cover
Contact Name
bambang
Contact Email
afriadi.bambang@yahoo.co.id
Phone
+6285692038195
Journal Mail Official
bambang.afriadi@unis.ac.id
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Jln. Maulana Syekh Yusuf No.2 Cikokol Tangerang 15118
Location
Kota tangerang,
Banten
INDONESIA
Supremasi Hukum
ISSN : 02165740     EISSN : 27455653     DOI : -
Core Subject : Social,
SUPREMASI HUKUM JURNAL ILMU HUKUM Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang berisi pembahasan masalah-masalah hukum yang ditulis dalam bahasa Indonesia maupun asing. Tulisan yang dimuat berupa analisis, hasil penelitian dan pembahasan kepustakaan. ISSN 0216-5740, E ISSN 2745-5653
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 15 No 01 (2019): Supremasi Hukum" : 8 Documents clear
POLITIK HUKUM DAN KELEMAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA Bambang Sucondro
SUPREMASI HUKUM Vol 15 No 01 (2019): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v15i1.241

Abstract

Berbagai pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia hingga kini dianggap masih belum tuntas diselesaikan. Padahal dari segi regulasi, Indonesia telah memiliki payung hukum berupa Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Atas hal itu, maka menarik untuk dikaji dari segi politik hukum dengan memfokuskan pada dua pertanyaan: 1) politik hukum apa yang melatarbelakangi dibentuknya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 sehingga dianggap masih memiliki kelemahan?; 2) bagaimana langkah hukum yang harus dilakukan dalam menyempurnakan materi muatan UU No. 26 Tahun 2000?. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis-normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan. Hasil dari penelitian, menunjukan bahwa politik hukum dibentuknya UU No. 26 Tahun 2000 dalam rangka merespon tuntutan dalam negeri dan internasional yang meminta agar pelanggaran hak asasi manusia segera diselesaikan. Selain itu, juga dalam rangka menghindarkan negara Indonesia dari ancaman penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia melalui peradilan internasional. Mengingat pembentukannya hanya didasarkan pada pertimbangan pragmatis, maka terdapat banyak kelamahan dalam undang-undang tersebut sehingga penting untuk dilakukan penyempurnaan dengan melakukan perubahan.
KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PENGECUALIAN KERAHASIAAN BANK Tiara Ayu Lestari
SUPREMASI HUKUM Vol 15 No 01 (2019): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v15i1.246

Abstract

Prinsip kerahasiaan bank yang dianut oleh perbankan di satu sisi sangat menguntungkan nasabah karena segala data keuangannya terjaga dengan aman, sedangkan di satu sisi dapat merugikan pihak-pihak tertentu yang dalam keadaan mendesak sangat membutuhkan informasi data keuangan nasabah tersebut. Namun di Indonesia kerahasiaan bank ini masih dapat dibuka atau ditembus oleh hal-hal tertentu berdasarkan ketentuan di dalam Undang-Undang Perbankan dan di luar Undang-Undang Perbankan, salah satunya adalah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam kasus tindak pidana korupsi.
MENCARI SISTEM PEMIDANAAN YANG TEPAT DALAM TATA HUKUM PIDANA DI INDONESIA KHUSUSNYA TINDAK PIDANA KORUPSI Dadi Waluyo
SUPREMASI HUKUM Vol 15 No 01 (2019): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v15i1.242

