cover
Contact Name
David Alinurdin
Contact Email
veritas@seabs.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
veritas@seabs.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan
ISSN : 14117649     EISSN : 26849194     DOI : -
Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan is a peer-reviewed and open-access journal published semiannually (June and December) by Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary), Malang City, East Java, Indonesia. The journal specializes in evangelical theology that focuses on the novelty in biblical studies, systematic theology, and practical theology, contributing to theological studies and ecclesial ministry. Manuscripts submitted for publication in this journal include quantitative or qualitative field research findings, conceptual and critical studies, exegesis or exposition material, case studies, and other forms of original thought in the broad scope of theological research, supported with academic references that are adequate, robust, and accurate.
Articles 413 Documents
Evaluasi terhadap Teologi Pluralisme Agama Stanley Samartha Sulistio, Thio Christian
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 10 No 2 (2009)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.928 KB)

Abstract

Teologi pluralisme agama menjadi sebuah pilihan yang menarik di era globalisasi. Di era ini, orang-orang Kristen hidup di dalam masyarakat yang majemuk. Seiring dengan ramainya migrasi penduduk dari Selatan ke Utara dan dari Timur ke Barat, kemajemukan agama ditemukan bahkan di negara-negara Barat yang dulu dianggap homogen. Sejalan dengan ini, teologi pluralisme agama yang menganggap bahwa semua agama membawa orang-orang kepada satu realitas ilahi menjadi pilihan yang menarik karena dianggap demokratis dan toleran. Karena itu, penulis mencoba menganalisis teologi pluralisme agama, khususnya pada diri teolog Samartha dan akan mengevaluasi apakah teologinya sampai pada tujuannya yaitu toleran terhadap agama-agama itu sendiri dan cukup kokoh secara intelektual. Penulis akan membagi artikel ini ke dalam tiga bagian besar: pemaparan tentang latar belakang Samartha, pemaparan tentang teologinya, dan evaluasi terhadap teologi pluralisme agama Samartha.
Soteriologi Yudaisme Bait Allah Kedua Gunawan, Chandra
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 10 No 2 (2009)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (26.594 KB)

