cover
Contact Name
Nurindah
Contact Email
buletintas@gmail.com
Phone
+628123101407
Journal Mail Official
buletintas@gmail.com
Editorial Address
Balittas Jl. Raya Karangploso KM-4 Malang Indonesia
Location
Kab. malang,
Jawa timur
INDONESIA
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri
ISSN : 20856717     EISSN : 24068853     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri merupakan jurnal ilmiah nasional yang dikelola oleh Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan untuk menerbitkan hasil penelitian dan pengembangan, serta tinjauan (review) tanaman pemanis, serat buah, serat batang/daun, tembakau, dan minyak industri, dengan bidang ilmu pemuliaan tanaman, plasma nutfah, perbenihan, ekofisiologi tanaman, entomologi, fitopatologi, teknologi pengolahan hasil, mekanisasi, dan sosial ekonomi. Buletin ini membuka kesempatan kepada para peneliti, pengajar perguruan tinggi, dan praktisi untuk mempublikasikan hasil penelitian dan reviewnya. Makalah harus dipersiapkan dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan penulisan yang disajikan pada setiap nomor penerbitan atau di http://balittas.litbang.pertanian.go.id. Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri diterbitkan dua kali dalam setahun pada bulan April dan Oktober, satu volume terdiri atas 2 nomor.
Articles 131 Documents
Potensi Galur-Galur Harapan Wijen di Lahan Sawah Sesudah Padi Hadi Sudarmo; Rully Dyah Purwati; . Djumali
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 4, No 2 (2012): Oktober 2012
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.673 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v4n2.2012.85-94

Abstract

Wijen (Sesamum indicum L.) merupakan komoditas yang dapat digunakan sebagai bahan baku aneka indus-tri dan minyak makan. Di Indonesia, wijen dibudidayakan di lahan kering pada musim penghujan dengan pro-duktivitas rata-rata pada tahun 2005 sebesar 420 kg. Peningkatan produksi wijen nasional dapat ditempuh dengan memperluas pengembangan wijen ke lahan sawah sesudah padi. Upaya tersebut perlu didukung dengan perakitan varietas unggul. Dari kombinasi hasil persilangan sudah terpilih 11 galur harapan, selanjutnya untuk mengetahui potensi hasil dan daya adaptasi galur-galur tersebut terhadap lingkungan, dilakukan uji multilokasi di tiga lokasi masing-masing tiga musim tanam. Pengujian menggunakan rancangan acak kelompok diulang tiga kali dengan ukuran petak 6 m x 8 m. Data hasil biji dianalisis ragam gabungan, untuk uji stabilitas mengikuti metode Eberhart dan Russell, dan untuk mengetahui daya adaptasi galur dilakukan ploting data menggunakan metode Finlay dan Wilkinson. Penelitian menghasilkan tiga galur unggul yang berpotensi hasil tinggi yakni 99002/7/3, 99001/9/1, dan 99003/11/10 dengan potensi hasil masing-masing 2.222 kg/ha, 1.933 kg/ha, dan 1.874 kg/ha. Galur 99002/7/3 dan 99001/9/1 beradaptasi umum di semua lingkungan, sedangkan galur 99003/11/10 beradap-tasi khusus pada lingkungan suboptimal. Delapan galur yang lain berpotensi hasil lebih rendah yaitu 99002/7/10 beradaptasi umum di semua lingkungan, sedangkan 99001/15/2, 99001/9/7, 99001/15/4, 99002/7/5, 99001/8/3, 99001/10/9, dan 99003/28/5 tidak mempunyai kemampuan adaptasi terhadap semua lingkungan. Sesame (Sesamum indicum L.) is a potential commodity that has essential as raw material for varying indus-try and edible oil. In Indonesia, sesame is commonly cultivated in dry land during rainy season with the pro-ductivity as much as 420 kg/ha in 2005. Increasing national sesame production can be reached by expand-ing the development area into the paddy fields after rice. To increase productivity, it has to be supported by high yielding varieties. Eleven promising lines had been selected for multilocation trials. This trial aimed to determine yield potential and adaptability of these promising lines on the environment. The multilocation trials were conducted at three locations and each on three seasons. The trials used a randomized block de-sign with three replications plot size was 6 m x 8 m. The yield was observed and analysed using combining analysis, then the stability of each line was further analysed using the method of Eberhart and Russell. To determine the lines adaptability, the data were plotted using the method of Finlay and Wilkinson. Result shows that there are three superior lines i.e. 9002/7/3, 99001/9/1, and 99003/11/10 which have potential produc-tion 2,222 kg/ha, 1,933 kg/ha and 1,874 kg/ha respectively, lines 99002/7/3 and 99001/9/1 common in all environments, whereas line 99003/11/10 was unstable and had a specific adaptability in suboptimal environments. Eight other lines that could potentially yield lower 99002/7/10 common in all environments, while 99001/15/2, 99001/9/7, 99001/15/4, 99002/7/5, 99001/8/3, 99001/10/9, and 99003/28/5 do not have the ability to adapt to all environments.
Ketahanan Aksesi Plasma Nutfah Tembakau Cerutu terhadap Penyakit Lanas dan Busuk Batang Berlubang Resistance of Tobacco Germplasms Against Black Shank and Hollow Stalk Titiek Yulianti
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 1, No 1 (2009): April 2009
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4992.343 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v1n1.2009.17-27