Abstract

Sejak diundangkannya hingga saat ini, Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, maka Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kini telah berlaku selama kurang lebih 20 (dua puluh) tahun. Dalam kurun waktu itu, Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah digunakan untuk menjerat dan mempidana kepada banyak pelaku tindak pidana korupsi.Adanya ancaman pidana minimum khusus dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dipandang sebagian kalangan telah membelenggu kebebasan hakim. Hal ini disebabkan hakim tidak dapat menjatuhkan putusan pidana di bawah ancaman pidana minimum khusus jika telah terbukti suatu perbuatan dilakukan oleh terdakwa. Sebagai contoh, jika seorang terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1), meskipun banyak hal-hal yang meringankan dalam diri terdakwa, maka hakim tetap harus berpedoman pada ancaman pidana minimum khusus dari pasal 2 ayat (1) tersebut, yaitu 4 (empat) tahun.Di satu sisi ancaman pidana minimum khusus dianggap membelenggu kebebasan hakim, namun di sisi yang lain ancaman pidana minimum khusus ini akan mencegah disparitas dalam penjatuhan pidana. Disparitas dalam penjatuhan pidana ini sering dijumpai pada tindak pidana yang dijerat dengan KUHP.
SISTEM PEMBINAAN PARA NARAPIDANA UNTUK PENCEGAHAN RESIDIVISME Rommy Pratama
SUPREMASI HUKUM Vol 15 No 01 (2019): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v15i1.247

Abstract

Lembaga pemasyarakatan merupakan tempat untuk melaksanakan pengayoman serta pemasyarakatan narapidana, akan tetapi di sisi lain Lembaga Pemasyarakatan memang tidak bisa memberikan suatu jaminan, bahwa warga binaan yang sudah dibina itu pasti mau mentaati peraturan dan tidak melakukan kejahatan lagi, serta juga tidak ada jaminan bahwa program yang dilaksanakan dalam rangka pengayoman serta pemasyarakatan warga binaan pasti membawa hasil yang memuaskan. Pembinaan yang diberikan kepada narapidana yang berorientasi pada masa depan yang cerah dapat diwujudkan, apabila narapidana itu secara sungguh-sungguh menyadari bahwa pidana penjara yang dijatuhkan kepada mereka bukanlah dimaksudkan untuk membalas perbuatan yang dilakukan oleh warga binaan itu, akan tetapi untuk mengayomi serta memasyarakatkan napi itu kejalan yang benar agar mereka menjadi manusia yang baik dan bertanggung jawab sesuai dengan harkat dan martabatnya.
KEJAHATAN KORPORASI: SUATU TINJAUAN TENTANG BENTUK KEJAHATAN DAN TANGGUNG JAWABNYA Mhd. Amin
SUPREMASI HUKUM Vol 15 No 01 (2019): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v15i1.243

Abstract

Dengan penguasaan kehidupan ekonomi yang begitu kuat, maka tidak mengherankan, jika korporasi dapat mempengaruhi dalam berbagai aspek kehidupan “Ipoleksosbudhankam” (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan). Beberapa aspek kondisi Ipoleksosbudhankam tersebut di samping mewarnai gejala sosial umum yang rutin dan wajar, juga melahirkan bentuk-bentuk kejahatan korporasi. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pandangan terhadap subyek delik yang dapat dipertanggungjawabkan hanyalah orang. Korporasi/badan hukum dianggap bukan sebagai subyek delik, bila terjadi suatu perbuatan melawan hukum, maka penguruslah yang harus bertanggungjawab. Di Negara Belanda sendiri persoalan tentang dapat atau tidaknya suatu korporasi dipertanggungjawabkan, juga telah mengalami perdebatan yang sengit antara pemerintah dan DPR yang pada akhirnya melahirkan doktrin yang intinya badan hukum tidak dapat dipidana.
SANKSI AKADEMIK SEBAGAI ALTERNATIF SANKSI TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH PELAJAR Ilham Aji Pangestu
SUPREMASI HUKUM Vol 15 No 01 (2019): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v15i1.248

Abstract

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengamanatkan tujuan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diantaranya adalah terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa, terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa serta terwujudnya penegakkan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Pada praktiknya masih sering terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan tujuan tersebut. Hal tersebut berupa pelanggaran lalu lintas khususnya yang dilakukan oleh pelajar. Sanksi akademik digunakan sebagai alternatif sanksi terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar. Sanksi akademik ini berupa sinergi antara sekolah dengan Kepolisian dalam rangka penegakkan disiplin dan tertib berlalu lintas untuk pelajar.
KAJIAN YURIDIS ATAS PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP JABATAN NOTARIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 DI KOTA TANGERANG Sri Jaya Lesmana
SUPREMASI HUKUM Vol 15 No 01 (2019): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v15i1.244