Abstract

Diskusi mengenai soteriologi Yudaisme Bait Allah Kedua (selanjutnya akan disingkat Yudaisme BAK) telah menjadi perdebatan “terpanas” bagi para pakar PB dalam 2-4 dekade ini. Sejak era Reformasi, para pakar PB memandang Yudaisme BAK sebagai agama legalis. Tokoh yang dinilai paling berpengaruh dalam membawa pandangan tersebut adalah Martin Luther dan Rudolf Bultmann. Akan tetapi, sejak E. P. Sanders (1977) menulis buku Paul and Palestinian Judaism, perdebatan mengenai soteriologi Yudaisme BAK mulai menjadi “panas.” Sanders mengatakan Yudaisme BAK bukan agama legalis, sebab mereka tidak pernah menganggap ketaatan pada Taurat dapat membeli keselamatan, ketaatan pada Taurat adalah syarat untuk tetap berada dalam ikatan perjanjian dengan Tuhan. Pandangan Sanders dibenarkan oleh N. T. Wright (1978). James D. G. Dunn (1982) juga meneguhkan pandangan Sanders mengenai Yudaisme BAK dan ia menegaskan juga bahwa pergumulan Paulus dengan Yudaisme BAK harus dilihat dalam konteks sosial dan historis Paulus dan bukan dalam “kaca mata” pergumulan Luther. Disertasi Raisanen (diterbitkan tahun 1983) juga meneguhkan pandangan Sanders, tetapi ia menambahkan bahwa Paulus dalam surat-suratnya sedang menyerang suatu konsep pembenaran melalui perbuatan, namun soteriologi tersebut bukan soteriologi Yudaisme BAK, namun soteriologi yang merupakan bayangan pergumulan Paulus sendiri. Pandangan Sanders kemudian mendapat perlawanan dari Hans Hubner (1984), ia mengatakan dalam Galatia, Paulus jelas-jelas menentang soteriologi Yudaisme BAK. Disertasi Francis Watson (diterbitkan tahun 1986) juga meneguhkan pandangan Sanders mengenai “covenantal nomism,” namun ia melihat polemik Paulus tertuju pada konsep yang salah mengenai hubungan Yahudi-Yunani. Llyod Gaston (1987) memandang soteriologi Yudaisme BAK sama dengan Sanders, namun ia melihat persoalan utama Paulus adalah sikap Yudaisme BAK terhadap orang-orang bukan Yahudi. Pandangan Sanders, kemudian mendapatkan perlawanan dari Stephen Westerholm (1988). Westerholm mengatakan Luther dan para reformator tidak salah, Yudaisme BAK adalah agama legalis sebab soteriologi mereka berasal dari tradisi deuteronomistik yang memang legalis. Akan tetapi, disertasi John M. G Barclay (diterbitkan 1988) kembali meneguhkan Sanders, ia berkata Paulus tidak pernah mengatakan bahwa Yudaisme BAK adalah agama legalis, persoalan utama Paulus adalah ia melihat Yudaisme BAK tidak percaya pada Yesus. Disertasi Walter Hansen (diterbitkan tahun 1989) kembali meneguhkan pandangan Sanders, ia mengatakan, Yudaisme BAK tidaklah legalis dan Paulus tidak sedang menyerang Yudaisme BAK, namun ia sedang menyerang Kristen Yahudi. Disertasi Don Garlington yang dibimbing oleh James D. G. Dunn (diterbitkan tahun 1991), juga meneguhkan pandangan Sanders, Garlington mengatakan ketaatan pada Taurat tidak pernah dimaksudkan untuk membeli keselamatan, namun sebagai konsekuensi seseorang yang telah berada dalam keselamatan. William S. Campbell (1991) meneguhkan pandangan Sanders bahwa persoalan utama Yudaisme BAK di mata Paulus adalah mereka tidak percaya kepada injil. Perlawanan yang keras kemudian diberikan dalam disertasi Timo Laato (diterbitkan tahun 1995), ia memandang aspek kehendak bebas adalah dominan dalam soteriologi Yudaisme BAK, mereka memandang keberadaan seseorang dalam ikatan perjajian dengan Tuhan ditentukan oleh pilihan manusia sendiri. Colin G. Kruse (1997) menyatakan dukungannya atas pandangan Sanders mengenai soteriologi Yudaisme BAK, ia memandang Paulus sedang melawan sebagian kalangan Yahudi yang memandang ketaatan pada Taurat dapat membenarkan mereka. Terence L. Donaldson (1997) mendukung gagasan Sanders, ia melihat persoalan utama Paulus adalah hubungan Yunani dan Yahudi, perubahan sikap Paulus terhadap orang-orang bukan Yahudi, terjadi saat Paulus mengalami pertemuan dengan Kristus di Damsyik. Timo Eskola (1998) melawan pandangan Sanders, ia menemukan bahwa ketidaktaatan pada Taurat akan membuat Israel dibinasakan, oleh sebab itulah Yudaisme BAK (menurut Eskola) adalah “synergism.” Disertasi Kent L. Yinger (1999) menentang Sanders, ia menemukan, dilihat dari aspek penghakiman akhir, Yudaisme BAK tetap memandang ketaatan pada Taurat adalah syarat keselamatan. Carson dan kawan-kawan (2001), juga memberikan perlawanan sengit bagi Sanders, mereka mengatakan Yudaisme BAK meyakini bahwa ketaatan pada hukum adalah syarat untuk tetap berada dalam keselamatan dan dilihat dari konsep tersebut, Yudaisme BAK tetaplah legalis. Andrew Das (2001) melihat dalam konteks keselamatan, Yudaisme BAK menuntut kesempurnaan dalam mentaati Taurat, Yudaisme BAK memandang ketaatan yang sempurna pada Taurat adalah syarat anugerah Allah dan ia juga membuktikan bahwa Paulus sama sekali bukan penganut “covenantal nomism.” Disertasi Simon Gathercole (diterbitkan tahun 2002) meneguhkan pandangan Yinger dan melawan Sanders, ia menegaskan (dalam konteks penghakiman) aspek ketaatan pada Taurat adalah ukuran untuk keselamatan. Chris VanLandingham (2006) menulis hal yang sama dengan Gathercole, namun ia memberikan penekanan yang berbeda, ia melihat konsep penghakiman berdasarkan perbuatan memang dinyatakan dengan kuat dalam Yudaisme BAK, namun hal yang sama juga dinyatakan dalam surat-surat Paulus. Michael F. Bird (2007) menyatakan bahwa Yudaisme BAK memang tidak selegalis yang dituduhkan sebelumnya, namun konsep ketaatan yang menentukan keselamatan memang ada dalam soteriologi mereka, selain itu, Bird (secara tidak langsung) menyanggah pandangan Gathercole dan VanLandingham mengenai konsep “judgment by work” dalam Yudaisme BAK yang dianggap sama dengan yang terdapat dalam PB. James D. G. Dunn (2008) dalam bukunya New Perspective on Paul, ia seorang diri merespons semua kritik yang dilontarkan lawan-lawan “New Perspective.” Jadi, perdebatan mengenai soteriologi Yudaisme BAK belum berakhir. Para pakar PB tidak sepakat dalam menjawab pertanyaan apakah Yudaisme BAK adalah agama yang legalis ataukah tidak. Dalam artikel ini, penulis akan memperlihatkan aspek-aspek yang menjadi perdebatan antara Sanders (dan pengikutnya) dan pakar-pakar yang menjadi lawan-lawannya, tujuannya adalah pembaca dapat melihat kelemahan dari perdebatan yang telah berlangsung sehingga dapat mencari dan meneliti aspek lain/berbeda yang dikontribusikan untuk menjawab perdebatan soteriologi Yudaisme BAK.
Calvin dan Lima Pilar Institusi Sosial Budiman, Kalvin S.
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 10 No 2 (2009)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.199 KB)