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh aksesi tembakau cerutu yang tahan terhadap penyakit lanas dise-babkan oleh patogen Phytophthora nicotianae vßdH var. nicotianae Waterhouse dan busuk batang berlu-bang yang disebabkan oleh patogen Erwinia carotovora sebagai sumber genetik pada persilangan untuk me-rakit varietas unggul baru. Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kasa dan semi lapangan pada polybag di Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang, mulai bulan Maret sampai dengan De-sember 2008. Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Unit perlaku-an terdiri dari 10 tanaman tembakau cerutu. Parameter pengamatan adalah persentase tanaman sakit. Ino-kulasi Phytophthora nicotianae pada tanaman dilakukan pada 1 bulan setelah tanam dengan cara membuat luka/sayatan pada pangkal batang kemudian diolesi suspensi patogen dan ditutup dengan kapas steril yang dibasahi dengan air steril untuk menjaga kelembapan. Inokulasi E. carotovora dilakukan pada dua minggu setelah tanam (MST) yaitu pada akar yang disayat terlebih dahulu dengan menggunakan pisau cutter seba-gai media masuknya inokulum pada bagian tanaman. Suspensi inokulum yang digunakan 10 ml dengan ke-rapatan 108/ml per polybag. Dari hasil pengujian diperoleh enam aksesi tembakau cerutu tahan terhadap P. nicotianae yaitu: S-2235, S-2272, S-2361, S-2399, S-2400, dan S-2403. Sedangkan aksesi yang tahan ter-hadap E. carotovora adalah: S-2234, S-2236, S-2271, S-2272, S-2298, S-2299, S-2361, S-2399, S-2400, dan S-2401.This study aimed to examine the resistance level of 30 cigar tobacco accessions to Phytophthora nicotianae, the causal agent of black shank, and Erwinia carotovora, the causal agent of hollow stalk. The resistant lines will be used as resistant genetic source in breeding process to construct premium variety (ies). The screen-ing test was conducted in a glass house from March–December 2008 arranging in randomized block design with three replicates. Each unit of tobacco accessions consisted of 10 plants and percentage of wilt/diseased plant assessed to determine the resistant degree. P. nicotianae was inoculated on wounded bottom stem beneath the soil level 1 month after transplanting. Whilst E. carotovora was infested in sterilized soil 10 ml with concentration of 108 per polybag two weeks after tobacco seedlings were transplanted. The root sys-tems were wounded to facilitate the bacterium enter the cells. Results of the test show that 6 of 16 tested accessions were resistant, ie. S-2235, S-2272, S-2361, S-2399, S-2400, and S-2403 to P. nicotianae; and 10 accessions were resistant to E. carotovora ie. S-2234, S-2236, S-2271, S-2272, S-2298, S-2299, S-2361, S-2399, S-2400, and S-2401.
Hubungan Antara Hasil dan Komponen Hasil Wijen (Sesamum indicum L.) pada Generasi F1 dan F2 Persilangan Sbr2, Sbr3, dan Dt36 Sri Adikadarsih; Siska Permata; . Taryono; . Suyadi; Panjisakti Basunanda
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 7, No 1 (2015): April 2015
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (722.799 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v7n1.2015.45-51

