Media Iuris
Media Iuris E-ISSN (2621-5225) is an open-access-peer-reviewed legal journal affiliated with the Faculty of Law of Airlangga University, which was published for the first time in 2018 in the online version. The purpose of this journal is as a forum for legal scholars, lawyers and practitioners to contribute their ideas to be widely disseminated for the development of legal science in Indonesia. This journal is published three times a year in February, June and October. Scope of articles ranging from legal issues in the fields of business law, constitutional law, administrative law, criminal law, international law, comparative law, and other legal fields.
Articles
221 Documents
PEMBANTUAN DAN PENYERTAAN (DEELMENING) DALAM KASUS PERKOSAAN ANAK
Ike Indra Agus Setyowati
Media Iuris Vol. 1 No. 2 (2018): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (251.165 KB)
|
DOI: 10.20473/mi.v1i2.8831
Rape is a sexual crime. Rape of children will destroy the future of children as the next generation. Nowadays the rape of children, as well as rape committed by children are getting increased. One of the contributing factors is due to the freedom of the child in accessing any information that can not be monitored continuously by parents. It encourages the children to commit acts that are not in accordance with their age and can not hold their lust. If the action is committed by an individual, it would be easy to identify the perpetrator. The problem occurs when it is committed by group. The case is included in the assistance and involvement in its responsibility. This paper discusses the implementation of the concept of assistance and involvement in cases of child rape that the perpetrator more than one person. In addition, it will analyzes Judge’s consideration in the case of child rape on Court Decision Number 24 / Pid.Sus / A / 2012 / PN.Pso and Decision Case No 142/ Pid.Sus/2012/PN.Spg.
Obstruction of Justice dalam Pasal 21 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Johan Dwi Junianto
Media Iuris Vol. 2 No. 3 (2019): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20473/mi.v2i3.15208
Dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak diatur secara tegas mengenai makna dari perbuatan "mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung", dalam ketentuan tersebut sehingga bukan tidak mungkin terdapat kesalahan dalam mengartikan makna perbuatan dalam ketentuan pasal. Kesalahan yang dimaksud dapat berupa kesalahan dalam menentukan klasifikasi perbuatan, kapan perbuatan dilakukan hingga pada kesalahan-kesalahan dalam menafsirkan norma yang bersifat umum tersebut. Untuk mengetahui tentang bagaimana norma tersebut dapat seharusnya diterapkan, tentunya perlu dipahami terkait dengan materi muatan yang terdapat dalam norma hukum tersebut secara utuh, yakni mengenai makna dan pengertian setiap perbuatan yang diatur dalam ketentuan tersebut. Selanjutnya mengenai bagaimana tindak pidana tersebut dilaksanakan dan dapat dikatakan sebagai sebuah tindak pidana yang memenuhi segala unsur dalam ketentuan pasal 21 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Dalam penelitian yang bersifat yuridis normatif ini, dibahas mengenai perbuatan obstruction of justice dalam ketentuan Pasal 21 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan juga konsep-konsep hukum yang ada untuk menjawab permasalahan yang diajukan, selain itu digunakan pula pendekatan kasus untuk mengetahui pertimbangan hukum apa yang dijadikan dasar dalam menilai suatu perbuatan menghalangi proses hukum (obstruction of justice) dalam ketentuan Pasal 21 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pendampingan bagi Para Tenaga Kerja sebagai Peserta BPJS Ketenagakerjaan di Kediri
Hilda Yunita Sabrie;
Rizky Amalia;
Erni Agustin;
Ananda Amalia Tasya
Media Iuris Vol. 2 No. 3 (2019): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20473/mi.v2i3.17796
Setiap warga negara Indonesia memiliki hak yang sama dalam hal mendapatkan kesehatan, pedidikan dan pekerjaan yang layak. Hal tersebut merupakan amanah dari Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang harus diwujudkan oleh Pemerintah. Untuk itu perlahan namun pasti, Pemerintah telah mensosialisasikan beberapa program yang pro rakyat, salah satunya adalah dengan menghadirkan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS memiliki 2 program besar yaitu dalam hal kesehatan dan ketenagakerjaan. Untuk pendampingan ini lebih di fokuskan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini karena di beberapa daerah masih banyak dijumpai ketidak pahaman atau bahkan tidak peduli terhadap program BPJS Ketenagakerjaan ini, terutama bagi pengusaha atau si pemberi kerja. Jika hal ini terus terjadi maka hak-hak para pekerja akan terabaikan dan tentu akan merugikan para pekerja itu sendiri. Sehingga dengan adanya pendampingan ini, diharapkan para pengusaha nantinya akan lebih peduli terhadap kesejahteraan dan keselamatan pekerja. Pada pendampingan ini pula, nantinya akan di berikan tutorial terkait bagaimana cara mendaftarkan para pekerja ke BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu akan di beri penjelasan pula terkait hak dan kewajiban sebagai anggota dari BPJS Ketenagakerjaan, serta tidak lupa cara mengajukan klaim apabila ada pekerja yang mengalami kecelakaan saat menjalankan pekerjaannya. Pendampingan ini dilakukan di Kediri, dengan sasaran utamanya adalah pekerja tradisonal.