Abstract

Lima pilar institusi sosial yang dimaksud adalah keluarga, gereja, pemerintah, ekonomi, dan pendidikan. Kelima pilar ini bukan kategori yang baku. Kelima pilar institusi sosial tersebut adalah metode pendekatan yang penulis pakai untuk membaca pemikiran John Calvin. Melalui metode tersebut, penulis bermaksud untuk menarik prinsip-prinsip etika sosial dari tulisan-tulisan Calvin. Dengan kata lain, ia sendiri tidak pernah membakukan kelima hal ini sebagai “pilar-pilar kehidupan sosial.” Namun hal itu tidak berarti bahwa ia sama sekali tidak berbicara tentang sektor-sektor kehidupan sosial. Sebaliknya, penulis mendapati aplikasi sosial yang sangat luas dari teologi theocentric (berpusat pada kedaulatan Allah) yang ia pegang dengan setia. Untuk menggarisbawahi keunikan teologi sosial yang Calvin pegang, penulis akan membandingkan pemikiran Calvin dengan kecenderungan-kecenderungan sekular dari budaya pada zaman sekarang. Tentu saja dalam wadah yang terbatas ini, penulis tidak memiliki ruang yang cukup untuk memaparkan secara rinci seluruh aspek teologis dan moral yang terkandung dalam masing-masing institusi sosial yang akan dibicarakan. Penulis akan selektif dan memfokuskan pembahasan pada aspek “otoritas” yang lahir dari teologi theocentric dalam pemikirannya.
Masalah dalam Masalah Kejahatan  Tumanan, Perdian K. M.
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 10 No 2 (2009)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.508 KB)