Abstract

Dalam program pemuliaan tanaman wijen, informasi keragaman genetik dan hubungan antarsifat sangat penting untuk menentukan keberhasilan seleksi. Penelitian yang bertujuan untuk mempelajari keragaman genetik dan hubungan antara komponen hasil dan hasil wijen pada generasi F1 dan F2 persilangan Sbr 2, Sbr 3, dan Dt 36 telah dilaksanakan dari bulan November 2012 sampai dengan Februari 2013 di Padangan, Sitimulyo, Piyungan, Bantul, Yogyakarta. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga ulangan. Bahan tanam yang digunakan adalah benih tetua, F1, dan F2 hasil persilangan antara Sbr 3 x Sbr 2, Sbr 3 x Dt 36, Sbr 2 x Dt 36, dan resiproknya. Benih bulk hasil persilangan ditanam secara rapat dalam baris pada petak-petak yang berukuran 4 x 1 m. Pengamatan dilakukan pada parameter tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong, berat polong, berat biji, jumlah ruas, panjang ruas, umur berbunga, umur panen, dan berat 1.000 biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen hasil yang memiliki keragaman genetik besar adalah berat biji per tanaman (68,437%), berat polong (40,532%), jumlah cabang (33,251%), jumlah polong (30,269%), dan tinggi tanaman (21,256%). Nilai heritabilitas yang tinggi terdapat pada tinggi tanaman (65,52%) dan umur panen (55%). Komponen hasil yang memiliki korelasi nyata terhadap hasiladalah jumlah cabang, jumlah polong, berat polong, dan umur berbunga, sedangkan yang berpengaruh langsung terhadap hasil wijen adalah jumlah cabang dan berat polong. In sesame breeding program, information about genetic variations and relationships ammongs characters is very important to determine the success of line selection. Studies about correlation between yield and yieldcomponents of F1 and F2 from crosses of Sbr 2, Sbr 3, and Dt 36 was conducted on November 2012 to February 2013 in Padangan, Sitimulyo, Piyungan, Bantul, Yogyakarta. The treatments were arranged in completerandom design (CRD) with three replications. Planting materials used were the seed of parents, F1, and F2 from crossing between Sbr 3 x Sbr 2, Sbr 3 x Dt 36, Sbr 2 x Dt 36, and their reciprocals. Bulk breeding seeds planted in rows in high density to reach maximum populations as the genetic resource in the plots according to its genotypes. The observation was made on plant height, number of branches, number of pods, weight of pods, number of nodes, nodes length, day of flowering, plant maturing age, and 1,000seed weight. The results showed that, components which showed high genetic variation were weight of seeds per plant (68.437%), weight of pods (40.532%), the number of branches (33.251%), number of pods(30.269%), and plant height (21.256%). High heritability values was shown in parameters of plant height (65.52%) and plant maturing age (55%). Yield components which have significant correlation with the yield were number of branches, number of pods, pod weight, and days to flowering, while those have a direct effect on the yield of sesame are the number of branches and pods weight.
Efisiensi Penggunaan Mulsa Plastik dalam Pengendalian Uret (Lepidiota stigma Fabricius) pada Tanaman Tebu Dwi Adi Sunarto; Subiyakto Subiyakto
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 10, No 2 (2018): Oktober 2018
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (35.328 KB) | DOI: 10.21082/btsm.v10n2.2018.55-63

Abstract

Uret Lepidiota stigma FABRICIUS merupakan hama penting pada tanaman tebu yang ditanam di lahan kering. Penggunaan mulsa plastik adalah teknologi pengendalian uret yang paling efektif untuk daerah endemik. Pengendalian menggunakan mulsa plastik termasuk teknologi yang cukup mahal, sehingga perlu dikaji tingkat efisiensi dalam penerapannya.  Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efisiensi penerapan teknologi pengendalian hama uret tebu dengan teknologi mulsa plastik pada tanaman tebu.  Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo pada bulan Nopember 2015–Desember 2016.  Perlakuan disusun menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) tiga perlakuan dengan jumlah ulangan sebanyak delapan kali.  Perlakuan pengendalian uret menggunakan mulsa plastik yang dicoba adalah (1) Penutupan mulsa plastik 100%, (2) Penutupan mulsa plastik 50%, dan (3) Kontrol (tanpa penutupan mulsa plastik.  Pemasangan mulsa plastik dilakukan sehari setelah hujan sebesar > 4 mm.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi kumbang tertinggi terjadi pada akhir bulan Nopember – awal Desember 2015, sedangkan populasi larva mencapai puncaknya pada bulan Maret dengan komposisi larva instar ke-3 sebesar 51%.  Penutupan mulsa plastik 100% paling efektif menekan populasi larva dibanding perlakuan penutupan mulsa plastik 50% dan kontrol. Teknologi pengendalian uret pada tanaman tebu dengan menggunakan mulsa plastik yang paling efisien adalah penutupan 100% pada permukaan lahan.  Batas ambang ekonomi sebagai dasar kelayakan penerapan penggunaan mulsa plastik untuk pengendalian uret pada tanaman tebu adalah 27% kerusakan tanaman. Application of Plastic Mulch to Control White Grubs (Lepidiota stigma Fabricius) in Sugar CaneWhite grub Lepidiota stigma FABRICIUS is an important pest in sugar cane planted on dry land. The use of plastic mulch is the most effective white grub control technology for endemic areas. Control using plastic mulch is a fairly expensive technology, so the level of efficiency in its application needs to be assessed. This study aims to evaluate the efficiency of the application of sugar cane pest control technology with plastic mulch technology in sugar cane. The research was carried out on the farmer's land in Banyuputih Subdistrict, Situbondo Regency in November 2015 –December 2016. The treatments were arranged using a randomized block design (RBD) of three treatments with eight replications. The treatment of white grub control using plastic mulch were (1) 100% plastic mulch closure, (2) 50% plastic mulch closure, and (3) Control (without plastic mulch closure). Installation of plastic mulch was carried out one day after rainfall> 4 mm. The results showed that the highest beetle population occurred at the end of November – early December 2015, while the larval population reached its peak in March with the composition of 3 by 51%. Treatment 100% plastic mulch closure was the most effective methode in suppressing larval populations than 50% plastic mulch closure and control. The most efficient plastic mulch technology to control white grub in sugar cane plants was 100% closure the land surface. The basis of the feasibility of applying the use of plastic mulch for white grub control in sugar cane was 27% of crop damage.
Tanggapan Fisiologi Tanaman Tembakau Temanggung terhadap Dosis Pupuk Nitrogen serta Kaitannya dengan Hasil dan Mutu Rajangan . Djumali
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 4, No 1 (2012): April 2012
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.235 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v4n1.2012.10-20