Konsep Kriminalisasi Penegakan Hukum Terhadap Pembeli Aktif Ilegal Obat Keras Daftar “G” Jenis Trihexyphenidil
Mohammad Heriyanto;
Wahyu Hidayatullah;
Mulyadi Mulyadi
Media Iuris Vol. 3 No. 1 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20473/mi.v3i1.18321
Obat keras daftar “G” jenis Trihexyphenidil dapat terkualifikasi sebagai obat berbahaya apabila disalahgunakan, baik dalam proses produksi, peredaran, atau pun pemakaiannya. Namun demikian regulasi dalam UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan hanya mengatur sanksi pidana terhadap praktik ilegal dalam tahap produksi dan tahap peredarannya saja, tanpa menyentuh terhadap pembeli aktif maupun penggunanya. Upaya penegakan hukum secara komprehensif terhadap penyalahgunaan obat keras daftar “G” jenis Trihexyphenidil khususnya terhadap pembeli aktif tidak boleh hanya dipandang sebagai upaya tindakan represif semata, tetapi sekaligus harus dipandang sebagai upaya pencegahan (preventif) juga. Konsep kriminalisasi terhadap pembeli aktif ilegal obat keras daftar “G” jenis Trihexyphenidil diharapkan menjadi perwujudan penegakan hukum yang berkepastian dan berkeadilan. Artikel ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif melalui Pendekatan Undang-undang, Pendekatan Perbandingan dan Pendekatan Konseptual, yang bertujuan untuk mengkaji secara kritis terhadap regulasi hukum positif penegakan hukum terhadap pembeli aktif ilegal obat keras daftar “G” jenis Trihexyphenidil.
Prinsip Miranda Rules “The Right To Remain Silent” Dalam Perspektif Perbandingan Hukum
Indra Karianga;
Pidel Kastro Hutapea
Media Iuris Vol. 2 No. 3 (2019): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20473/mi.v2i3.17375
Prinsip miranda rules “the right to remain silent” merupakan sebuah prinsip yang melekat erat pada perlindungan hak asasi manusia khususnya terhadap tersangka. Metode Penelitian yang digunakan yaitu legal research dengan menggunakan pendekatan perbandingan (comparative approach) yakni membandingkan norma hukum yang di atur dalam konstitusi antara Negara Indonesia dan Negara Amerika Serikat khususnya mengenai prinsip Miranda rules “the right to remain silent”. Hasil dari penelitian ini yaitu konsep dasar hak tersangka sudah ada dalam konstitusi USA dan Indonesia yang sama-sama mengharuskan persamaan di depan hukum, namun dalam hukum acaranya terdapat perbedaan terkait prinsip the right to remain silent. Walaupun terdapat perbedaan dalam hukum acaranya, tetapi dari segi konstitusi antara USA dan Indonesia sejalan dalam mengatur terkait perlindungan hak asasi manusia termasuk hak tersangka untuk mendapatkan perlindungan hukum. Hal ini menunjukkan adanya semangat yang sama antara Indonesia dan USA dalam menjunjung tinggi hak asasi manusia termasuk di dalamnya hak tersangka. Adanya persamaan tersebut membuat dapat dimasukannya the right to remain silent secara menyeluruh dalam hukum acara di Indonesia sebagimana yang berlaku di USA.