Abstract

Salah satu dasar hukum yang mengatur tentang pengawasan terhadap Notaris dalam menjalanakan tugas dan jabatnnya adalah Pasal 1 butir 6 Undang-undang Jabatan Notaris, yang berbunyi : Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewe-nangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris. Peran Majelis Pengawas Daerah yang sebelumnya melakukan pengawasan dan pembinaan, setelah Un-dang-Undang No. 2 Tahun 2014 ini diberlakukan menjadi terpisah yaitu oleh Majelis Pengawas Daerah dan Majelis Kehormatan Notaris. Pembinaan oleh Majelis Kehormatan Notaris diatur di dalam Pasal 66A, sedangkan pengawasan dilakukan oleh Majelis Pengawas  Daerah yang diatur dalam Pasal 67. Pengawasan yang dilakukan oleh Pengawas selama ini terhadap Notaris dalam melaksanakan tugas dan jabatannya mempunyai dampak yang positif bagi pelaksanaan tugas Notaris. Alasannya bahwa pengawasan yang dilaksanakan oleh pengawas selama ini telah membawa dampak positif adalah bahwa pengawas telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan Notaris sendiri sudah lebih hati-hati dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam pembuatan akta atau isi akta. Selain itu dampak positif lainnya adalah Notaris sudah melaksanakan tugasnya dengan baik dan lebih bersifat profesional. Namun sistem pengawasan yang dilakukan oleh Pengawas selama ini, berdasarkan hasil penelitian belum mencapai sasaran yang diharapkan.
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP TERKAIT PEMANFAATAN RUANG UNTUK TAMAN NASIONAL Meta Indah Budhianti
SUPREMASI HUKUM Vol 15 No 01 (2019): Supremasi Hukum
Publisher : Universitas Islam Syekh Yusuf

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33592/jsh.v15i1.245

Abstract

Penataan ruang dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup memiliki peranan yang sangat penting. Penataan Ruang pada dasarnya terdiri dari aspek perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Permasalahan pokoknya: Bagaimana kesesuaian pengaturan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup terkait pemanfaatan ruang untuk Taman Nasional dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Undang-Undang Penataan Ruang); kendala apa yang ditemukan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam pengelolaan Taman Nasional dan bagaimana pengaturan yang ideal mengenai pengelolaan Taman Nasional agar Pemda dapat berperan sesuai dengan amanat Undang-Undang Penataan Ruang. Metode penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian normatif yang didukung oleh data empiris. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif. Hasilnya adalah: Dalam praktek, kewenangan Pemda hanya bersifat koordinasi dengan Unit Pelaksana Tugas (UPT) Balai Taman Nasional, yaitu memelihara kelestarian hutan. Sedangkan dalam Undang-Undang Penataan Ruang, kewenangan kawasan strategis, dalam hal ini taman nasional, dilaksanakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pada dasarnya pengelolaan kawasan konservasi Taman Nasional, dalam penelitian ini di Bali Barat dan Bukit Baka Bukit Raya, menghadapi berbagai persoalan yang kompleks dan beragam. Persoalan dapat dikelompokkan ke dalam persoalan internal dan eksternal. Untuk meningkatkan manfaat wilayah atau kawasan yang maksimal diperlukan perhatian yang teliti terhadap perlindungan lingkungan, efisiensi, sinergi dan keserasian pada potensi ekonomi di lingkungan tersebut. Ini dapat diartikan bahwa pentingnya keterpaduan dalam perencanaan pembangunan adalah untuk mencapai peningkatan kesejahteraan yang maksimal.

Page 1 of 1 | Total Record : 8