Abstract

Tembakau temanggung merupakan tembakau lokal yang berkadar nikotin tinggi. Ketersediaan hara N dalam tanah dapat mempengaruhi hasil dan kandungan nikotin rajangan kering. Percobaan dilakukan di rumah ka-ca Balittas Malang selama Maret–Agustus 2009. Perlakuan terdiri atas 6 dosis pupuk N (0; 1,62; 3,64; 4,86; 6,48; dan 8,10 g N/tanaman) disusun dalam rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Setiap perlakuan dalam satu ulangan terdiri atas 4 pot dan setiap pot diberi pupuk dasar 2,70 g P2O5 + 1,35 kg pupuk kandang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah fisiologi tanaman (kandungan N-daun, klorofil, bobot spesifik daun, laju fotosintesis, respirasi, efisiensi cahaya mereduksi CO2 (EF0), dan koefisien respirasi pemeliharaan daun (KRPD)), hasil rajangan kering, dan kandungan nikotin tembakau temanggung dipengaruhi oleh dosis pu-puk N dengan membentuk kurva kuadratik tertutup, dosis maksimum masing-masing sebesar 7,89; 7,89; 54,75; 9,50; 26,25; 21,50; 10,00; 6,08; dan 6,86 g N/tanaman. Peubah fisiologi tanaman yang paling menen-tukan hasil rajangan kering berturut-turut adalah klorofil, N-daun, laju respirasi, dan bobot spesifik daun. Adapun peubah fisiologi tanaman yang paling menentukan kandungan nikotin berturut-turut adalah fotosin-tesis, KRPD, respirasi, dan kandungan klorofil.   Physiological Responses of Temanggung Tobacco to Dose of Nitrogen Fertilizer and Its Relationship with Dry Slice Yield and Nicotine Content  ABSTRACT Temanggung tobacco is a local tobacco, with high nicotine content. Nitrogen available in soil affects dry sliced yield and nicotine content. The experiment was conducted in glasshouse of IToFCRI Malang from March–August 2009. The treatment consist of six levels of N fertilizer (0, 1.62, 3.64, 4.86, 6.48, and 8.10 g N/plant), were arranged in randomized block design with three replications. Every threatment in one repli-cation received 2.70 g P2O5 + 1.35 kg manure. The results showed that physiological plant parameters (N-leaf, chlorophyll content, specific leaf weight, photosynthesis rate, respiration rate, light efficiency to CO2 re-duction (EF0), and coefficient of leaf maintenance respiration (CLMR)), dry slice yield, and nicotine content were affected by N rates. The response of these parameters on N fertilizer were expressed by closed qua-dratic curves, which maximum rate of N fertilizer were 7.89, 7.89, 54.75, 9.50, 26.25, 21.50, 10.00, 6.08, and 6.86 g N/plant respectively.  Dry sliced yield were affected by chlorophyll content, respiration rate, and specific leaf weight. Nicotine content were affected by photosynthesis rate, CLMR, respiration rate, and chlo-rophyll content.  
Uji Daya Hasil Beberapa Aksesi Jarak Pagar Berpotensi Produksi dan Berkadar Minyak Tinggi pada Lahan Kering di Asembagus Hadi Sudarmo; . Djumali
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 5, No 1 (2013): April 2013
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (456.552 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v5n1.2013.20-30

