda dengan asalnya. Tetapi apakah konsep keselamatan harus sesuai dengan konteks agar dapat diterima? Pengalaman gereja di Barat masa kini tidak memperlihatkan demikian. Sejatinya, yang diperlukan gereja di Indonesia bukan konsep keselamatan personal atau komunal, tetapi suatu konsep keselamatan personal dan komunal. Jika demikian, bagaimana dengan konsep keselamatan dalam PB? Apakah keselamatan PB bersifat personal atau komunal? Apakah konsep keselamatan PB bersifat holistis? Dengan kata lain, apakah dikotomi personal-komunal dapat dibenarkan? Tulisan berikut berusaha membuktikan bahwa kontur keselamatan PB selalu berdimensi personal dan komunal. Dengan pendekatan naratif (narrative criticism) diupayakan menyusun suatu gambar komprehensif konsep keselamatan dengan sampel teks Injil Yohanes.
Globalisasi, Gereja Injili dan Transformasi Sosial Mamahit, Ferry Yefta
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 6 No 2 (2005)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.589 KB)

Abstract

Sebuah penelitian terhadap keprihatinan sosial gereja injili, khususnya terhadap masalah kemiskinan di dua kota besar Jakarta dan Bandung, mengungkapkan bahwa sekitar 20-27% dari seluruh responden telah mengalokasi dana untuk urusan sosial dan itu dilakukan 1-4 kali per tahun, dan kemungkinan hal itu dilakukan secara seremonial, maksudnya dilakukan pada saat perayaan-perayaan gerejawi seperti Paskah, Natal atau acara tertentu. Informasi ini mengisyaratkan betapa kurangnya tanggapan komunitas orang percaya terhadap masalah kemiskinan. Tindakan sosial belum menjadi sebuah “gaya hidup.” Di satu sisi, gereja injili memang masih sedang bergumul dengan masalah kekurangpekaan terhadap masalah-masalah sosial, namun, di sisi lain, masalah kemiskinan itu sendiri telah menjadi hal yang tidak dapat dihindari. Celakanya, kemiskinan ini terjadi karena sebuah proses “alamiah” yang tak terelakkan: globalisasi. ... Tulisan ini akan berusaha menjelaskan apa globalisasi itu dan bagaimana dampak-dampak negatif yang dihasilkannya, khususnya dalam bidang sosioekonomi. Selanjutnya, pembahasan akan ditujukan kepada bagaimana sikap gereja sejauh ini dan apa yang menyebabkan sikap seperti itu terjadi. Akhirnya, tulisan ini akan mengusulkan semacam kerangka konseptual teologis (conceptual theological framework) sederhana, bagaimana gereja injili dapat menjadi agen perubahan (transformasi) sosial di tengah-tengah gelombang globalisasi dengan segala akibatnya yang tak terbendung itu. Sementara banyak orang di Indonesia dan sebagian negara-negara miskin dan berkembang menghadapi dampak sosioekonomis globalisasi, diharapkan melalui tulisan ini, gereja-gereja injili dapat semakin berperan sebagai agen transformasi sosial, yang dapat menyatakan Kristus sebagai Penebus yang membarui dan mentransformasi masyarakat (bdk. paradigma Christ the Transformer of Culture dari Richard Niebuhr).
Karakteristik Pendidikan Kristen Santoso, Magdalena Pranata
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 6 No 2 (2005)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.854 KB)

Abstract

Tulisan ini merupakan refleksi pengalaman dan pergumulan penulis dalam pelayanan di dunia pendidikan Kristen selama ini. Ada ungkapan kepedihan dan keprihatinan, tetapi juga ada harapan dan keyakinan. Penulis percaya bahwa pelayanan pendidikan Kristen merupakan pelayanan yang sangat efektif untuk melayani Tuhan. Karena itu sangat penting untuk memahami apakah sesungguhnya karakteristik pendidikan Kristen? Supaya setiap hamba Tuhan dan pendidik Kristen dapat sungguh meyakini bahwa yang sedang dikerjakannya adalah benar-benar pendidikan yang Kristen dan bukan pendidikan dengan label Kristen. Karakteristik yang akan dibahas ini dapat menjadi sebuah refleksi (perenungan) untuk melakukan evaluasi diri.
Fellow-Workership (Ef. 4:7-16) Maleachi, Martus Adinugraha
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 6 No 2 (2005)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.413 KB)