Perlindungan Hukum bagi Pekerja di Perusahaan yang Tidak Membayar Iuran BPJS Ketenagakerjaan
Nurfatimah Mani
Media Iuris Vol. 2 No. 3 (2019): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20473/mi.v2i3.14761
Perusahaan atau pemberi kerja memiliki hak dan tanggungjawab untuk memberikan Jaminan sosial Tenaga Kerja kepada karyawan dan anggota keluarganya, sesuai dengan Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Pada prakteknya Perusahaan masih banyak yang tidak membayar Iuran BPJS Ketenagakerjaan secara rutin dan tertib sehingga terjadi penunggakan dan pemblokiran rekening Perusahaan yang berakibat tenaga kerja tidak dapat menerima haknya sesuai dengan program BPJS yang diikutinya. Perusahaan paling sering menggunakan alasan tidak membayar iuran dikarenakan adanya permasalahan keuangan. Tenaga kerja secara otomatis tidak akan bisa melakukan klaim JHT, JKK, Pensiun, JKM yang menjadi hak tenaga kerja dan ahli warisnya bila Perusahaan tidak membayar tunggakannya. Oleh karena itu perlindungan hukum bagi tenaga kerja sangat dibutuhkan untuk menjamin hak – hak mereka dapat diperoleh sesuai aturan yang berlaku. Penelitian ini akan menelaah lebih jauh bagaimana perlindungan hukum bagi tenaga kerja yang bekerja di Perusahaan dimana Perusahaan tersebut tidak membayarkan iuran BPJS Ketenagakerjaan sesuai aturan. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normative yang mengkaji lebih dalam Undang-undnag dan peraturan pendukungnya terkait dengan perlindungan hukum bagi tenaga kerja. Hasilnya diperoleh bahwa walaupun telah diterbitkan Undang-undang dan peraturan pendukungnya tidak menjamin hak-hak tenaga kerja terpenuhi dengan pasti, sehingga perlu upaya penegakan hukum bagi Perusahaan yang melanggar dan dengan sengaja tidak membayarkan iuran BPJS Ketenagakerjaan.
Pembebanan Pembuktian dalam Tindak Pidana Pencucian Uang
Muhammad Reza Adiwijana
Media Iuris Vol. 3 No. 1 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20473/mi.v3i1.18416
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagai suatu subsidiary crime atau tindak pidana lanjutan memiliki mekanisme pembebanan pembuktian yang berbeda dengan tindak pidana umumnya. Pada dasarnya hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia menempatkan beban pembuktian pada Penuntut Umum, sehingga Penuntut Umum yang harus membuktikan unsur-unur pidana yang didakwakannya terpenuhi. Sedangkan dalam perkara TPPU, regulasi menentukan bahwa beban pembuktian atas suatu TPPU berada pada pihak Terdakwa. Hukum Acara Pidana di Indonesia, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), adalah selaras dengan prinsip Due Process of law. Due Process of law merupakan jaminan yang diberikan konstitusi terhadap masyarakat bahwa hak-hak hukum mereka dilindungi, dan memberikan rasa aman pada diri mereka dari tindakan sewenang-wenang yang mungkin dilakukan oleh penguasa. Perbedaan mekanisme pembebanan pembuktian dalam perkara TPPU yang berbeda dengan mekanisme pembebanan pembuktian dalam KUHAP memunculkan suatu persoalan hukum yakni, Apakah Pembebanan Pembuktian Tindak Pidana Pencucian Uang telah sesuai dengan Due Process of law? Penulis mencoba menjawab persoalan tersebut melalui suatu penelitian hukum. Sehingga, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi dengan cara menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, atau doktrin-doktrin hukum. Hal tersebut sesuai dengan karakter ilmu hukum yang bersifat preskriptif dan terapan. Mekanisme pembuktian dalam perkara TPPU merupakan bentuk konkrit dari crime control model. Paradigma crime control model dalam pembebanan pembuktian TPPU koheren dengan due process of law, sejauh penerapan model tersebut masih memenuhi unsur-unsur minimal dari suatu due process of law.