Abstract

Pengembangan tanaman jarak pagar banyak diarahkan ke lahan kering iklim kering di wilayah Timur Indo-nesia, sehingga masalah utama yang dihadapi adalah kekurangan air. Oleh karena itu, perlu dicari bahan tanaman yang sesuai untuk lahan kering dengan produktivitas tinggi. Salah satu cara untuk memperoleh ba-han tanaman tersebut ditempuh melalui seleksi genotipe. Hasil evaluasi produksi terhadap 421 aksesi plasma nutfah di Asembagus sampai umur satu tahun telah diperoleh 26 aksesi potensial yang berproduktivitas tinggi. Untuk menindaklanjuti hasil tersebut dilaksanakan penelitian uji daya hasil terhadap 26 aksesi potensial jarak pagar dengan kontrol IP-3A, bertujuan untuk mendapatkan beberapa aksesi yang berpotensi produksi dan berkadar minyak tinggi. Penelitian dilaksanakan di KP Asembagus mulai Desember 2009 hingga Novem-ber 2010. Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok diulang tiga kali. Parameter yang diamati me-liputi tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah tandan, jumlah kapsul/tanaman, hasil biji kering, berat 100 biji, dan kadar minyak, serta data curah hujan selama penelitian berlangsung. Analisis data menggunakan ana-lisis ragam dengan pembandingan Tukey taraf 5%. Hasil penelitian terpilih tiga aksesi jarak pagar yang da-lam kondisi tanpa pengairan di musim kemarau memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan IP-3A dan berkadar minyak lebih dari 35%. Tiga aksesi tersebut yaitu SM-100/NTB, HS-48/NTT, dan SP-88/ Sulsel, masing-masing sampai dengan umur 12 bulan menghasilkan biji kering sebesar 827,8 kg; 824,2 kg; dan 818,0 kg/ha dengan kadar minyak 39,5%; 41,2%; dan 39,3%. Development of physic nut (Jatropha curcas L.) is directed to dry climate in Eastern Indonesia, so the main problem encountered is the lack of water. Therefore, it is necessary to find a suitable plant material to dry land with high productivity. One way to obtain plant material was taken through genotype selection. Evalua-tion of the production of 421 germplasm accessions in Asembagus until the age of one year, has gained 26 accession of high potential productivity. To follow up on this results, another research was conducted on 26 accessions of physic nut potential to control IP-3A, aiming to get some potential accession production and high oil yield. Research conducted at Asembagus Experimental Station from December 2009 until November 2010. Treatment arranged in a randomized block design, repeated three times. Parameters observed were plant height, number of branches, number of bunches, number of capsules per plant, weight of 100 dried seed, and oil content, as well as rainfall data during the study. Analysis of data using various analysis with Tukey's comparison level of 5%. The results showed that selected three accessions (SM-100/NTB, HS-48/NTT, and SP-88/Sulsel) in the absence of irrigation in the dry season up to the age of 12 months had higher productivity than the IP-3A and oil yield over 35%, viz. yield of dry beans 827.8 kg, 824.2 kg, and 818.0 kg per hectare with oil content of 39.5%, 41.2%, and 39.3%, respectively.
Stabilitas Hasil Sepuluh Genotipe Rosela Herbal (Hibiscus sabdariffa var. Sabdariffa) di Daerah Pengembangan Untung Setyo-Budi; . Marjani; Rully Dyah Purwati
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 6, No 2 (2014): Oktober 2014
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bultas.v6n2.2014.59-68