Abstract

Naskah khotbah
Menjadi Jemaat Multikultural : Suatu Visi untuk Gereja-Gereja Tionghoa Injili Indonesia yang Hidup di Tengah Konflik Etnis dan Diskriminasi Rasial Dawa, Markus Dominggus L.
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 7 No 1 (2006)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (20.88 KB)

Abstract

Etnis Tionghoa adalah bagian dari keanekaragaman bangsa ini. Meski berkali-kali hal ini coba disangkali dan mungkin hendak dihapuskan dari kenyataan bangsa ini, etnis Tionghoa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari negeri ini. Etnis Tionghoa bukan orang asing di negeri ini. Etnis Tionghoa juga adalah salah satu pemilik sah sekaligus pendiri bangsa ini. Gereja-gereja Kristen Tionghoa harus menyadari benar kenyataan tersebut. Sebagai bagian dari keseluruhan etnis Tionghoa di Indonesia, gereja-gereja Kristen Tionghoa adalah juga pemilik sah dan sekaligus pendiri bangsa ini. Kesadaran ini perlu dipupuk dan diperkuat dalam ingatan orang-orang Kristen Tionghoa agar di tengah-tengah berbagai luka sejarah yang dipikulnya, gereja-gereja Kristen Tionghoa dapat menjadi alat Tuhan menyembuhkan keutuhan hidup bangsa yang terus bergumul dengan keanekaragamannya ini. Di tengah bangsa yang terus berjuang untuk menjadi bangsa yang menerima etnis Tionghoa sebagai pemilik sah dan pendiri bangsa ini, gereja-gereja Tionghoa mendapat kesempatan istimewa untuk menjadi zona rekonsiliasi antar-etnis, khususnya di antara etnis Tionghoa dan non-Tionghoa. Kalau demikian maka pertanyaan selanjutnya yang penting untuk didiskusikan adalah: Bagaimana caranya? Bagaimana caranya supaya gereja-gereja Kristen Tionghoa dapat berperan menjadi alat Tuhan yang membawa kesembuhan kepada hidup bangsa ini? Dalam bagian ini saya akan mendiskusikan apa yang saya sebut jemaat multikultural. Untuk maksud itu, saya akan mengajak kita melihat terlebih dahulu apa yang dikatakan Alkitab mengenai jemaat multikultural, selanjutnya kita akan melihat beberapa gagasan sejenis yang telah diungkapkan oleh beberapa orang. Pertama-tama saya akan mengangkat pemikiran Andrew Sung Park, profesor teologi di United Theological Seminary, Dayton, Ohio, dalam bukunya Racial Conflict & Healing: An Asian-American Theological Perspective. Selanjutnya saya akan mengangkat hasil penelitian gereja-gereja di AS yang dilakukan oleh sebuah tim dari Emory University, yang dipimpin oleh Charles R. Foster dan Theodore Brelsford dan dibukukan dalam buku We Are the Church Together: Cultural Diversity in Congregational Life. Terakhir saya akan membahas sedikit salah satu dokumen penting Presbyterian Church in the United States (PCUSA) tentang visi mereka menjadi gereja multikultural dan dibukukan dalam buklet yang berjudul “Living the Vision: Becoming A Multicultural Church.” Di bagian akhir, berangkat dari diskusi di bagian sebelumnya, saya akan coba tunjukkan bagaimana jemaat multikultural dapat menjadi alat yang sangat efektif membawa kesembuhan kepada luka-luka disintegrasi bangsa ini dan selanjutnya beberapa gagasan tentatif tentang bagaimana jemaat multikultural dapat diwujudkan dalam gereja-gereja Tionghoa masa kini.
Mencoba Mengerti Kesulitan untuk Mengampuni : Perjalanan Menuju Penyembuhan Luka Batin yang Sangat Dalam Soesilo, Vivian A.
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 7 No 1 (2006)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (19.64 KB)