Abstract

Ada kisah unik yang penulis dapatkan dari sebuah wawancara stasiun televisi CNN dengan sepasang suami-istri yang terhindar dari penawanan teroris di sebuah hotel yang dibajak teroris di kota Mumbai, India 26-29 November 2008. Peristiwa ini sendiri menewaskan 173 orang dan menyebabkan 308 orang luka-luka. Suami-istri ini berhasil bersembunyi di kamar dan melihat para teroris dari celah pintu. Yang terkesan konyol dan menggelikan dari keterangan mereka adalah mereka mengatakan bahwa para teroris tersebut tidak berkumis atau terlihat jahat. Salah seorang saksi mata lain yang lolos dari penyanderaan mengungkapkan kepada CNN sosok teroris yang ia lihat di lokasi dengan mimik yang masih terheran-heran, “Dia mungkin berusia sekitar 22 tahun, berpenampilan bersih, berambut pendek, sepertinya orang yang terdidik, dan menurut saya tidak seperti model teroris . . . [radikal] biasanya.” Penulis juga tidak lupa tentang sebuah pengalaman yang pernah diceritakan oleh seorang adik Kelompok Tumbuh Bersama, bagaimana ia sangat gugup dan takut ketika di bis kota duduk bersebelahan dengan seorang berpakaian putih-panjang, bersorban, berjanggut lebat dan menenteng sebuah tas besar. Pikiran liarnya mengimajinasikan jangan-jangan tas besar itu berisi “sajam” (senjata-senjata tajam) atau mungkin Uzi, AK-47, M-16, Revolver dan pistol semi-automatic. Memang saat itu sedang hangat-hangatnya berita tentang kerusuhan Ambon dan Poso yang memakan korban ribuan orang.
Naskah Khotbah: Air Hidup yang Menghilangkan Rasa Malu dan Salah (Yoh 4:6b-7, 15-18, 23-26, 39-42) Hauw, Andreas
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 11 No 1 (2010)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (13.762 KB)

Abstract

Naskah khotbah
Silent Crime : Suatu Ulasan Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan  Mamahit,, Aileen P.
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 11 No 1 (2010)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.629 KB)

Abstract

Beberapa waktu lalu, masyarakat Indonesia dikagetkan dengan sebuah berita: “Manohara Odelia Pinot kabur dari suaminya” yang adalah anggota kesultanan Kelantan, Malaysia pada 31 Mei 2009. Cara Manohara kabur dari penjagaan yang ketat dan pengalaman-pengalaman yang mengerikan yang ia alami di tangan suaminya telah menghebohkan media massa di tanah air. Walaupun sebenarnya ada beberapa selebritis wanita Indonesia lain yang mengalami tindak kekerasan dari suami mereka, cerita Manohara yang diberitakan secara besar-besaran. Ia melarikan diri karena ada “kemungkinan” ia memang benar-benar mengalami kekerasan tersebut. Jika benar demikian, kisah dramatis ini adalah kebalikan dari dongeng-dongeng tentang tuan putri dan pangeran yang selalu diakhiri dengan “and they live happily ever after.” Kekerasan terhadap perempuan dapat mengambil berbagai bentuk, misalnya pelecehan secara fisik, seksual, dan kejiwaan. Karena cakupannya cukup luas, tulisan ini, utamanya, hanya akan meninjau kekerasan secara fisik, dan lebih khusus lagi, akan dibatasi pada “penganiayaan terhadap istri” (“wife battering”). Bagian awal tulisan ini akan menjelaskan pengertian dan penyebab kekerasan terhadap perempuan. Kemudian, akan diulas secara singkat tipe laki-laki (suami) macam apa yang rawan untuk menjadi “penganiaya istri” dan tipe perempuan (istri) macam apa yang biasanya menerima penganiayaan dari suaminya. Selanjutnya, akan dibahas penjelasan efek-efek yang ditimbulkan dari tindak kekerasan terhadap perempuan. Tulisan ini juga akan memberi tuntunan umum dan praktis bagaimana menolong perempuan “korban penganiayaan” dalam setting konseling Kristen. Akhirnya, sebuah refleksi singkat secara alkitabiah akan dipaparkan untuk melihat isu ini dari “kaca mata” firman Tuhan.  
Baptisan dan Kepenuhan Roh: Sebuah Perbandingan antara Pandangan Kekinian dengan Data Kisah Para Rasul Lukito, Daniel Lucas
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 11 No 1 (2010)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.095 KB)