Abstract

Rosela herbal (Hibiscus sabdariffa var. Sabdariffa L.) baru berkembang secara komersial di Indonesia sejak 2005 untuk makanan dan minuman kesehatan. Keunggulan rosela herbal terletak pada kandungan vitamin C, vitamin A, vitamin B, dan bahan aktif (asam amino) seperti antosianin, gossypektine, glucoside hibiscin, dan flavonoid. Uji stabiltas hasil yang bertujuan untuk memperoleh beberapa genotipe unggul harapan rose-la herbal dilaksanakan di sembilan lokasi yakni Kabupaten: Malang, Blitar, Kediri, Situbondo, Grobogan, Ken-dal, dan Pati selama tiga tahun yakni dari tahun 2009–2012. Pada uji ini digunakan 10 genotipe rosela herbal yang ditanam pada petak berukuran 45 m2 (120 tan./plot). Pengujian ini menggunakan rancangan acak ke-lompok dengan 3 ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, jumlah kapsul per tanaman, bo-bot 100 kelopak kering, hasil kapsul segar, kelopak segar, dan kelopak kering per ha. Analisa kandungan nu-trisi terhadap kelopak bunga rosela dilaksanakan di Laboratorium Kimia (MIPA) Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, Malang. Pendugaan interaksi genotipe dengan lingkungan dilakukan dengan analisis gabungan semua lokasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe 455 (hijau), 1575 (merah), 1596 (ungu), dan 678-U (ungu) memiliki potensi hasil kelopak kering dan kandungan nutrisi yang tinggi de-ngan daya adaptasi luas. Potensi produksi kelopak kering genotipe-genotipe tersebut berturut-turut adalah: 544,98 kg; 478,60 kg; 554,73 kg; dan 471,46 kg per ha dengan kandungan vit. C/antosianin (mg/100 g ke-lopak kering): 345,40 mg/1,442 mg; 2.033,52 mg/14,697 mg; 188,00 mg/0,003 mg; 988,68 mg/9,814 mg. Herb roselle (Hibiscus sabdariffa var. Sabdariffa L.) is commercially planted in Indonesia since 2005 for the food and beverage health. Roselle herbal contents C, A, and B vitamins and other active ingredients (amino acids) as anthocyanin, gossypectine, hibiscin glucoside, and flavonoids. Stabilty trials results aimed to obtain superior genotypes of roselle herbs were conducted at nine locations (districts) namely: Malang, Blitar, Kediri, Situbondo, Grobogan, Kendal, and Pati for three years (2009–2012). Ten roselle herbs genotypes were tested in this experiment, planted in 45 m2 plots (120 plants/plot). The research was arranged in randomized block design with three replications. Parameters observed were: plant height, number of capsules per plant, dry weight of 100 calyx, weight of fresh capsules, fresh calyxs, and dried calyx per ha. Analysis of nutrient contents of roselle calyx was conducted at the Laboratory of Chemistry (MIPA) State Islamic University (UIN) Maulana Malik Ibrahim, Malang. Estimation of genotype by environment interaction is done by combined analysis of data from all locations. Experimental results showed that genotypes 455 (green), 1575 (red), 1596 (purple), and 678-N (purple) have the potential of dried calyx and high nutrient content with wide adaptability, with dried calyx production potency is: 544.98 kg, 478.60 kg, 554.73 kg, and 471.46 kg per ha respectively. The content of vitamin C/anthocyanins (mg/100 g dried calyx) are: 345.40 mg/1.442 mg, 2,033.52 mg/14.697 mg, 188.00 mg/0.003 mg, and 988.68 mg/9.814 mg respectively.
Karakteristik Kimia Serat Buah, Serat Batang, dan Serat Daun Elda Nurnasari; Nurindah Nurindah
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 9, No 2 (2017): Oktober 2017
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (502.992 KB) | DOI: 10.21082/btsm.v9n2.2017.64-72

Abstract

Serat alam yang berasal dari tanaman non-kayu dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu serat buah, serat batang dan serat daun.  Masing-masing jenis serat alam tersebut memiliki karakteristik yang berbeda.  Karakter kimia, fisik, maupun dinamik dari serat alam diperlukan untuk pengembangan pemanfaatannya sebagai bahan baku industri strategis berbasis serat.  Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis karakteristik kimia serat buah (kapas), serat batang (abaka), dan serat daun (sisal), serta membahas peluang pemanfaatannya dalam industri berbasis serat alam. Informasi mengenai karakteristik kimia serat diperlukan sebagai dasar untuk pemanfaatan serat sebagai bahan baku dalam industri strategis. Data karakteristik kimia serat alam juga diperlukan sebagai dasar pembuatan produk-produk turunannya (diversifikasi produk) sehingga dapat menjadi nilai tambah bagi produk tanaman serat. Analisis karakter kimia serat alam dilakukan dengan menggunakan metode Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk mendapatkan informasi tentang kandungan selulosa, hemiselulosa, holoselulosa, lignin, dan pentosan, serta kadar zat ekstraktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serat buah kapas memiliki kandungan selulosa tertinggi (98,06%), serat batang abaka mempunyai kandungan lignin tertinggi (7,63%), sedangkan serat daun sisal mempunyai kandungan hemiselulosa tertinggi (21,97%).  Kadar holoselulosa ketiga jenis serat hampir sama, yaitu antara 93,3–94,7%. Kadar zat ekstraktif (kelarutan alkohol-benzena, air panas dan air dingin) ketiga jenis serat termasuk kecil (<5%) yaitu antara 0,63–4,44%. Informasi tentang karakter kimia serat alam tersebut hendaknya dipadukan dengan informasi karakter fisik dan dinamik serat untuk dikembangkan sebagai bahan baku industri strategis berbasis serat, misalnya kertas uang, biokomposit untuk industri automotif, biopolymer dan produk yang berbasis nano fiber.Chemical Characteristics of Boll, Bast, and Leaf FibersNon-wood natural fibers are categorized into three groups, viz. boll fiber, bast fiber and leaf fiber.  Those natural fibers have specific characters.  Chemical characters as well as physical and dynamical characters of the fibers are useful for their utilization in natural fiber based industries.  This research aims are to analyse chemical characters of cotton boll fibers, bast fiber of abaca, and leaf fiber of sisal, as well as to discuss the possibility of their use in fiber based industries.   The information of the fibers chemical characters is needed for developing their use as the main materials of strategic industries.  The data are also useful for developing derivates products or product diversification, so that could be an added value of the natural fibers.  The characterization of those fibers used Indonesian National Standard (SNI) methods to analyse the content of cellulose, hemi cellulose, holocellulose, lignin, and pentosan, as well as the extractive compounds.  Result showed that cotton fiber has the highest cellulose content (98.06%), the bast fiber of abaca has the highest lignin content (7.63%), and sisal has the highest hemicellulose content (21.9%).  Holocellulose content of those fibers were around 93.3-94.7%.  The content of extractive compound of the fibers (in term of disolve capacity of fiber in alcohol-benzene, hot and cold water) was catogerized as very low (less than 5%).  These information regarding to the chemical characters of those three fibers when are integrated with the fiber-physical and dynamical characters would be useful for developing the utilization of the fibers into natural-fiber-based industries, such as paper money, biocomposite for automotive industry, biopolymers, and nano fiber products.
Seleksi dan Pengujian Potensi Bakteri Indigenous Air Rendaman Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) Sebagai Bakteri Selulolitik, Pektinolitik, dan Lignolitik Farida Rahayu; . Sudjindro; Untung Setyo Budi
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 2, No 2 (2010): Oktober 2010
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (394.678 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v2n2.2010.81-87