Abstract

Pengalaman mengkonseling beberapa orang yang mengalami luka batin, terutama Bu Lely (BL, 38 tahun) membuat saya tertarik untuk belajar lebih banyak tentang kesulitan untuk mengampuni. Sejak kecil BL mengalami berbagai penganiayaan dan pernikahannya dengan Pak Kadir (PK) selama 8 tahun makin membuatnya mengalami berbagai kekerasan fisik, emosi, seksual yang dahsyat dan bertubi-tubi. Setelah 32 bagian dari tubuhnya retak, 8 di antaranya di bagian kepala, dan BL berubah dari orang yang atletis menjadi orang yang perlu bantuan kursi roda, BL menceraikan suaminya. PK harus mendekam di penjara selama 16 tahun. Waktu saya berjumpa dengan BL untuk pertama kalinya, BL sudah dikonseling oleh beberapa konselor lainnya selama dua tahun. Memang dapat dimengerti kalau hati, pikiran dan gerak-gerik BL penuh dengan kemarahan. Dalam beberapa konseling kemudian, saya bertanya apakah BL mau mempertimbangkan pengampunan dalam proses penyembuhan luka batinnya yang sangat dalam. “Tidak mungkin!” Tetapi dua bulan kemudian BL berkata, “Saya sudah mengampuni PK!” Menurut BL, ini pertama kalinya, ia dapat menyebut nama PK dalam tiga tahun terakhir. Keputusan mengampuni PK membuat beban BL terlepas, katanya seperti bayi yang baru lahir saja. Namun dua bulan kemudian BL berubah, “Saya tidak akan mengampuni mama, ia [tidak mau sebut nama PK] dan pemerintah! Saya sudah putus hubungan dengan mereka semua!” Sebulan kemudian BL menunjukkan kepada saya setumpuk karya seni yang baru ia gambar tentang berbagai orang penting dalam hidupnya dan berkata, “Saya sudah mengampuni dan berbaik kembali dengan mama.” Beberapa minggu kemudian BL “berbicara” dengan PK melalui kursi kosong selama beberapa menit, secara simbolis “membakar” kepahitan batinnya di lilin yang saya bantu nyalakan (BL sulit mengkoordinasi jarinya, salah satu dampak dari kekerasan fisik yang diterimanya). Namun beberapa minggu kemudian, BL kembali sulit mengampuni lagi. Dalam proses lebih mengerti kesulitan untuk mengampuni ini membuat saya tertarik untuk menulis artikel ini. Saya membagi artikel ini menjadi lima bagian, yaitu definisi singkat pengampunan, mengurangi “perasaan tidak mengampuni,” manfaat pengampunan, kesulitan mengampuni, dan ringkasan.
Telaah Kritis terhadap Konsep Doa Peperangan Rohani Tingkat "Strategis" menurut Peter Wagner ., Soerono
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 7 No 1 (2006)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.696 KB)