Abstract

... umumnya kalangan Karismatik amat mementingkan baptisan Roh, kepenuhan Roh, dan bahasa roh. ... ada opini yang cukup khas di kalangan gereja atau persekutuan Karismatik mengenai topik ini, walaupun di satu sisi ada aspek positif di dalamnya, yaitu tema tentang Roh Kudus dibahas di mana-mana. Hal tersebut tidak lain merupakan pertanda adanya kepekaan di kalangan pimpinan gereja atau kaum awam untuk mengangkat topik ini ke permukaan, sehingga kita menyaksikan bahwa banyak berkat sungguh-sungguh diperoleh, bukan semata-mata karena topik itu dibicarakan, tetapi saya percaya hal ini juga merupakan berkat tersendiri dari Allah Roh Kudus. Selain itu, hal positif lain adalah akhir-akhir ini cukup banyak terdengar orang memberikan kesaksian bahwa mereka telah mengalami kelepasan yang baru, mendapatkan sukacita yang tak terhingga setelah mereka merasakan “pengalaman kedua,” “berkat tambahan” di luar pengalaman kelahiran baru yaitu ketika percaya Kristus sebagai Juruselamat. Tuhan menjadi lebih dekat dan lebih nyata, kedamaian dirasakan datang berlipat ganda, kuasa dan kemenangan selalu menjadi berita yang hangat setelah mendapatkan sentuhan dari Roh Kudus. ... Tetapi, bersamaan dengan itu dari sisi lain, harus pula secepatnya kita bertanya: Apakah dasar pengakuan dan ajaran yang marak belakangan ini dapat dipertanggungjawabkan secara alkitabiah? Apakah pengalaman dan kesaksian berbagai kalangan tersebut sesuai dengan prinsip firman Tuhan? Apakah doktrin yang berkembang di antara mereka solid dan konsisten dengan pengajaran yang sehat? Dari sudut inilah saya mengajak kita melihat pengertian tentang baptisan dan kepenuhan Roh. Secara ringkas saya akan mengetengahkan pandangan yang umum tentang topik ini dari aliran yang mendukung dan selanjutnya akan diberikan tanggapan berupa data utama dari kitab Kisah Para Rasul. Harapan saya ini akan menjadi sebuah perbandingan yang akan membawa semua kembali pada interpretasi yang tepat dari Alkitab.
Tinjauan Kritis terhadap Film-Film Horor Indonesia dari Perspektif Demonologi Kristen Samuel, Lucky
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 11 No 1 (2010)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.537 KB)

Abstract

Sebagai salah satu media komunikasi massa, film telah menjadi salah satu media hiburan yang sangat diminati manusia modern. Maka tidak mengherankan jika insan perfilman—baik lokal maupun internasional—mulai berlomba-lomba memproduksi lebih banyak lagi film. Kenyataan tersebut tidak terlepas dari karakteristik masyarakat modern yang menjadikan film sebagai salah satu budaya hidup mereka. Di tengah arus budaya yang demikian, film horor telah menjadi salah satu genre yang digandrungi oleh para penikmat kisah-kisah yang dapat menegakkan bulu kuduk, tetapi sekaligus mengundang rasa penasaran yang tinggi. ... Tulisan ini bertujuan untuk memberikan tinjauan teologis terhadap ide-ide tentang Iblis (atau disebut juga Setan) dan roh-roh jahat yang beredar di alam pemikiran masyarakat Indonesia, yang dalam hal ini diwakili oleh film-film horor Indonesia yang tayang sejak tahun 2004 hingga awal 2010. Apa yang menjadi concern penulis dalam tulisan ini berkaitan dengan paradoks “takut namun penasaran” di antara jemaat usia remaja hingga usia dewasa yang penulis layani di ibukota negara, sewaktu membicarakan sosok Iblis dan dunia roh. Penulis akan memaparkan, pertama, konsep roh-roh jahat yang ditampilkan dalam film-film horor. Kedua, apa yang Alkitab katakan tentang roh-roh jahat dan pengaruhnya, yaitu seberapa luas cakupan pengaruh roh jahat dalam hidup manusia. Ketiga, memberikan evaluasi terhadap konsep roh jahat dalam film-film horor. Keempat, pada bagian kesimpulan, penulis akan mengusulkan bagaimana sikap orang Kristen dalam menyikapi realitas roh-roh jahat dan pengaruhnya, khusus dalam kaitannya dengan konsep roh-roh jahat yang disampaikan melalui film-film horor.  
Apakah Keilahian Yesus merupakan Ciptaan Paulus?: Penyelidikan terhadap Tradisi Gereja Purba dalam Surat Paulus Alinurdin, David
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 11 No 1 (2010)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.687 KB)