Abstract

Serat sintetik yang selama ini banyak digunakan, dipandang tidak ramah lingkungan karena berpotensi men-jadi pencemar. Untuk itulah, inovasi untuk mendapatkan bahan yang lebih ringan, murah, dan ramah ling-kungan dikembangkan. Pemanfaatan bahan mentah berupa serat tanaman untuk bahan selain tekstil khu-susnya serat kenaf (Hibiscus cannabinus) banyak mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan. Tuju-an dari penelitian ini adalah untuk menyeleksi dan menguji potensi bakteri selulolitik, pektinolitik, dan lignoli-tik indigenous dari air rendaman kenaf sebagai sumber inokulum pada proses retting kenaf. Eksplorasi dila-kukan dengan mengambil sampel air rendaman kenaf di Asembagus. Isolasi bakteri dilakukan dalam media Nutrient Broth (NB) dan Nutrient Agar (NA) yang merupakan media umum untuk bakteri. Isolat bakteri ke-mudian dikulturkan dan dipelihara dalam medium selektif mengandung carboxyl metylcellulase (CMC), pek-tin, atau lignin. Waktu optimal pertumbuhan sel dan nilai indeks selulolitik, pektinolitik, dan lignolitik ditentu-kan berdasarkan nisbah antara diameter zona bening di sekitar koloni dengan diameter koloni bakteri. Hasil eksplorasi didapat 8 isolat bakteri yang berpotensi sebagai bakteri selulolitik, pektinolitik, dan lignolitik; 1 iso-lat berpotensi sebagai bakteri selulolitik dan lignolitik; dan 2 isolat berpotensi sebagai bakteri pektinolitik; ser-ta 1 isolat berpotensi sebagai bakteri selulolitik. Hampir semua isolat memiliki waktu optimal pertumbuhan pa-da jam ke-12–18 dengan jumlah sel 21,9–267 juta sel/ml pada suhu 37oC. Synthetic fiber has been widely used and considered as an environmentally unfriendly product because its po-tency as a contaminant. For this reason, innovation to get lighter, cheaper, and environmentally friendly ma-terials is developed. Utilization of plant fibers for raw materials other than textiles especially kenaf fiber (Hi-biscus cannabinus) has received special attention from various communities. The aim of this research was to isolate indigenous cellulolytic, pectinolytic, and lignolytic bacteria from water retting of kenaf for inoculum sources in retting process of kenaf. Exploration of bacteria was done in Asembagus by collecting retting wa-ter of kenaf. Isolate was done in common media for bacteria, i.e Nutrient Broth (NB) and Nutrient Agar (NA), then the isolate bacteria were selected in a selective medium contained carboxyl metylcellulase (CMC), pectin, or lignin. Determination of optimal time of cell growth and value of index cellulolytic, pectinolytic, and lignolytic activity based on the ratio between the diameter of clear zone around the colony and diameter of the bacterial colony. The isolates collected from this study were 12 numbers, consist of 8 isolates of bacteria with cellulolytic, pectinolytic, and lignolytic ability; 1 isolate of bacteria with cellulolytic and lignolytic ability; 2 isolates of pectinolytic bacterium; and 1 isolate as cellulolytic bacterium. Almost all isolates have optimal time of growth at 12th18th hour with number of cells between 21,9267 million cell/ml at 37oC.
Ketahanan Aksesi Kapas terhadap Hama Pengisap Daun, Amrasca biguttula (ISHIDA) I.G.A.A. Indrayani; Siwi Sumartini
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 1, No 2 (2009): Oktober 2009
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (961.574 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v1n2.2009.69-81