Abstract

Prinsip “risiko besar, untung besar” tidak hanya berlaku dalam dunia bisnis, namun juga dalam hal doa, demikian keyakinan C. Peter Wagner. Di sini ia sedang berbicara tentang jenis doa peperangan rohani pada tingkat “strategis” (DPRTS). Menurutnya, doa jenis ini seharusnya menjadi prioritas utama dari umat Tuhan karena doa ini memiliki efektivitas yang tinggi dalam kaitan dengan kegiatan penginjilan. Mengapa bisa demikian? Karena doa ini difokuskan untuk menggempur kekuatan yang berada di balik setiap pemberontakan terhadap Allah dan penolakan terhadap pemberitaan Injil. Di Indonesia, praktik ini mencuat ke permukaan melalui gerakan-gerakan doa yang diadakan baik dalam skup kota, daerah, maupun nasional. Umumnya gerakan-gerakan doa itu dimulai dengan pemetaan rohani untuk wilayah-wilayah yang menjadi fokus doa. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengidentifikasi kekuatan kegelapan yang berkuasa atas daerah tersebut. Setelah selesai dengan fase ini, barulah upaya-upaya doa diarahkan untuk mememerangi kuasa-kuasa tersebut sampai pintu pemberitaan Injil terbuka. Artikel ini akan menyoroti DPRTS dari sudut pandang doa itu sendiri. Dengan kata lain, makalah ini tidak dimaksud untuk menguji secara eksegetikal ayat-ayat pendukung yang dipergunakan oleh Wagner untuk membangun argumentasi tentang roh-roh teritorial dan DPRTS. Makalah ini juga tidak akan memaparkan uraian yang ekstensif tentang ayat-ayat Alkitab yang berbicara tentang peperangan rohani. Ayat-ayat Alkitab akan dibahas secara selektif dalam rangka menempatkan konsep DPRTS dalam kerangka pemahaman doa alkitabiah dan tradisional. Untuk itu, kita akan pertama-tama melihat deskripsi singkat mengenai apa itu DPRTS, lalu dilanjutkan dengan menempatkan DPRTS di dalam peta besar pemahaman dan praktik doa, kemudian tinjauan praktik DPRTS, dan diakhiri dengan sebuah proposal doa peperangan rohani yang lebih alkitabiah.
Evaluasi Terhadap Pengajaran Bruce Wilkinson tentang Doa Yabes berdasarkan Eksposisi 1 Tawarikh 4:9-10 Fu, Timotius
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 7 No 1 (2006)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.287 KB)

Abstract

Artikel ini ditulis sebagai suatu usaha untuk mencari kebenaran tentang janji dan jaminan yang diberikan Wilkinson dalam bukunya. Penulis meyakini otoritas tertinggi dalam pengajaran dan kehidupan orang percaya adalah Alkitab. Oleh sebab itu makalah ini akan mempelajari teks yang disajikan dalam bukunya untuk menilai apakah pengajarannya setia kepada pengajaran Alkitab atau tidak. Seandainya janji dan jaminannya sesuai dengan pengajaran Alkitab, maka buku ini menjadi berkat yang luar biasa bagi orang Kristen pada zaman ini. Sebaliknya, seandainya apa yang diajarkan olehnya tidak diajarkan oleh Alkitab, maka buku ini telah menggiring para pembacanya ke dalam janji dan jaminan yang tidak alkitabiah.
Meninjau The Da Vinci Code dari Sudut Teologi yang Sehat Lukito, Daniel Lucas
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 7 No 1 (2006)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.079 KB)

Abstract

Pada tanggal 15 Mei 2006 Sony Pictures Entertaintment—sebuah perusahaan film di Hollywood, Amerika Serikat—akan mengeluarkan film yang berjudul The Da Vinci Code (selanjutnya disingkat DVC). Film ini dibuat berdasarkan sebuah buku laris, yang terbit tahun 2003, yang sudah terjual 30 juta copy di seluruh dunia dan yang sudah diterjemahkan ke dalam 44 bahasa. Aslinya buku ini adalah sebuah novel yang ditulis oleh Dan Brown, seorang yang berkebangsaan Inggris. Buku ini sedemikian laris dan Brown sendiri menjadi kaya raya karena dari karya ini ia telah memperoleh sekitar 45 juta poundsterling (kira-kira 650 milyar rupiah). Bahkan juga ada orang dari kalangan agama bukan Kristen yang ikut-ikutan menerbitkan atau memperbanyak buku ini dalam berbagai bahasa dengan tujuan, tentu saja, menyerang jantung kekristenan, yaitu berkenaan dengan Yesus Kristus dan juga keabsahan Alkitab, yang adalah firman Allah. Karena akan beredar dan bulan Juni-Juli 2006 akan diputar di seluruh dunia, film ini akan menjadi daya tarik bagi banyak orang, terutama orang-orang yang berkepentingan atau orang-orang yang meragukan iman Kristen. Dalam artikel ini saya akan langsung memaparkan beberapa poin yang disebutkan di dalam buku DVC, sebagai poin yang langsung berkenaan dengan kristologi dan juga bibliologi. Saya akan langsung memberikan tanggapan, tetapi sebelum itu, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu secara singkat apa isi buku tersebut.