Tanggung Gugat Kontraktor dalam Kegagalan Bangunan
Yushar, Yushar
Media Iuris Vol. 2 No. 3 (2019): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20473/mi.v2i3.15092
Dalam pengadaan infrastruktur tentunya akan dilakukan pemilihan penyedia jasa konstruksi, baik melalui penunjukan langsung maupun lelang. Namun, pengerjaan jasa konstruksi terkait dengan pembangunan infrastruktur tak selalu berjalan sesuai rencana. Terkadang terdapat kendala berupa kegagalan bangunan. Dalam hal terjadinya kegagalan bangunan, maka pasti akan ada pihak yang dirugikan. Terkait dengan adanya kerugian tersebut, haruslah diketahui siapa pihak yang bertanggung gugat atas kerugian tersebut dan bagaimana batasan tanggung jawab dari kontraktor pelaksana Jasa konstruksi dalam hal terjadi kegagalan bangunan. Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu pertama untuk mengetahui hubungan hukum antara penyedia jasa dengan pengguna jasa dalam kontrak jasa konstruksi. Kedua, untuk mengetahui tentang kegagalan bangunan dan akibat hukumnya. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang menggunakan dua pendekatan, yaitu, pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil dari penilitian ini adalah dalam hal terjadi kegagalan bangunan, maka harus dilihat kembali kegagalan tersebut disebabkan atas kesalahan siapa. Namun, apabila jenis kontrak yang digunakan adalah kontrak Lumsum yang berarti pihak Kontraktor menerima untuk menanggung segala risiko yang terjadi, maka kontraktor yang harus bertanggung gugat atas kegagalan bangunan yang terjadi sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Legal Protection of Song Copyrights in Digital Form
Chrisna Arwiandra Leuwol;
Ludevikus Limdianda;
Arjuna Rizky Dwi Krisnayana
Media Iuris Vol. 3 No. 1 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20473/mi.v3i1.17850
The development of advanced technology and faster, ease of accessing the virtual world leads to equal public access to information collected on the internet, one of which is a song, a recording of rhythmic sound that was originally shaped physics from the record vinyl then to become a tape cassette for radio tape and now evolved along with technology into digital media like DVD, Flash disk, and Hard disk. The Internet connects the global world to a single location. Based on this case KEMENKOMINFO (Ministry of Communication and Informatics) has attempted to enforce the closure of a number of sites that commit illegal acts such as uploading, downloading and reproduction of songs on the internet without the permission of the author and copyright holder. From the problematic law is written this thesis about copyright protection of songs on the internet, what the copyright standards of songs on the internet together with the form of copyright infringement of songs on the internet and recovery efforts.
Perlindungan Hukum Atas Terbitnya Dua Sertipikat Hak Atas Tanah Dengan Objek yang Sama
Muhammad Yusuf Yusrie;
Mohamad Qomaru Rizal;
Choiryzha Rochmatul Hilma
Media Iuris Vol. 3 No. 1 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20473/mi.v3i1.18329
Terbitnya Sertipikat Hak Atas Tanah dengan objek yang sama mengakibatkanhilangnya kepastian hukum terhadap si pemilik sertipikat dan harus terjadi sengketa hingga penyelesaian melalui pengadilan, contohnya adalah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No. 03/G/2012/PTUN-BKL jo No. 96/B/2012/PT.TUN.MDN jo No. 02/K/TUN/2013 yang terletak di Desa Talang Pauh,Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Bengkulu Utara. Metode yang digunakan adalah metode pendekatan Peraturan Perundang- undangan dan pendekatan kasus. Penelitian ini menunjukan adanya Perlindungan serta kepastian hukum kepada para pemegang hak ialah sebagaimana yang diatur dalam Undang- undang Pokok Agrarian Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, menjelaskan surat- surat tanda kepemilikan hak berlaku pula sebagai alat bukti yang kuat. Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa mengenai sertipikat ganda (overlapping) tersebut berdasarkan peraturan yang berlaku yaitu berdasarkan ketentuan hukum Agraria.