Abstract

Amrasca biguttula (Ishida) adalah salah satu hama utama kapas di Indonesia. Nimfa dan dewasanya meru-sak dengan cara mengisap cairan daun yang menyebabkan gejala seperti terbakar, kekeringan, dan gugur. Pengendalian hama ini semakin sulit karena terjadinya resistensi dan resurgensi hama akibat penggunaan insektisida kimia sintetis yang kurang bijaksana. Berkaitan dengan ketahanan terhadap A. biguttula, karakter morfologi tanaman kapas, khususnya trikom daun memegang peranan penting dalam mekanisme ketahan-an. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh aksesi-aksesi kapas yang tahan terhadap A. biguttula. Pene-litian evaluasi ketahanan plasma nutfah kapas terhadap A. biguttula (Ishida) dilakukan di KP Asembagus, Si-tubondo, mulai Januari hingga Desember 2008. Sebanyak 50 aksesi kapas digunakan sebagai perlakuan yang disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK), dengan tiga kali ulangan. Ukuran plot perlakuan 10 m x 3 m, dengan jarak tanam 100 cm x 25 cm, satu tanaman per lubang. Parameter yang diamati adalah: po-pulasi nimfa A. biguttula, tingkat kerusakan tanaman, dan karakter trikom daun yang meliputi: kerapatan, panjang, dan posisi trikom. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan trikom daun berhubungan de-ngan ketahanan terhadap A. biguttula. Aksesi dengan kerapatan trikom daun yang tinggi lebih tahan ter-hadap serangan A. biguttula dibanding aksesi dengan sedikit trikom atau tidak bertrikom. SK 32, LAXMI, dan SK 14 adalah aksesi kapas yang tahan terhadap serangan A. biguttula, sedangkan SATU 65, LASANI 1, G-cot-10, SAMARU 70, NH4, L 18, dan NIAB adalah aksesi-aksesi dengan tingkat ketahanan sedang (moderat). Selain itu, aksesi yang termasuk sangat rentan adalah: Stoneville 825, 7042-5W-79N, 1073-16-6x491L-619-4-77, dan M35-5-8, sementara aksesi lainnya termasuk rentan terhadap serangan. Terdapat korelasi negatif antara kerapatan trikom daun dan populasi nimfa (Y=-170,8x + 296,6; R2 = 0,414) dan antara kerapatan trikom daun dan tingkat/skor kerusakan tanaman (Y=-0,005x + 2,916; R2 = 0,622). Se-dangkan korelasi positif terjadi antara populasi nimfa dan tingkat/skor kerusakan tanaman (Y=0,469x – 0,071; R2 = 0,672). The cotton jassid, Amrasca biguttula (Ishida) is a key pest of cotton in Indonesia. The nymphs and adults suck the leaves resulting in hopperburn, drying, and shedding of leaves. The management of this pest is more difficult due to the insect resistance to chemical insecticides and resurgence caused by unwise applications of synthetic insecticides. Related to jassid resistance, morphology of cotton mainly hairiness of leaf, plays an important role in mechanism on the plant resistance. The objective of the study was to screen a large number of cotton accessions for susceptible or resistant to A. biguttula. The study was conducted at Asembagus Experimental Station from January to December 2008. Fifty accessions of cotton were planted in 10 m x 3 m of plot size with 100 cm x 25 cm of plant distance. All accessions were designed in randomized block with three replications. Each plot consists of two rows cotton accession and one row susceptible varie-ty, TAMCOT SP 37 as a attractant plant. Parameters observed were nymph population, plant damage, tri-chome characters and its density, length, and position on the leaf lamina. Results showed that cotton acces-sions with higher trichome density were more resistant to jassid compared to the less trichome of accession. SK 32, LAXMI, and SK 14 were more resistant accession to A. biguttula, while SATU 65, LASANI 1, G-cot-10, SAMARU 70, NH4, L 18, and NIAB were categorized as intermediate resistant accessions to the pest. Sto-neville 825, 7042-5W-79N, 1073-16-6x491L-619-4-77, and M35-5-8 were found as the most susceptible to A. biguttula. Negative correlation was occured between trichome density and nymph population (Y=-170,8x + 296,6; R2 = 0,414) and between trichome density and damage score (Y=-0,005x + 2,916; R2 = 0,622), while positive correlation was found between nymph population and damage score (Y=0,469x – 0,071; R2 = 0,672).

Page 3 of 14 | Total Record : 131