Abstract

Hal yang paling kontroversial mengenai isu hubungan Paulus dan Yesus ini adalah konsep keilahian Yesus. Yesus dianggap tidak pernah memandang diri-Nya sedemikian tinggi sehingga setara dengan Allah, melainkan hanya sebagai seorang nabi Yahudi penganut Yudaisme yang mengajak orang Yahudi untuk kembali menyembah YHWH. Paulus dianggap telah mengubah Yesus menjadi Kristus, Tuhan dan Anak Allah yang setara dengan Allah. Ia dituduh telah mengubah agama Yesus menjadi agama tentang Yesus. Ini masalah pokok yang ingin dibahas di dalam artikel ini: Apakah konsep keilahian Yesus dari Paulus merupakan ciptaannya sendiri atau berbasiskan tradisi gereja purba? Kita akan menjawab pertanyaan ini dengan menyelidiki tradisi-tradisi gereja purba yang terdapat di dalam surat-surat Paulus.
Perjamuan Terakhir: Jamuan Paskah atau Bukan? Maleachi, Martus Adinugraha
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 11 No 1 (2010)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.857 KB)

Abstract

Perjamuan Kudus adalah sakramen yang dirayakan oleh hampir semua gereja Kristen. Dasar dari sakramen ini adalah titah Yesus sendiri pada waktu Perjamuan Terakhir (Mat. 26:17-25; Mrk. 14:12-21; Luk. 22:7-14, 21-23; Yoh. 13:21-30). Perjamuan Kudus mengingatkan orang percaya pada pengurbanan Yesus di kayu salib. Roti dan anggur yang melambangkan tubuh dan darah Kristus umumnya dikaitkan dengan perjamuan Paskah orang Yahudi yang dilakukan oleh Tuhan Yesus dan murid-muridnya sebelum naik ke atas kayu salib. Pemahaman bahwa Perjamuan Terakhir yang dimakan oleh Yesus dan murid-muridnya adalah perjamuan Paskah atau bukan sering kali diperdebatkan. Masalah utamanya adalah penggambaran yang kelihatannya saling bertentangan antara injil-injil sinoptik dan Injil Yohanes. Injil-injil sinoptik menuliskan bahwa persiapan makan Paskah tersebut dilaksanakan pada satu hari sebelum Paskah yakni pada bulan Nisan tanggal 14, atau yang dikenal sebagai hari Persiapan. Pada hari Persiapan ini domba Paskah disembelih. Perjamuan Paskah sendiri dimulai malam harinya, yaitu permulaan bulan Nisan tanggal 15. Di dalam Injil Yohanes, Perjamuan Terakhir kelihatannya dilaksanakan satu hari dimuka. Penyaliban Yesus terjadi di hari Persiapan yakni bertepatan dengan disembelihnya anak domba Paskah di Bait Allah. Menurut perhitungan ini Perjamuan Terakhir dilaksanakan pada bulan Nisan tanggal 14, yakni pada waktu hari Persiapan Paskah. Konsekwensinya, Perjamuan Terakhir bukanlah perjamuan Paskah. Pandangan bahwa Perjamuan Terakhir bukan perjamuan Paskah merupakan pandangan yang makin berkembang akhir-akhir ini. Bagi mereka yang setuju dengan pandangan ini, pengkaitan Perjamuan Terakhir dengan perjamuan Paskah adalah suatu tradisi yang dikembangkan setelah kematian Tuhan Yesus oleh orang-orang Kristen. Ini adalah upaya untuk membuat suatu budaya tandingan terhadap adat istiadat Yahudi. Di antara mereka yang berpandangan demikian ada yang tetap percaya bahwa Perjamuan Terakhir benar-benar terjadi di dalam sejarah,4 tetapi banyak pula yang menyangkali kesejarahannya, dengan kata lain Perjamuan Terakhir itu tidak pernah terjadi. 5 Tulisan ini mencoba mempertahankan pandangan bahwa Perjamuan Terakhir merupakan perjamuan Paskah. Untuk mencapai tujuan tersebut, pertama-tama akan dibahas soal reliabilitas dari sumber tradisi ini, yakni Alkitab dan tulisan-tulisan para rabi abad pertama mengenai perayaan Paskah. Kemudian, didiskusikan bagaimana menjelaskan data-data tentang Perjamuan Terakhir yang kelihatannya saling bertentangan dalam Alkitab.